Bab 13~

~ "BAPAK ENGGAK AKAN AMBIL KASIH 'KAN?"

###

Makan malam sederhana itu telah selesai beberapa saat yang lalu. Galang yang sama sekali belum pernah merasakan hangatnya keluarga utuh menjadi terbawa perasaan. Meski menu makanan yang disajikan sangat sederhana, namun baginya itu semua sebuah suguhan yang luar biasa. Kenikmatan dari makanan tersebut tiada tara, ditambah dengan hangatnya kebersamaan keluarga di meja makan kayu yang sangat sederhana pula.

Bagi Galang, Amara merupakan sosok ibu yang sempurna. Baik, sabar, lembut, dan pintar memasak. Hal yang sama sekali tidak ada dalam diri Vanila—istrinya. Kendati Amara lelah bekerja seharian tetapi tidak melupakan kodratnya sebagai seorang ibu. Tanggung jawab yang dipikul pun juga tidaklah ringan. Beban hidup demi menghidupi putri semata wayangnya menjadikan Amara sosok yang kuat dan hebat.

Pertanyaan tentang siapa suami Amara pun terjawab sudah. Yang Galang ketahui dari mulut gadis kecil polos bernama Kasih, bahwa sang ayah telah pergi ke rumah Tuhan semenjak dia berusia dua bulan.

Terenyuh. Hati Galang sangat tersentuh, bagaimana Kasih menceritakan tentang kerinduannya pada sosok ayah yang belum pernah dia lihat selama ini. Kasih begitu ingin melihat sosok ayahnya meski dalam foto saja, namun Amara selalu mengatakan jika dia tidak memiliki foto ayahnya Kasih.

Sempat heran lantaran kenapa Amara tidak memiliki satu pun foto suaminya. Akan tetapi, Galang memilih menyimpan pertanyaan itu di hati sebab sangat tidak pantas jika dia ingin lebih tahu banyak lagi tentang kehidupan keluarga sederhana ini.

"Terima kasih untuk makan malamnya. Saya malah jadi merepotkan kamu," ucap Galang sungkan kepada Amara yang duduk di hadapannya. Saat ini mereka tengah berbincang di ruang tamu setelah makan malam usai.

"Sama-sama, Pak. Saya enggak merasa direpotkan sama sekali. Itu semua 'kan sudah menjadi kewajiban tuan rumah menjamu tamu. Ya ... walau saya cuma bisa menghidangkan menu sederhana." Amara menjawab Galang apa adanya. Karena memang itu sudah menjadi tugasnya sebagai tuan rumah.

Penuturan Amara langsung disanggah dengan cepat oleh Galang. "Menunya enak, kok. Saya suka. Saya malah jarang makan masakan rumahan seperti tadi." Pandangan Galang turun kepada Kasih yang ada di pangkuannya, menatap wajah polos Kasih yang sudah tertidur.

Amara tersenyum maklum mendengar Galang yang katanya tidak pernah makan masakan rumah. Dia sedikit banyak tahu tentang profesi istri Galang yang seorang model terkenal. Yang pastinya tidak akan punya waktu untuk melakukan hal sepele semacam itu.

"Istri Pak Galang itu 'kan orang sibuk, makanya jarang masak di rumah," celetuk Amara yang seketika merubah raut wajah Galang dalam sekejap.

Disinggung soal istri, mendadak Galang jadi hilang minat untuk membahasnya lebih jauh lagi. Dan supaya pembahasan ini tidak berlanjut, Galang memilih mengalihkannya saja dengan menawarkan diri membawa Kasih yang tertidur di pangkuannya ke kamar.

"Kasih kayaknya udah tidur pules. Biar saya gendong ke kamarnya. Boleh?" tanya Galang meminta izin.

Amara mengangguk sekali. "Silakan, Pak. Kamarnya Kasih ada di sebelah sana." Amara beranjak lalu menunjukkan kamar Kasih berada.

Hati-hati Galang mengangkat tubuh kurus Kasih ke gendongan dan membawanya masuk ke kamar gadis kecil itu. Kamar yang sangat sempit dengan perlengkapan seadanya. Hanya ada satu kasur busa yang ditutup sprei bergambar mini mouse—kartun favorit Kasih.

Setelah merebahkan Kasih di kasurnya, lantas Galang mengambil selimut tipis yang tergeletak di pinggir kasur, lalu dia menyelimuti seluruh tubuh Kasih dengan itu.

Apa yang dilakukan Galang kepada Kasih, tak luput dari penglihatan Amara yang sejak tadi berdiri di depan pintu. Sebegitu sayangnya Galang kepada Kasih, padahal mereka tidak ada hubungan apa pun. Rengekan Kasih yang meminta Galang untuk tetap tinggal sampai dirinya tertidur dituruti begitu saja oleh Galang.

Memastikan Kasih sudah tidur dengan posisi yang nyaman, Galang lantas keluar. Amara menutup pintu kamar Kasih kemudian mengikuti Galang yang menuju teras rumahnya.

Mereka duduk di kursi yang ada di teras, tenggelam dalam pikiran masing-masing. Keheningan membentang keduanya. Sampai saat Galang memutuskan untuk mengatakan sesuatu.

"Besok kita bawa Kasih ke Rumah Sakit."

Amara sontak menoleh. "Rumah Sakit? Untuk apa, Pak?" Keningnya mengernyit tak mengerti.

Galang menatap Amara lantas menyahut, "Saya sudah menemukan dokter yang akan menangani operasi Kasih. Rumah Sakit itu juga bersedia menyiapkan pendonor sumsum."

Ya, Kevin melakukan tugasnya dengan cepat. Dalam waktu singkat asisten pribadinya itu menyelesaikan perintahnya.

Amara sempat terkejut dengan apa yang dikatakan Galang. Dia pikir jika Galang tidak serius ingin membantu Kasih berobat. Namun, apa yang dia dengar tadi seperti mimpi. Dalam waktu singkat Galang mendapatkan pendonor sumsum tulang belakang.

"Tapi, Pak ... operasinya sangat mahal. Saya enggak mungkin membebaninya kepada Bapak. Saya—"

"Anggaplah ini semua untuk Kasih. Saya mau Kasih sembuh seperti sedia kala," sergah Galang yang langsung membuat Amara bungkam. "Soal biaya kamu enggak perlu khawatir. Saya ikhlas dan rela mengeluarkan biaya berapa pun demi Kasih."

"Tapi, Pak? Anda enggak ada hubungan apa pun dengan kami. Kami ini orang asing. Kita juga baru kenal tiga hari yang lalu. Terus, nanti saya mau bayar pakai apa? Gaji saya saja saya belum tahu berapa."

Bukan Amara ingin menolak kebaikan Galang, hanya saja dirinya merasa tidak pantas lantaran tak memiliki hubungan apa pun dengan pria ini. Masalahnya biaya operasi transplantasi sumsum tulang belakang itu sangatlah mahal. Setahu Amara biayanya sampai ratusan juta rupiah. Gajinya seumur hidup saja belum tentu cukup untuk membayar.

"Apa boleh mulai detik ini saya anggap Kasih sebagai putri saya?" Galang bertanya dengan raut serius dan tak terbaca, membuat Amara bingung harus menjawab apa. "Izinkan saya menganggap Kasih sebagai putri saya. Maka kamu enggak perlu lagi pusing memikirkan biaya pengobatan Kasih." Sorot mata Galang memancarkan kesungguhan yang tak pernah Amara lihat sebelumnya.

Dengan alasan apa Galang tiba-tiba meminta izin kepadanya. Amara yang hendak menyahut, langsung disela oleh Galang.

"Wajah Kasih mengingatkan saya kepada seseorang yang sangat berarti di hidup saya," ucap Galang yang seakan tahu apa yang ada di pikiran Amara.

"A-apa?" Amara mengerutkan keningnya. "Si-siapa?" Perasaannya mendadak tidak enak.

Galang mengulas senyum. "Ada seseorang. Lain waktu saya pasti akan memperkenalkan kalian ke dia. Saat ini belum waktunya. Kita fokus dulu pada pengobatan Kasih," jelasnya sembari membayangkan wajah orang tersebut.

Amara menelan ludah. Dia mendadak salah tingkah, hingga tidak sadar melontarkan kalimat yang membuat Galang tercengang.

"Sa-saya mengizinkan Anda untuk menganggap Kasih sebagai putri Anda. Tapi, saya akan tetap membayar biaya operasi yang sudah Anda keluarkan dengan cara mencicil dari gaji saya." Bola mata Amara tiba-tiba memanas tanpa alasan yang jelas. "Saya ibunya Kasih. Saya yang bertanggung jawab penuh atas dirinya, bukan Anda," tukasnya kemudian.

Dan air mata itu pun jatuh satu persatu dari bola matanya yang sejak tadi menggenang. Amara menutup wajahnya dengan telapak tangan, dia menangis tergugu.

"Amara?" Galang berdiri secepat kilat di depan Amara. "Kamu kenapa menangis? Maaf kalau saya sudah berlebihan. Maaf kalau kamu tersinggung dengan perkataan saya." Galang ingin sekali mengusap pundak bergetar Amara. Meredakan tangis perempuan kuat ini. Namun, dia merasa tidak enak dan memilih menepuk-nepuknya saja.

Amara menangis karena dia merasa tidak tahu harus bagaimana membalas kebaikan Galang. Dia hanya seorang perempuan sederhana yang tak memiliki apa-apa. Amara takut jika sewaktu-waktu Galang mengambil Kasih darinya sebagai jaminan sebab dia tahu jika Galang tidak punya anak.

Setelah tangisannya mereda, Amara mengusap jejak air mata yang membasahi wajahnya dengan cepat. Galang mundur satu langkah dari hadapan Amara, lalu bertanya,

"Are you, oke?"

Tanpa menjawab, Amara segera berdiri dan menatap wajah Galang dengan sendu. Pandangan mereka seketika bertemu. Dari jarak dekat seperti ini wajah Amara terlihat sangat cantik. Manik matanya berwarna cokelat dengan bulu mata yang lentik alami, hidungnya yang mancung kemerahan, terlihat menggemaskan. Bibirnya kecil namun penuh dan seksi.

'Oh, astaga! Pikiran macam apa itu, Galang?' rutuk Galang dalam hati. Sesaat dia hampir terpesona oleh pahatan indah di hadapannya ini. Perempuan sederhana yang tangguh meski sebenarnya dia sangat rapuh.

"Apa niat Pak Galang yang sebenarnya? Bapak enggak akan ngambil Kasih dari saya 'kan? Karena saya tahu Bapak enggak punya anak."

Galang sontak melebarkan mata. "A-apa?"

###

tbc...

Terpopuler

Comments

Mamah Kekey

Mamah Kekey

berarti Amara masih gadis gak Thor...

2023-10-17

0

Katherina Ajawaila

Katherina Ajawaila

jgn marah amara kamu ngk tau aja siapa Galang, karna anak kamu mirip kk nya yg udh lama hilang

2023-09-21

2

Enung Samsiah

Enung Samsiah

tenang amara,nanti pak galang bkl punya anak bnyk dari kamu,,,, pk galang nggk mndul ko,,

2023-09-17

3

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!