Part 11

''Saat itu....Aku tidak tau pasti karena aku kehilangan ingatan sebagian. Itu yang di katakan dokter.'' Ujar Zahra yang kini menangis semakin kencang dan memeluk Nadine. Jika ada yang bertanya tentang keluarganya maka Zahra akan seperti ini.

''Hiks....Aku tidak yakin....Karena saat kecelakaan itu terjadi, aku juga bersama mereka. Hiks...Aku ti-tidak ingat. Kakak bilang saat kecelakaan terjadi, hanya aku yang terlempar ke tanah dan mobil yang di kemudikan papa meledak. Aaaa....'' Tangis Zahra, Nadine mengusap pelan punggung gadis kecil itu agar berhenti menangis.

''Zah_ Ada apa? Kau apakan zahra? Kenapa dia menangis?'' Tanya Anindira seakan menuntut, gadis itu sudah menerka bahwa Nadine yang membuat Zahra menangis.

Nadine tidak menyahut lalu menegakkan tubuh Zahra. Nadine mengusap lembut air mata gadis itu. ''Zahra, kau tau kenapa namamu Zahra?'' Tanya Nadine tersenyum untuk pertama kalinya. Anindira bahkan sampai tidak percaya akan hal itu.

Zahra menggeleng. ''Namamu Zahra karena ibu Tyaga yang bernama Zahra. Tante Zahra dulu adalah gadis yang ceria dan kuat. Tante sangat kuat akan menghadapi kehidupan, jadi kamu harus kuat seperti Tante Zahra.'' Ucap Nadine lembut, Zahra mengangguk lalu dalam sekejam ia terdiam menatap Nadine. Zahra sudah tau bahwa papanya menikah dua kali dan istri pertamanya adalah mama Tyaga.

''Hey adik kecil! Kenapa kau menangis? Apa kau tau kenapa namamu Zahra?'' Ucap seorang anak kecil yang sangat cantik, gadis itu berkacak pinggang karena melihat Zahra kecil menangis.

''Tidak, hiks...Memangnya apa artinya....hiks..'' Gadis itu menghentikan tangisnya dan menatap polos gadis berambut panjang dan cantik itu.

''Namamu Zahra karena ibu kak Tyaga yang bernama Zahra. Tante Zahra dulu adalah gadis yang ceria dan kuat. Tante sangat kuat akan menghadapi kehidupan, jadi kamu harus kuat seperti Tante Zahra. Jangan cengeng!" Jelas anak itu sembari menepuk pelan kepala Zahra.

Ingatan itu terlintas dengan sendirinya. Bak film di bioskop. Zahra membulatkan matanya, gadis yang berbeda dan ucapan yang sama. Zahra sangat mengenal sifat gadis yang dulu sangat ia segani itu. ''Kakak.....'' Ucap Zahra dengan tersenyum, kakak yang selama ini ia nantikan tanpa tahu kapan akan pulang.

Kakak yang tidak ia ketahui kenapa dan dengan alasan apa ia pergi. Kakak yang sama, yang selalu terlihat dingin namun sangat menyayanginya. ''Kakak.....'' Ucap Zahra lagi tanpa tau apa yang ingin ia bicarakan.

Grep....

Zahra memeluk erat tubuh Nadine, ia sangat bahagia akan kembali nya Nadine. Anindira hanya bisa di selimuti rasa penasarannya. Nadine tersenyum dan memeluknya erat. Ada rasa bahagia saat dirinya tidak harus membohongi orang yang ia sayang.

Nadine tanpa sadar menggunakan senjata yang ia biasa gunakan saat Zahra menangis di hadapannya. Meski sedikit menyesal karena kebiasaan itu namun, Nadine lega karena bisa bertidak bebas tanpa harus menutupi apapun dari Zahra.

''Jangan cengeng...'' Ledek Nadine, Zahra hanya terkekeh lucu. ''Jangan biarkan orang lain tau ya, ini rahasia. Jika kau mengatakannya maka aku bisa saja tidak akan disini lagi.'' Bisik pelan Nadine agar yang mendengar itu hanya Zahra.

Gadis itu mengangguk patuh. ''Apa yang terjadi? Apa ada yang bisa menjelaskan?'' Tanya Anindira seperti orang bodoh. ''Sudah sana kuliah, detektif gila ini yang akan mengantarmu.'' Ujar Nadine lalu mengelus pelan rambut Zahra.

''Hmm...Ayo kak, aku tidak apa. Kau jangan khawatir.'' Ucap Zahra lalu menggandeng Anindira yang masih tidak percaya bahwa mereka tidak menyembunyikan sesuatu.

Mereka berdua pergi dengan mobil Anindira, Nadine yang hendak berlalu pergi kini menatap mobil yang terparkir di depan gedung. Rasa kesal sedikit terbesit dalam hatinya. ''Gadis bodoh, masih saja mau di kelabui.'' Celetuk Nadine lalu menatap ke arah lantai tiga dimana Laurinda tinggal.

Karena kesal terus di awasi dan di buntuti, Nadine berjalan ke arah kamera yang ada di tiang listrik di depan gedung. Sejak awal ia tau di awasi tapi masih menguji namun melihat mobil itu membuat Nadine bertambah kesal. Tangannya dengan sigap mengambil batu besar dengan satu tangan.

Nadine sedikit meregangkan otot lengannya lalu dengan sekali lemparan, benda itu pecah dan jatuh.

Prang ....

Kamera itu pecah dan tak bisa berfungsi, sedangkan Nadine sudah berlari entah kemana. Bahkan mobil yang membuntutinya tidak bisa mengejar.

***

Di sebuah gedung pencakar langit, di salah satu ruangan yang sangat luar dan banyak sekali komputer yang memonitor seluruh wilayah. ''Sial! Berani sekali gadis itu!" Umpat Aurora kesal, kamera pengawas itu terlihat kabur dan buram.

"Halo apa kau bisa membuntutinya!??" Tanya Aurora. "Tidak nona!" Sahut orang yang ada di seberang sana. "Tidak berguna! Jangan kembali sebelum kau menemukannya!!" Teriak Aurora dengan wajah marah. Tak ada yang berani berkutik di ruangan itu.

Sebelum menjawab, panggilan itu sudah di putuskan. "Retas semua cctv yang ada di lingkungan itu!" Sarkas Aurora menunjuk pada wanita yang sedang duduk di hadapan layar besar. "Baik..." Sahut gadis itu menurut lalu dengan cepat ia bisa meretasnya.

"Nona, sepertinya gadis itu tidak melewati cctv. Tidak ada gadis itu di kamera pengawas." Ucapnya sembari menekan cepat keyboard di depannya. "Argh! Awas saja gadis itu melakukan sesuatu. Akan ku habisi dia detik itu juga." Aurora lalu teringat akan mobil yang Nadine lihat hingga membuatnya merusak cctv.

"Bukankah itu mobil Ivander?" Tanya Aurora dengan cepat, gadis yang di tanya mengangguk. "Panggil dia kemari! Sudah ku minta untuk tetap bernafas saja tapi dia malah menemui gadis itu. Akan ku beri dia pelajaran yang pantas hari ini." Ucap Aurora dengan aura menakutkan.

Gadis yang di depan hanya bisa meneguk Salivanya dengan susah payah. "Awasi semuanya, jika terlihat gadis itu maka cepat kirimkan orang untuk mengikutinya." Titah Aurora yang berlalu dari sana.

Keluar dari ruangan besar itu, yang ibarat dua lantai menjadi satu. Aurora berjalan menuju ruangannya yang ada di lantai atas.

Pintu terbuka dengan sendirinya, Aurora masuk dan melihat sudah ada gadis yang ia tunggu-tunggu datang. "Bagaimana? Kau nyaman dengan liburan mu?" Tanya Aurora pada gadis yang terlihat tersenyum.

Gadis dengan perawakan yang pendek, wajahnya yang tirus lalu rambut yang bergelombang ia ikat satu tinggi. "Iya nona, saya sangat berterima kasih akan liburan yang anda berikan." Ujar nya dengan sopan dan tetap tersenyum.

"Baiklah, sekarang waktunya kau mulai bekerja. Sama seperti waktu kau mengatasi proyek di Eropa maka atasi juga proyek mall di sini. Maka akan aku biarkan kau berlibur dan bertemu dengan wanita itu." Ujar Aurora, gadis itu terlihat kembali antusias.

Tapi anehnya, apa semudah itu untuk bertemu wanita yang ia ingin temui? Tidak ada kah syarat lain? Pikir gadis itu. "Satu lagi, kau harus menangani satu gadis nakal untukku." Ucap Aurora dengan tersenyum penuh misteri.

"Baik nona... Kalau begitu saya permisi." Ujar gadis itu yang sudah berdiri di ambang pintu. Tebakannya memang tepat, di saat ia di berikan kesempatan liburan maka ada hal lain yang tersembunyi di dalamnya. Sama halnya saat ia di berikan liburan kemarin, ternyata ia harus mengawasi adiknya dan mengatasi masalah di Eropa sana.

"Tunggu Delisha...." Ucap Aurora yang menghentikan gadis itu membuka pintu. Gadis kecil yang dulu kini sudah menjadi gadis yang sangat cantik dan cekatan dalam banyak hal. Karena itu tuntutan hidupnya.

"Jangan lupa berikan hukuman untuk Ivander karena sudah berani mengacaukan rencana ku. Bocah itu akan segera kemari." Titah Aurora, Delisha sudah tau hukuman apa yang di maksud oleh wanita kejam di depannya ini.

"Baik nona.."

Bersambung...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!