Bab 4~

~KASIH

"Ibu!" Kasih merangsek ke pelukan ibunya begitu sosok yang selalu menyayanginya itu tiba di rumah.

Ibunya membalas dekapan Kasih. "Loh, anak ibu udah cantik aja. Udah mandi, udah wangi." Menghirup aroma kayu putih dan bedak wangi khas bayi yang menguar dari tubuh putrinya.

Gadis kecil itu tersenyum di pelukan sang ibu, meski tingginya tak seberapa, dia lantas mendongak guna menatap wajah teduh di depannya ini.

"Tadi kata Bibi, Kasih suruh mandi tepat waktu. Biar nanti pas Ibu pulang, Kasih udah cantik," celotehnya yang mengundang tawa sang ibu.

Ibunya mengulas senyum kemudian membungkukkan badan. "Kasih pinter. Kasih ternyata sudah besar dan penurut. Ibu jadi tenang ninggal Kasih mulai besok." Mengecup pipi sang putri yang langsung di balas kecupan lagi.

"Kasih 'kan anaknya Ibu. Ibu Amara yang paling cantik dan baik. Kasih sayang sama Ibu." Kasih berujar tulus dari hatinya yang terdalam untuk sang ibu yang selama ini sangat menyayanginya.

"Ibu juga sayang sama Kasih. Kasih anak baik dan kuat." Amara lantas menekuk kaki agar tingginya sejajar dengan Kasih. Memeluk tubuh kecil dan kurus itu dengan erat. Mencurahkan segala rasa yang dia miliki hanya untuk putri satu-satunya ini.

Apa pun akan Amara lakukan untuk membahagiakan Kasih dan membuat gadis kecilnya ini supaya selalu tersenyum. Meski dia harus membanting tulang siang dan malam.

"Ra ...." Panggilan Anggi membuat Amara menoleh ke arah Anggi yang sejak tadi berdiri di belakangnya.

Mendengar suara Anggi, Kasih sontak melepas pelukannya. "Tante Anggi!" Dia pun berlari kecil mendekat ke Anggi. "Kasih kira tadi enggak ada orang. Ternyata ada Tante Anggi." Kasih berseru lalu tertawa, memperlihatkan giginya yang ompong.

Anggi pura-pura mencebik seraya mencubit gemas pipi Kasih. "Masa ada bidadari di sini enggak keliatan, sih?" gurau Anggi.

Kasih semakin tergelak. "Bidadari turun dari ojek. Hihihi," ejeknya kemudian.

"Ish! Mulai berani ngatain, ya! Awas nanti enggak tante kasih cokelat," Anggi memicing berpura-pura mengancam Kasih.

"Kata Ibu, Kasih jangan kebanyakan makan cokelat," celetuk Kasih asal yang menyulut pertanyaan Anggi.

"Kenapa enggak boleh?" Anggi mengerutkan keningnya. Menatap intens putri dari sahabatnya ini.

Kasih menyuruh Anggi untuk membungkuk. Anggi pun menuruti perintah Kasih. Bocah berambut panjang itu lantas beringsut maju dan mendekatkan wajahnya di telinga Anggi.

"Soalnya nanti Kasih jadi tambah manis. Hahaha ...." Kasih segera berlari menjauh dari Anggi sambil tertawa terbahak-bahak.

"Kasih?" Anggi ikut tertawa mendengar ucapan receh Kasih. "Anak kamu, Ra. Udah pinter bercanda."

Amara yang sedari tadi menyimak pun tersenyum. Hatinya merasa bahagia melihat Kasih sudah bisa tertawa lagi seperti dulu.

"Aku seneng, Nggi. Liat Kasih bisa ketawa lagi kayak dulu, sebelum dia tahu tentang penyakitnya." Bola mata Amara memanas dan berkaca-kaca. Pikirannya menerawang pada kejadian hari itu. Di mana Kasih divonis menderita kanker.

Anggi hanya bisa menguatkan Amara. "Aku yakin, Kasih itu anak yang kuat, Ra. Dia pasti bisa berjuang melawan penyakitnya," ucapnya seraya menyentuh pundak Amara yang sedang menyeka air matanya.

"Aku juga akan berjuang demi dia. Demi kesembuhan Kasih. Aku sedikit-sedikit udah nabung buat biaya operasinya Kasih." Amara lantas memegang tangan Anggi. "Makasih, ya, Nggi. Kamu udah mau bantu aku dengan ngasih pekerjaan ini buat aku. Kalo enggak aku bingung harus nyari tambahan dari mana lagi."

"Iya. Sama-sama." Anggi mengangguk lantas balas menggenggam tangan Amara. "Kita akan berjuang sama-sama buat Kasih."

Amara tak kuasa menahan air mata lantaran ucapan Anggi. Sahabatnya ini selalu ada untuknya. Membantunya kapan saja dan tak pernah putus memberi dukungan.

"Udah jangan nangis. Malu diliat Kasih." Anggi menyeka air mata Amara yang sontak tersenyum mendengar penuturannya.

"Kamu duduk dulu. Aku buatin minum sama ambil cemilan dulu." Amara menuntun Anggi ke ruang tamu dan menyuruhnya duduk.

Anggi menurut dan menunggu di sana. Sementara Amara masuk ke kamarnya sebentar untuk berganti baju. Kemudian dia keluar dan segera menuju dapur untuk membuatkan minum.

***

Beberapa saat kemudian Amara keluar dengan sebuah nampan di tangan.

"Minumnya, Nggi. Adanya cuma teh sama biskuit." Amara meletakkan bawaannya di atas meja.

"Enggak apa-apa, Ra. Santai aja. Kayak sama siapa aja." Anggi langsung mengambil gelas berisikan teh manis hangat itu dan meminumnya.

Amara lantas duduk di samping Anggi. "Mana catatan jadwal Pak Galang? Biar aku pelajari," pintanya sembari menengadahkan telapak tangan di depan Anggi.

"Bentar." Anggi merogoh tas kerjanya lalu mengeluarkan buku dan menyerahkannya kepada Amara. "Nih. Tolong dibaca dan dipelajari, ya, Ra? Aku yakin kamu pasti bisa. Gampang, kok! Paling cuma hapalin beberapa aja yang penting. Itu udah aku tandain. Mana yang penting sama yang enggak begitu penting," papar Anggi menjelaskan semuanya kepada Amara.

Sedang yang diberi tahu langsung mengangguk. "Siap. Nanti malem aku baca dan coba pelajari." Amara meletakkan buku pemberian Anggi di atas meja. "Pak Galang keliatannya baik, ya, Nggi. Beliau juga ramah. Enggak arogan dan kaku," ujar Amara.

"Banget, Ra. Beliau baiknya kebangetan. Sabar terus enggak pelit. Pokoknya oke, deh! Aku aja kalo enggak terpaksa sebenernya sayang keluar dari kerjaan ini. Gajinya soalnya lumayan gede." Anggi nampak antusias menceritakan tentang bosnya itu.

"Tapi sayangnya ..." Anggi ingin melanjutkan ucapannya namun diurungkan.

"Sayangnya kenapa?" Amara mengerutkan kening, penasaran dengan kelanjutan cerita Anggi.

Anggi menghela napas panjang sebelum menjawab Amara. "Sayangnya dia belum punya anak. Padahal udah nikah lama. Udah empat tahun pokoknya." Anggi mencomot biskuit lalu menggigitnya.

Amara cuma manggut-manggut. Pantas saja wajah atasannya itu sudah sangat dewasa bahkan terbilang sudah pantas jika memilik tiga anak. Dia memilih tidak melanjutkan pertanyaan yang hanya akan mengorek informasi lebih lanjut lagi.

Amara pikir tidak begitu pantas bila dirinya terlalu kepo dengan permasalahan orang lain. Masalahnya saja sudah sangat berat, jika ditambah memikirkan masalah orang lain mungkin otaknya tidak akan kuat.

"Kasih ke mana? Kok, enggak keliatan?" Pertanyaan Anggi membuyarkan lamunan Amara. Gadis itu menguyah biskuit berbentuk bulat tersebut sambil sesekali menyesap teh.

"Kasih lagi belajar di kamarnya sama Bibi," sahut Amara.

"Kenapa enggak disekolahin lagi aja, Ra?"

"Nanti dulu, Nggi. Tunggu Kasih bener-bener sembuh dulu. Soalnya kata Dokter dia enggak boleh kecapekan. Aku takut Kasih kolaps lagi."

"Bener juga, sih." Anggi melipat bibir seraya manggut-manggut. "Tapi aku salut sama Kasih, meski dia sakit tapi semangatnya buat belajar masih ada."

"Iya. Aku sebenernya juga enggak tega kalo nolak kemauannya yang minta sekolah lagi."

Dulu Kasih sempat bersekolah seperti anak pada umumnya. Amara bahkan menyekolahkannya ketika Kasih berusia 3tahun. Mulai dari Play Group, Taman Kanak-kanak, dan Sekolah Dasar.

Namun, sekolah Kasih harus terhenti ketika vonis kanker menyerangnya. Yah, Kasih mengidap kanker darah stadium dua diusianya yang masih sangat kecil. Keceriaan dan kebahagiaan sempat menjauhinya kala bocah tak berdosa itu tahu akan penyakitnya. Kasih menjadi anak yang pendiam dan tertutup kala itu. Menangis sudah menjadi kebiasaannya sehari-hari ketika rasa sakit tiba-tiba muncul di seluruh persendian ototnya.

Kasih akan menangis dan meraung-raung hingga membuat Amara menjadi hampir gila dan pasrah. Ibu mana yang tega melihat anaknya menangis menahan sakit hampir setiap hari. Di dalam kesendiriannya, Amara sempat berpikir ingin mengakhiri hidupnya saja dan membiarkan Kasih dengan penyakitnya.

Namun, Amara tidak setega dan sepicik itu. Bagaimana pun, Kasih adalah anak yang dititipkan Tuhan kepadanya. Baik dalam keadaan sehat mau pun sakit, Amara tetap harus menjaga dan menyayangi Kasih. Apalagi saat ini kondisi putrinya yang sedang diuji dengan penyakit mematikan.

Kapan pun Tuhan bisa saja mengambil Kasih. Akan tetapi, Amara tidak ingin jika hal tersebut sampai terjadi. Amara ingin melihat Kasih tumbuh menjadi gadis dewasa yang kembali sehat dan ceria. Oleh sebab itu, Amara mulai mencari pekerjaan tambahan untuk biaya pengobatan Kasih yang terbilang sangat mahal.

###

tbc...

Terpopuler

Comments

Dewa Dewi

Dewa Dewi

😁😁😁😁😁

2023-11-15

0

Mamah Kekey

Mamah Kekey

terharu...

2023-10-17

0

Katherina Ajawaila

Katherina Ajawaila

ya ampun thour sedih amat br baca segelintir udh harus kaget aja

2023-09-21

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!