RENCANA MAMI~
***
Hari ini adalah hari pertama Amara masuk kerja. Meski lelah dia harus tetap bekerja untuk menambah pemasukan. Semalam setelah Anggi pulang dari rumahnya, Amara mendapat telepon dari Kafe yang biasa memakai jasanya. Di sana Amara bekerja part time, hanya beberapa jam saja dengan honor yang lumayan. Dari jam tujuh malam sampai jam dua belas.
Semua dia lakukan demi Kasih. Demi biaya pengobatan putrinya yang membutuhkan biaya yang tidaklah sedikit.
Seperti biasa, sebelum meninggalkan Kasih di rumah Amara selalu menyempatkan untuk menemani Kasih sarapan.
"Kasih, jangan lupa nanti minum obat dan istirahat, ya? Makan yang banyak biar cepet sembuh. Oke?" ujar Amara seraya mencium pipi malaikat kecilnya itu yang sedang sibuk dengan sarapannya.
Dengan mulut masih mengunyah, Kasih menyahut sang ibu, "Siap, Ibu cantik. Kasih pasti minum obatnya tepat waktu. Ibu enggak usah khawatir." Kasih meringis memamerkan giginya yang ompong, Amara tak bisa menahan senyumnya, melihat tingkah lucu putrinya ini.
"Pinter." Mengusap pipi Kasih lalu menciumnya.
Binar di mata Kasih sama sekali tak pernah meredup, walau penyakit ganas kini tengah menggerogoti tubuhnya perlahan-lahan. Tubuhnya yang dulu agak berisi kini semakin kurus, kulitnya yang putih berubah menjadi sedikit pucat. Mata bulatnya terlihat sayu, kulit bibirnya kering dan pecah-pecah, imbas dari penyakit yang dideritanya.
Amara kemudian berdiri dan mengambil tas selempang yang menggantung di dinding dekat rak tv. Lantas, mengambil dompet yang ada di dalam tas itu dan membukanya. Diambilnya satu lembar uang seratus ribu hasil dari kerja part time-nya semalam dari dompet dan diserahkan kepada bibi yang membantunya selama ini. Sisanya dia sisihkan untuk pegangan.
"Bi, ini uang buat pegangan, ya, kalo semisal Kasih pengen beli atau makan sesuatu," kata Amara kepada bibi yang baru saja keluar dari dapur, beliau baru selesai mencuci baju.
Bi Mina mengelap tangannya yang basah sekilas di dasternya lalu menerima uang pemberian Amara. "Iya, Mbak. Nanti saya akan kabari Mbak Amara setiap dua jam sekali," ujarnya sembari melirik sekilas ke arah Kasih yang duduk di meja makan. Beliau sudah menganggap Kasih seperti cucunya sendiri.
Bi Mina adalah seorang janda miskin yang hidup sebatang kara. Amara memberinya tempat tinggal dan pekerjaan selama ini. Hidup seadanya bertiga di rumah peninggalan orang tua Amara.
Amara tersenyum, merasa senang sebab bi Mina sangat menyayangi Amara.
"Makasih, ya, Bi. Bi Mina udah mau bantu saya bantu jagain Kasih selama ini. Kalo enggak ada Bibi, saya beneran bingung enggak tau mesti gimana," ucap Amara dengan tulus sesekali dia melirik Kasih.
Mengangguk lantas menyahut, "Sama-sama, Mbak. Kalo enggak ada Mbak Amara juga yang dulu nolongin saya, mungkin saya udah digelandang satpol PP." Bi Mina terkekeh dan langsung menular ke Amara yang ikut tertawa.
Lali tiba-tiba obrolan mereka terhenti lantaran Kasih memanggil Amara.
"Ibu, Tante Anggi udah dateng," ujar Kasih yang melihat Anggi memarkir motor di depan rumah.
Amara segera menyahut, "Iya, Nak. Titip Kasih, ya, Bi. Saya berangkat kerja dulu." Amara mencium tangan bi Mina yang sudah dianggap seperti ibu kandungnya. Setelah itu dia mendekati Kasih lalu bertanya, "udah selesai makannya?"
Bi Mina menyerahkan obat-obatan Kasih kepada Amara.
"Udah. Ibu hati-hati di jalan. Pulangnya juga hati-hati," pesan Kasih kepada sang ibu yang membantunya meminum obat.
"Iya, Sayang. Terima kasih udah doain ibu setiap kamu sholat. Berkat doa Kasih, ibu jadi dapet kerjaan yang bagus. Doain semoga lancar, ya?"
"Iya, Ibu. Kasih selalu doain Ibu, kok," sahut Kasih sembari mencium tangan Amara.
"Ayo, Ra. Nanti keburu macet," ajak Anggi yang sudah berdiri di depan pintu. Tak lupa dia menyapa Kasih. "Hai Kasih. Baik-baik di rumah, ya?"
Kasih mengacungkan jempolnya. "Siap, Tante Anggi!"
"Sip!" Anggi balas mengacungkan jempolnya tinggi-tinggi.
"Ayo!" ajak Amara.
Dan mereka pun keluar rumah bersama, berjalan menuju motor Anggi yang terparkir. Kemudian memasang helm di kepala masing-masing dan naik ke atas motor kesayangan Anggi itu. Amara membonceng motor Anggi untuk sementara waktu, selagi gadis itu masih bekerja di sana.
_
_
Sementara Galang yang berada di rumah juga telah bersiap untuk berangkat.
"Mami masih di sini 'kan nanti malam?" tanya Galang kepada maminya.
"Masih. Mungkin mami pulang besok," sahut mami yang kemudian balik bertanya, "memangnya kenapa?"
"Mami enggak usah masak. Nanti Galang bawain makan malem dari Restoran favorit kita." Galang beranjak lantas menghampiri mami, mencium pipi dan tangan mami. "Galang berangkat, ya, Mam."
"Hati-hati kamu. Pulangnya jangan malem-malem," pesan mami yang ikut beranjak dan menemani Galang sampai halaman rumah.
Sang sopir gegas membukakan pintu mobil untuk majikannya itu.
"In Sya Allah, Mam. Galang usahain." Galang menyahut sambil masuk ke mobil. Sementara mami menghela napas. "Bay, Mam."
"Bay." Mami memandang mobil yang ditumpangi Galang keluar dari pagar dengan rasa kasihan. "Kasihan kamu, Nak. Punya istri kayak enggak punya istri. Di sini kamu kerja sementara di sana perempuan enggak tahu diri itu seneng-seneng." Raut wajah mami memerah, menahan kesal kepada menantunya itu.
Mami memutuskan untuk menghubungi seseorang yang dia bayar untuk mengawasi istri Galang yang katanya sibuk syuting di Puncak.
"Halo? Bagaimana? Apa ada kabar baru?" tanya mami kepada seorang lelaki yang baru saja dia hubungi lewat ponsel.
"..."
Mami mengeratkan rahangnya seraya mengepalkan tangannya kuat-kuat. Informasi yang di dengar semakin menambah kebenciannya terhadap Vanila.
"Bagus. Terus awasi dia. Dan jangan lupa kamu foto. Karena itu akan saya jadikan bukti ke anak saya. Saya tutup teleponnya." Panggilan diputus oleh mami. "Kurang ajar! Dasar wanita murahan! Berani-beraninya kamu bohongin anak saya. Liat aja nanti, saya pasti akan buat Galang menceraikan perempuan tidak tahu diri seperti kamu!"
Selama ini tanpa sepengetahuan Galang, mami selalu menyuruh orang untuk mengawasi gerak-gerik Vanila di luaran sana. Sejak pertama kali bertemu Vanila, mami Sarah sudah bisa menilai jika menantunya itu bukanlah wanita baik-baik. Sayangnya, sang putra tidak bisa melihat itu sebab sudah dibutakan oleh cinta.
Kini bukti yang mami Sarah punya sedikit-sedikit pasti akan menguak kedok istri kesayangan Galang itu. Mami Sarah yakin Galang pasti akan sangat kecewa dan marah. Akan tetapi, sebagai orang tua mami juga tidak tega jika sampai Galang terluka karena wanita tidak tahu diri itu.
"Sebentar lagi kamu pasti akan pergi jauh dari kehidupan anakku. Dan anakku sendirilah yang akan mengusirmu dari rumah ini. Wanita ja-lang!" geram mami Sarah.
_
_
tbc...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 89 Episodes
Comments
Kusii Yaati
semakin ke sini semakin menarik dan bikin penasaran juga ceritanya...nexs kak lanjuuuttt
2023-10-19
2
Katherina Ajawaila
pasti mantu sambil jajahin amembasi 🤭🤭🤭
2023-09-21
1
Enung Samsiah
dasar pengacara bodoh,,,,
2023-09-17
1