~PERTAMA KALI PERGI DENGAN PRIA ASING.
###
Anggi dan Amara masuk ke pelataran parkir Firma Hukum bersamaan dengan mobil Galang yang baru saja tiba. Kedua sahabat itu turun dari motor dan melepas helm yang dipakai, sedangkan Galang turun dari mobil.
"Selamat pagi, Pak." Anggi menyapa Galang yang berdiri di depannya seraya menunduk sekilas.
Sementara Amara ikut menyapa namun hanya dengan senyuman.
Galang tersenyum, lalu menyahut, "Pagi, Nggi, Ra. Saya duluan, ya?" Lantas berjalan mendahului Anggi dan Amara.
"Baik, Pak," jawab keduanya serentak.
Anggi dan Amara berjalan di belakang Galang dengan jarak yang cukup jauh. Mereka cukup sadar diri dengan posisinya. Tak mungkin jika keduanya berjalan bersisian dengan atasannya itu.
"Ra, kamu semalem dapet panggilan kerja di Kafe lagi?" Anggi bertanya kepada Amara sambil berjalan menuju lobby.
"Iya, Nggi."
"Enggak capek? Malem kerja terus pagi kerja lagi?"
"Ya ... kalo dibilang capek, sih, ya capeklah, Nggi. Tapi mau gimana lagi, kalo aku enggak cari sampingan aku enggak bisa beli obat buat Kasih." Amara tak keberatan sama sekali melakukan pekerjaan dobel semacam itu.
Jawaban Amara membuat Anggi geleng-geleng kepala. Andai saja dia yang di posisi Amara, pasti dia tidak akan sanggup.
"Kamu juga jangan lupa jaga kesehatan kamu, Ra. Nanti kalo kamu sakit kasihan Kasih enggak ada yang jagain," ujar Anggi berpesan kepada sahabatnya ini.
Amara tersenyum dan mengangguk. "Iya."
Keduanya pun masuk ke dalam lift, Anggi menekan tombol angka dua untuk menuju ruangannya yang berada di atas. Beberapa saat menunggu lift berhenti, lalu pintunya terbuka. Mereka lantas keluar dari sana.
"Ra, kamu ikut aku dulu, ya? Aku mau ajarin kamu," ucap Anggi yang diangguki Amara.
Atas perintah Galang, Anggi diminta untuk mendampingi Amara terlebih dahulu. Sebelum gadis itu benar-benar resign dari pekerjaannya.
Letak ruangan Anggi tepat di depan pintu ruangan Galang. Sementara ruangan Kevin berada di sisi ruangan Anggi.
_
_
Dalam waktu singkat Amara sudah bisa menguasai beberapa hal yang menyangkut tentang pekerjaannya. Dari mulai menerima telepon dan cara menyambungkannya ke ruangan Galang sampai mencatat semua jadwal sidang Galang.
"Gampang 'kan?" Anggi memundurkan kursi, lalu meregangkan otot-ototnya yang kaku.
"Lumayan." Amara pun ikut-ikutan meregangkan otot-ototnya.
Bagi Amara yang hanya lulusan SMA, pekerjaan semacam ini cukup sulit. Karena memang dia tidak mempunyai bakat di bidang itu. Namun, dia tak menyerah begitu saja. Pekerjaan apa pun pasti akan terkesan mudah bila kita mau berusaha mempelajarinya.
Di ruangannya, Galang justru sedang kesal sebab Vanila dari kemarin malam sangat sulit dihubungi. Ponsel istrinya itu mati sejak terakhir kali dia menelepon kemarin sore. Dan, sampai saat ini masih belum aktif.
Lantaran kesal, Galang melempar ponselnya dengan kasar ke meja. Mendesah gusar seraya mengusap wajahnya berulang-ulang. Tak biasanya Vanila mematikan ponsel.
"Heuh ...," Galang menyandarkan kepalanya di sandaran kursi sembari melonggarkan ikatan tali dasi yang melilit lehernya. "Ponselmu kenapa enggak aktif, Van?" gumamnya dengan mata terpejam.
Posisi seperti ini cukup membuat Galang merasa rileks. Meski tak mengurangi rasa cemas yang sejak semalam menggelayuti. Entah kenapa, Vanila semakin hari semakin sulit dihubungi belakangan ini.
Suara ketukan pintu yang tiba-tiba membuat lelaki berusia 35 tahun itu sontak membuka mata.
"Masuk!" titahnya kepada orang yang dia tahu siapa.
Orang tersebut membuka pintu lantas melongokkan kepala. "Saya ijin masuk, Pak."
"Hem."
Kevin pun masuk dan menutup pintu kembali. Di tangannya sudah ada beberapa dokumen yang diminta Galang kemarin.
"Pak, ini hasil laporan tentang klien baru kita kemarin." Kevin meletakkan dokumen tersebut di atas meja kerja Galang.
"Cepat sekali." Atasannya itu menegakkan punggung, lalu mengambil dokumen tersebut dan membukanya. Membacanya dengan seksama sampai di lembaran terakhir. "Bagus, Vin." Menutupnya lagi dan meletakkannya kembali di meja.
Kinerja Kevin memang tidak perlu diragukan lagi. Selain pintar, pemuda itu juga cekatan dan sangat teliti. Galang tak pernah salah memilih pekerjanya. Sayangnya, Kevin termaksud orang yang sangat irit bicara dan tanpa ekspresi. Terkadang Galang harus memancingnya terlebih dulu baru Kevin mau tertawa.
"Sore ini saya enggak ada pertemuan sama klien 'kan?" Galang bertanya demikian lantaran hari ini dia sudah janji akan pulang cepat.
Kevin tak menjawab, dia nampak mengingat-ingat sesuatu. "Sepertinya ada, Pak. Tapi nanti sekitar jam dua siang," jawabnya kemudian.
"Baiklah. Jam dua 'kan?"
"Iya, Pak." Wajah Kevin terlihat bingung, ada hal yang ingin dia katakan tetapi dia merasa sungkan. "Hem, maaf, Pak. Tapi sepertinya saya tidak bisa ikut menemani Bapak. Saya ... mau ijin pulang cepat hari ini karena ada hal darurat di rumah," ujarnya.
Tentu saja Galang memberi izin. "Oke. Enggak masalah. Saya bisa pergi dengan Amara. Sekalian supaya dia bisa belajar mengenal para klien saya." Memang itu aturannya. Jika Kevin berhalangan maka Anggi yang akan menemani Galang bertemu dengan klien.
Namun, Anggi akan mengundurkan diri jadi Galang memilih Amara untuk diajak ke pertemuan. Karena nantinya Amaralah yang akan mengurus segala jadwalnya.
_
_
Pertemuan kali ini bertempat di sebuah Hotel yang lokasinya cukup jauh dari kantor Firma Hukum Galang. Jarak yang harus ditempuh sekitar satu jam. Akibat Kevin yang tidak bisa menemani, Galang harus menyetir sendiri mobil kantor yang biasa digunakan untuk pergi.
Di samping Galang ada Amara yang duduk dengan canggung. Perempuan itu sejak tadi memilih diam lantaran tak terbiasa duduk berduaan dengan lelaki asing. Dia menatap ke arah jendela tanpa bersuara sedikit pun sehingga membuat Galang juga merasa bingung.
Waktu pertama kali Galang mengajaknya, sebenarnya Amara ingin menolaknya. Namun, dia tidak berani melakukannya lantaran sadar bahwa ini sudah menjadi bagian dari pekerjaannya.
Berbeda dengan Anggi yang sudah luwes dan tidak sungkan bila berhadapan dengan Galang. Amara masih baru, bahkan pertemuan mereka juga baru kedua kalinya. Wajar jika Amara merasa canggung dan sungkan—pikir Galang.
Namun bukan Galang namanya jika membiarkan suasana ini semakin larut. Basa-basi dia bertanya kepada Amara hanya sekadar untuk mencairkan suasana.
"Ekhm!" Berdeham sekilas lantas bertanya, "Anak kamu perempuan atau laki-laki?"
Entah kenapa pertanyaan itu terlontar dari mulut Galang, padahal dia bisa bertanya hal lain.
Amara terkesiap sesaat dengan pertanyaan tiba-tiba dari Galang. Dia sontak menoleh kemudian menjawab, "Anak saya perempuan, Pak." Buru-buru mengalihkan pandangannya ke depan.
Amara benar-benar kikuk saat ini, sampai tidak sadar menggigiti kuku-kukunya sendiri.
Galang manggut-manggut, lantas melirik Amara yang sedang menggigiti kuku-kukunya. Keningnya seketika mengerut. Tingkah Amara membuat kedua sudut bibir Galang tertarik ke samping.
'Lucu.' Lelaki itu membatin sambil menggelengkan kepala. Amara ini seorang ibu tetapi tingkahnya masih seperti anak kecil.
###
tbc...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 89 Episodes
Comments
Mamah Kekey
lanjut tambah seruu
2023-10-17
0
Katherina Ajawaila
dari pada istri ngk jelas utk punya sekertaris msh muda y kan
2023-09-21
0
Enung Samsiah
seneng deh berasa masih ABG pk galang
2023-09-17
2