Part 18

Brakk...!!

Pintu sidang terbuka dengan lebar, di saat detik terakhir seseorang masuk dengan gaya kerennya. Banyak mata yang menatapnya dengan bingung, meski begitu itu tidak membuat orang ini merasa malu setelah masuk dan membuat semuanya terkejut.

Tatapan dari orang-orang yang ada disana berbeda-beda. Dan yang lebih dominan adalah terkejut. ''Siapa kau?'' Tanya hakim, orang itu memberi hormat. ''Perkenalkan, saya pengacara nona Laurinda. Nadine Xavier.....'' Ujar Nadine dengan hormat lalu berjalan ke sebelah Laurinda yang masih tertunduk.

''Hey! Kau tidak bersalah jadi angkat kepalamu! Jika orang-orang melihat ini maka mereka akan salah paham. Kita buat orang yang bersalah yang menundukkan kepalanya.'' Ujar Nadine, Laurinda mulai mendongak. Gadis itu bangkit lalu memeluk Nadine.

''Nama anda tidak tertera sebagai pengacara nona Laurinda.'' Ujar hakim, beliau memeriksa nama pengacara Laurinda sebelumnya. ''Saya adalah pengganti pengacara tersebut, jika tidak percaya maka anda bisa menghubunginya langsung.'' Ujar Nadine menantang.

Aurora terlihat marah, namun masih bisa ia kendalikan. ''Baiklah, silahkan duduk. Sidang akan dimulai.'' Setelah palu di ketok, sumpah mulai di baca oleh terdakwa dan korban. Kini suasana menjadi semakin menegangkan.

Termasuk Ivander yang tadinya tersenyum kini menatap ragu pada Nadine yang sedang menyerahkan bukti pada hakim. Di ikuti oleh jaksa yang membela Ivander. Saksi-saksi mulai berdatangan dan itu semua seharusnya tidak terjadi.

Aurora sudah membayar mahal agar para korban adiknya tidak datang. Nadine terlihat menyeringai menatap Aurora.

Persidangan di mulai dengan penuntut dari Nadine. Dengan lihainya gadis itu bicara hingga membuat jaksa yang menangani kasus ini tersudut kan. ''Bukankah pemukulan terhadap pasangan termasuk pelecehan seksual? Terlebih lagi mereka belum menikah.'' Ujar Nadine yang kini terlihat berjalan ke arah Ivander.

''Itu hanya sebuah dugaan dan anda tidak bisa menganggap itu sebuah fakta.'' Ujar Jaksa tegas, mereka saling berhadapan. ''Dugaan? Putarkan bukti yang saya bawa.'' Ujar Nadine tanpa melirik sedikit pun dan masih menatap jaksa.

''Angkatan tahun berapa anda, sudah berani untuk mentang saya?'' Bisik jaksa itu di depan Nadine, gadis itu tersenyum remeh lalu berjalan menunjuk ke arah layar. ''Di rumah sakit besar kota ini, nona Laurinda di bawa ke rumah sakit oleh tuan Ivander sendiri. Dan itu setelah melakukan kekerasan. Kenapa? Agar nona Laurinda percaya bahwa tuan Ivander hanya emosi sesaat. Namun, mengapa?!! Emosi sesaat itu selalu terjadi." Ujar tegas Nadine menatap tajam pada Ivander.

"Apakah emosi itu terjadi dengan sendirinya? Tidak, jika tidak ada pemicu maka emosi itu tidak akan ada. Tuan Ivander emosi karena nona Laurinda menyembunyikan kehamilannya dan berselingkuh dengan temannya." Ujar jaksa mengeluarkan kartu As yang memang harus ia keluarkan untuk mendorong Laurinda.

"Itu tidak benar!! Mereka berbohong!!" Sarkas Laurinda yang merasa di fitnah. "Mohon untuk diam korban." Ujar hakim menengahi, Laurinda yang tadi sempat berdiri kini duduk dengan rasa benci.

Nadine yang tadi hanya bermain-main kini menjadi kesal. Gadis itu memutar bola matanya malas lalu mengikuti arah pandang jaksa itu yang menatap layar. ''Ini bukti perselingkuhan mereka dan surat dari dokter bahwa nona Laurinda hamil dan berselingkuh.'' Ujar Jaksa merasa menang karena Nadine tidak punya bukti lain.

Tadi jaksa itu sudah melihat semua bukti-bukti yang Nadine serahkan jadi dia sudah menyiapkan serangan akhir. Persidangan ini hanya satu hari dan akan di putuskan hari ini.

Nadine melipat kedua tangannya di dada, Laurinda dan yang lain sudah harap-harap cemas. Tidak ada bukti yang membantah tuduhan jaksa itu karena memang tidak mereka pikirkan bahwa Ivander akan sejauh ini.

''Bagaiman pengacara? Ada bantahan untuk tuduhan yang di layangkan oleh jaksa?'' Tanya hakim, Nadine sudah tau bahwa hakim ini adalah salah satu kenalan dari Aurora. ''Apa putusan pidana ini hanya akan di ambil oleh anda?'' Tanya Nadine mengalihkan pembicaraan.

''Benar, Jika anda memiliki bukti yang akurat maka tuduhan itu bisa di bantah.'' Ujar hakim, Nadine berjalan mendekat ke arah hakim lalu berbisik. ''Saya tau anda akan berbuat curang dengan bukti yang akan saya berikan. Jadi, untuk memastikan bukti itu tersampaikan dengan benar maka saya memberikan ini.'' Nadine menyerahkan beberapa lembar foto untuk hakim di depannya yang memiliki keputusan penting.

Hakim terlihat panik dan menyembunyikan foto itu dari hakim yang lain. Itu adalah foto dirinya yang menerima uang dari Aurora sehari sebelum persidangan.

Nadine menyerahkan bukti yang lain pada petugas bukti. Tanpa di bantah oleh hakim. Sebuah Vidio di putar dan itu membuat semuanya terkejut. Kejadian yang terjadi di mension ternyata di rekam oleh Nadine secara diam-diam.

''Rekaman ini bukan bukti ilegal karena saya sendiri yang menyaksikan pelecehan yang terjadi pada klien saya. Tidak hanya saya, nona Anindira dan kakaknya juga menyaksikan itu.'' Ujar Nadine, jaksa itu tak bisa berkutik.

Mulutnya yang tadi terus mencecar Laurinda dengan pedasnya kini bungkam tak bisa mengeluarkan suara. Media mulai menyorot semuanya, dari awal hingga akhir. Hakim mulai berunding saat jaksa tidak bisa menjawab.

Hingga petang, sidang akan berakhir. Hakim sudah mengambil keputusan. ''Tuntutan korban di terima, terdakwa di nyatakan bersalah dan akan mendapatkan hukuman penjara selama sembilan tahun penjara.'' Ujar hakim tegas.

Tok ..Tok...tok

Semua telah berakhir untuk Ivander, pria itu di seret oleh petugas. Laurinda tersenyum senang, keadilan yang sudah ia tunggu-tunggu kini ia dapatkan. Saat Hakim meninggalkan ruangan, semuanya membubarkan diri.

Laurinda hendak berterima kasih pada Nadine namun saat menoleh gadis itu sudah tidak ada di sebelahnya melainkan menghampiri Aurora yang hendak pergi. ''Ups....Apa kekalahan ini membuat seorang Aurora menunduk?'' Tanya Nadine dengan melipat tangannya di depan dada, wajah angkuh Aurora masih tetap ia pertahankan.

''Apa uang yang aku kirim kurang?'' Tanya Aurora dengan wajah merendahkan. ''Uang? Bukankah itu memang hak ku yang sempat direnggut dengan tidak adil?'' Ucap Nadine bertanya balik.

Aurora berjalan hingga berdiri di depan Nadine. ''Kau mencari musuh yang salah Nadine...Semoga nanti kau tidak menyesali perbuatan mu...'' Ujar Aurora lalu keluar dari sana dengan langkah panjangnya.

''Hati-hati saat berjalan ya nona!! Agar kakimu tak tersandung nantinya.'' Ujar Nadine sembari melambaikan tangan. Nadine menatap ke arah orang yang sedang menatapnya.

William dan Anindira tanpa sadar menunjukkan kedua jempolnya memberikan apresiasi. Bahkan wajah mereka menatap takjub Nadine yang terlihat keren. Nadine menatap pria yang masih mematung menatapnya.

Justin, putra Chalondra yang baik dan penyayang. Entah kenapa pria baik ini harus terjebak di belenggu yang Brian buat. Justin hanya mempercayai apapun yang Brian ucapkan. Karena kepercayaannya yang antara bodoh atau polos yang kadang membuatku merasa kasihan padanya. Batin Nadine.

''Kejutan!!! Selamat dat_?" Ucapan Nadine terhenti karena Justin memeluknya erat. "Hey!! Kakak....Le-lepas! Kau hampir membunuhku!!" Sentak Nadine namun Justin seakan tuli meski suara Nadine memekakkan telinga.

Bersambung.....

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!