Part 17

Di dalam rumah, Vijendra panik dan khawatir. Sedari tadi, Laurinda tidak kembali kerumah dan ponselnya tidak bisa di hubungi. Pikiran buruk terus menerus hinggap. ''Sial! Kemana kamu dik....Jangan sampai kamu mengambil keputusan yang salah.'' Ujar Vijendra.

Pria itu kembali hendak keluar rumah dan mencari adiknya.

Tit...tit...tit...

Tombol kunci pintu terdengar berbunyi, Vijendra menghampiri pintu. Saat pintu terbuka, Laurinda terlihat masuk dengan wajah pucat. ''Laurinda!!!'' Teriak Vijendra yang kesal sekaligus senang karena adiknya kembali dengan utuh.

''Aku tidak mau mati kak, aku tidak mau mengorbankan hidupku yang berharga. Aa....'' Laurinda menangis di pelukan kakaknya, Vijendra mengangguk.

''Benar, hidupmu sangat berharga. Tak seharusnya kau mengorbankan hidupmu. Terima kasih karena sudah mau menjalani hidup adik, aku sudah mendapatkan pengacara untukmu. Tuan muda mengirimkannya untuk kita. Kita bisa menuntut pria itu.'' Ujar Vijendra memberitahu.

Laurinda melepaskan pelukannya dan menatap kakaknya dengan tersenyum. ''Sungguh? Kita bisa menuntutnya?'' Tanya Laurinda tak percaya, Vijendra mengangguk.

Tok...Tok...tok...

Suara ketukan pintu membuat mereka mengalihkan pandangannya. Laurinda membuka pintu dan menatap gadis yang tengah berdiri di hadapannya dengan ngos-ngosan.

''Hah...Hah....'' Hanya nafas naik turun yang terdengar, Laurinda menepuk pundak Anindira agar tenang. ''Katakan saat kau sudah tenang.'' Ujar Laurinda sedikit menyunggingkan senyumnya karena melihat Anindira yang masih mencoba menarik nafasnya pelan.

''Lihat berita sekarang!!'' Teriak Anindira menunjuk televisi di ruang tengah yang terlihat dari depan. Laurinda masih bingung namun Vijendra bergegas mengambil remote dan menyalakan televisi.

''Berita mengejutkan malam ini, putra bungsu dari Brian Alfa di katakan melakukan kekerasan dalam berpacaran dan melecehkan beberapa wanita yang pernah ia kencani. Salah satu korbannya berinisial L, melangsir dari informasi seorang anonim. Berita tersebut.....''

Laurinda yang melihat dan mendengar berita itu terlihat senang. Kasus yang akan di ajukan kemungkinan akan lebih mudah dari sebelumnya. ''Kakak akan mengajukan kasus ini besok, kita akan menghukum pria itu.'' Ujar Vijendra kembali memeluk adiknya.

''Benar, akan aku cari gadis-gadis yang di lecehkan itu dan menjadikan mereka saksi. Selamat Laurinda! Kau akan mendapatkan keadilan...'' Ujar Anindira bersemangat, meski ia masih memikirkan pak kepala yang tiba-tiba menghilangkan tanpa jejak. Kini Ia bahagia untuk kebahagiaan Laurinda.

''Tapi siapa anonim itu?'' Tanya Laurinda yang kini melerai pelukannya dan menatap televisi yang terus memberitakan Ivander. ''Mungkin salah satu korban dari pria itu.'' Ujar Vijendra menggunakan logika nya, jika bukan salah satu korban siapa lagi? Martabat Ivander selalu menutupi kesalahannya, pasti korban itu sudah muak dengan Ivander yang selalu bahagia di atas penderitaan orang-orang.

***

Satu bulan berjalan begitu cepat, kasus Laurinda hari ini akan di sidangkan. Gadis itu sudah membawa kakaknya dan Anindira, tak lupa juga pria yang selalu bersama Anindira, William.

Gadis itu sudah duduk di kursi korban sendirian. Tangannya sibuk mer*m@s jemarinya yang dingin. Sudah 15 menit berlalu dan pengacara yang memegang semua bukti belum juga datang. Hakim sudah duduk di sana dan masih membiarkan Laurinda menunggu pengacaranya.

Ivander di kursi terdakwa terlihat menyunggingkan senyumnya. Ini adalah rencana Aurora memberikan pengacara yang putra Chalondra minta untuk mengambil semua bukti yang memberatkannya. Jika pengacara Laurinda tidak ada maka Laurinda akan di nyatakan bersalah karena merusak reputasi Ivander.

Di saat yang menegangkan untuk Laurinda, Aurora juga datang menghadiri sidang bersama dengan saudara tirinya. Putra Chalondra duduk di sebelah Vijendra yang terlihat mengotak-atik telepon genggamnya. ''Ada apa? Kenapa sidang belum dimulai? Dimana pengacaranya?'' Tanya pria itu juga terlihat panik.

Ia memang membantu Vijendra untuk melawan adik tirinya Karena memang Ivander bersalah. Ia menyaksikan sendiri Ivander menendang Laurinda. ''Pengacaranya belum datang tuan muda, teleponnya tidak bisa di hubungi.'' Ujar Vijendra dengan mencoba terus-menerus menelpon pengacara itu.

''Bagaimana ini? Apa sidangnya bisa di tunda?'' Tanya William pada Anindira, gadis itu juga menunjukan raut wajah khawatir. ''Jika pengacara itu tidak datang, maka sudah bisa di pastikan Laurinda akan kalah dalam sidang ini.'' Ujar Anindira, mata gadis itu juga menatap para wartawan yang tiba-tiba datang dan memenuhi kursi bahkan, ada yang berdiri untuk mengambil foto dan Vidio karena ini adalah momen menegangkan.

Banyak orang yang berbisik karena pengacara itu tidak datang. Menuding Laurinda sebagai orang yang ingin panjat sosial. Memang begitulah Masyarakat jika sudah diracuni oleh pikiran buruk mereka. Dengan tak punya hati akan menunjuk salah orang yang di anggap salah, meski seberapa besar kebenaran yang di tunjukkan.

''Rencanamu berhasil kak...Terima kasih....'' Ucap Ivander pada Aurora yang terlihat tersenyum angkuh. ''Tidak ada rencana yang gagal dalam kamus Aurora.'' Ucap sombong gadis itu sembari menatap Laurinda dengan mata elangnya.

Gadis yang di tatap hanya merasa takut dan terus memainkan jemarinya yang sudah basah karena keringat dingin. Detik demi detik semakin membuat Laurinda susah bernafas, di tambah lagi tatapan jijik dari para wartawan.

''Dimana pengacara anda nona Laurinda?'' Tanya hakim pada Laurinda. Gadis itu mendongak dan menatap hakim yang duduk jauh darinya. ''Bisa berikan waktunya sebentar lagi? Dia sedang dalam perjalan kemari.'' Ujar Laurinda memelas, dirinya hanya ingin mengulur waktu sembari kakaknya yang terus menghubungi pengacaranya.

''Baiklah, saya beri waktu 5 menit. Jika sampai pengacara anda tidak datang maka sidang ini akan di menangkan oleh tuan Ivander.'' Ujar hakim yang kini sudah memasang timer di layar yang biasanya untuk menunjukan bukti.

Laurinda menatap kakaknya dengan tatapan sendu, apa benar dirinya akan berakhir menyedihkan? Vijendra berusaha meyakinkan adiknya meski dirinya sendiri belum yakin. ''Bukankah ini jebakan dari Aurora? Pengacara itu pasti kabur saat mendapatkan bukti dari Laurinda.'' Bisik William bicara tanpa di saring, Pria yang di depannya kini mendelik kesal.

''Mereka tidak seperti itu! Aurora selalu menjaga kebenaran dalam dirinya! Kalian jangan asal bicara!'' Ujar Pria itu kesal, sepertinya pikiran pria itu sudah di pengaruhi oleh Aurora.

William melipat bibirnya, mendengar ucapan pria itu membuat William bungkam. Dirinya memang cenderung orang yang suka ceplas-ceplos dengan kenyataan yang ia lihat. Namun, jika masalah perasaannya pada Anindira sangat sulit untuk di ungkapkan.

''Bagaimana jika kita cari pengacara lain? Apa mungkin?'' Tanya Anindira mengusulkan idenya. ''Aku akan panggilkan salah satu pengacara perusahaan.'' Ujar pria itu.

''Tidak tuan muda, meski kita mendapatkan pengacaranya. Bukti kami sudah di bawa kabur oleh pengacara sebelumnya. Tetap saja kita akan kalah.'' Ujar Vijendra, pria itu menunduk merasa bersalah. ''Maaf, aku hanya membuatmu susah.'' Ujar Pria itu terus menunduk, Vijendra bergeming.

Pria itu memang bersalah namun dirinya tidak ingin mengatakan secara langsung. Untung saja ibunya tidak bisa pulang karena beberapa pekerjaan, jadi beliau belum tau bahwa Laurinda mengalami semua ini. Jika ibunya tau maka sudah bisa di pastikan bahwa ibunya akan pingsan saat ini juga.

Tersisa 30 detik lagi, Laurinda kini sudah menundukkan kepalanya yang terasa berat untuk di angkat. Detik kekalahannya yang sudah di depan mata.

Tik ..Tikk....Tik... Satu detik lagi.

Brakk....!!

Bersambung......

Terpopuler

Comments

Cahaya Hayati

Cahaya Hayati

Jagan kasi menang Arora perempuan iblis itu Thor 🙄🙄🙄

2022-07-02

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!