Part 6

Di kediaman Richards, seluruh keluar sudah berkumpul. Menunggu sang papa untuk datang ke meja makan, putra Brian bertanya mengisi suasana senggang. ''Kak, apa kau sudah menemukan gadis itu? Apa dia cantik?'' Tanya putra bungsu Brian, Ivander.

''Apa kamu ingin di kubur hidup-hidup hari ini?'' Tanya ketus Aurora dengan mata bagai pisau. Ivander hanya bisa menelan Saliva nya kasar. ''Bukan begitu kak, aku kan hanya bertanya. Siapa tau aku bisa membantumu..'' Kata ivander yang masih tidak mengerti bahwa, ia sangat berisik.

''Cukup hidup dan bernafas saja sudah membantu. Satu hal lagi, jangan kau buat masalah seperti malam itu. Jika aku tidak mengetahui lebih dulu maka media sudah mengguncang papa.'' Kata sinis Aurora yang seakan mengatakan kalau adiknya itu tidak berguna.

''Sudah-sudah jangan ribut, kamu tidak boleh kasar pada adikmu Aurora.'' Ujar mama mereka dengan sedikit takut akan tatapan Aurora. ''Apa mama sudah bosan dengan nama Chalondra? Apa perlu aku buat mama mengganti nama?'' Tanya Aurora yang sungguh menusuk hati.

Wanita itu terdiam, tidak ada yang sanggup melawan putri mereka jika sudah menyangkut keluarga. Belen, wanita itu sebenarnya bernama Belen namun ia menggunakan nama Chalondra untuk memenuhi segala kebutuhannya.

Ia sadar hanya sebuah bayangan Chalondra, dengan nama Chalondra maka ia bisa menghamburkan banyak uang tanpa kekurangan sedikitpun.

Saat Brian datang, semuanya berdiri dan menunduk kecuali Aurora. Brian duduk di susul oleh yang lain. Wajah senang dari Brian terlihat sangat jelas. ''Selamat putriku! Kamu adalah aset berharga papa, kamu yang terbaik.'' Ujar Brian bangga pada putrinya.

''Tentu, apapun yang berbau tantangan tidak akan pernah aku lewatkan.'' Ujar Aurora sombong, dirinya memang sangat menyukai tantangan. Nadine contohnya.

''Apa yang papa bicarakan? Apa yang sudah di lakukan kakak hingga papa menatap bangga dirinya?'' Tanya Ivander heran, memang dirinya sudah tau bahwa kakaknya hebat. Hanya saja jika dia bertanya maka ia pasti akan ke cipratan uangnya juga.

''Kakakmu berhasil membeli tanah yang akan di bangun mall. Awalnya tanah itu di miliki oleh seorang kakek yang sangat keras kepala, entah bagaimana tapi putriku sangat bisa di andalkan.'' Puji Brian lagi, Aurora terlihat bahagia atas pujian itu.

''Apa rahasia nya kak?'' Tanya Ivander penasaran, Aurora menatap Ivander dengan tatapan yang tak bisa di artikan. ''Kematian....''

''Uhuk....'' Belen tersedak air liurnya sendiri, mendengar putrinya bicara tanpa bergetar sedikit pun. Sedangkan Brian hanya terkekeh menganggap itu hanya sebuah candaan. Ivander yang tidak paham hanya bisa tertawa kaku. ''Bi.....! Bawa anggur itu, kita akan berpesta pagi ini.'' Ujar Brian pada BI Nani yang sudah memegang anggur yang di minta.

Saat akan menuangkan anggur itu pada Aurora, gadis itu berbisik. ''Jaga dia bi, jangan biarkan dia ikut campur. Atau nasibnya akan sama seperti orangtuanya.'' Bisik Aurora yang hanya bisa di dengar oleh BI Nani. Tangan pelayan itu bergetar lalu kembali menuangkan anggur dengan berusaha tenang.

BI Nani sangat tau pasti bahwa ucapan Aurora sangat tidak main-main. Meski begitu, bi Nani tidak bisa membiarkan pengorbanan nyonya dan tuannya sia-sia.

''Cherrs...''

***

Siang harinya, Nadine keluar menuruni tangga dengan cepat. Gadis itu menggunakan jaket tebal untuk menutupi diri bila ada penjaga yang mencarinya. Sayangnya, saat akan keluar gedung. Nadine di hadang 5 orang bertubuh kekar dan tinggi.

"Hey nona, kau mau kemana? Kau tidak di izinkan keluar.'' Ujar salah satu penjaga dengan kuncir panjang di belakangnya. ''Siapa kalian? Aku tidak ingin berdebat.'' Ujar Nadine yang sudah bisa menebak pria ini suruhan Brian.

''Kami sudah bicara dengan baik-baik ya nona.'' Ujar pria itu kembali dengan mendorong pelan Nadine. ''Sial! Ternyata cepat juga!'' Gumam Nadine dengan melengos ke kanan.

''Astaga....!!! Gawat...!!'' Teriak Nadine yang membuat semua mata menatapnya. Bahkan Bu Ida yang ada di dalam restoran ke luar dengan tergesa-gesa dan sendok dapur di tangannya.

''Kenapa? Apa!?'' Tanya bos yang kuncir panjang itu.

''Mataharinya ada dua....'' Ledek Nadine dengan menunjuk pada kepala pria yang berkuncir itu. Gelak tawa terdengar dari para anak buahnya. ''Hahaha....'' Bu Ida juga ikut tertawa, sedangkan Nadine tersenyum meledek.

''Diam! Tangkap gadis itu!'' Ujar pria itu kesal sembari mendorong anak buahnya yang tertawa. Sedangkan Nadine sudah berlari naik menyusuri tangga.

''Eh!! Xavier....!!'' Ujar panik Bu Ida seketika kala melihat Nadine di kejar.

Nadine terus berlari hingga lantai tiga, dirinya sudah kepentok tidak bisa berlari kemana pun. Dia tidak ngos-ngosan sama sekali. Matanya menatap jendela yang sudah terbuka lebar. ''Mau kemana nona, kau sudah terjebak.'' Ucap pria itu dengan sombongnya.

''Tangkap dia...!!'' Titahnya lagi, memerintahkan anak buahnya. ''Nona harus menurut atau akhh....!!'' Teriak pria itu karena Nadine tanpa aba-aba meninju wajahnya.

''Akhh...!''

Prangg....Brakkk....Bugh....

Satu penjaga mendarat di lantai satu tepat di depan gedung. Nadine menengok ke bawah dengan polosnya. ''Ups, jatuh ya!? Apa sakit paman...!!?'' Teriak Nadine dengan wajah pura-pura khawatir. Yang lain ikut menengok ke bawah dengan wajah ngeri.

Pria yang ada di bawah menaikan jempolnya tanda aman. ''Aman katanya, berarti tidak sakit ya? Ada yang mau menyusul?'' Tanya santai Nadine sembari melipat lengan jaketnya ke atas.

''Katanya tidak sakit, kau duluan saja...'' Mereka saling mendorong. ''Aku penasaran, dari mana mereka mendapatkan penjaga lemah seperti kalian.'' Ujar Nadine heran. Merasa tersinggung akan ucapan Nadine, semuanya maju sekalian.

Nadine tidak merasa keberatan, gadis itu sudah mempelajari bela diri bahkan dirinya mungkin sudah seperti Tarzan di pedalaman itu karena sering loncat sana sini untuk mengelabui penjaga.

Bugh...

Semuanya terkapar mengenaskan di bawah sana. Tidak ada yang bisa bangun karena luka yang sungguh menusuk tubuh. Nadine menengok ke bawah, sudah ada Anindira dan Zahra yang menatap tak percaya.

''Hah...Hah....Xavier....Kau tidak apa-apa? Dimana mereka? Akan ibu tumis karena berani mengganggumu...'' Ujar Bu Ida saat sudah berdiri ngos-ngosan di depan Nadine. Wanita itu panik karena melihat Nadine di kejar-kejar.

Mengira Nadine tidak akan bisa melawannya sendiri, Bu Ida ingin membantu. Nadine sedikit menyunggingkan senyuman, merasa Bu Ida sangat perhatian dengannya. Bahkan wanita itu terlihat hanya memakai satu sandal di kakinya.

''Sudah di bawah Bu...'' Ujar Nadine menunjuk pada kaca yang sudah pecah. Bu Ida terlihat menutup mulutnya lalu menengok ke bawah. ''Astag...! Kamu hebat nak!'' Puji Bu Ida, Nadine mengambil tali yang ibu Ida bawa. '' Untuk apa bawa tali?'' Tanya Nadine penasaran.

''Hehehe....Ibu kira akan berguna untuk mengikat mereka. Tapi sepertinya tidak bisa karena mereka sudah di bawah. Tadi Nemu di tangga, sepertinya milik pak Kotim. Dia kan tukang.'' Jelas Bu Ida, Nadine mengikat tali itu di besi besar yang ada di jendela.

''Susul ke bawah lewat tangga ya Bu...'' Ujar Nadine yang sudah berdiri di jendela yang tidak berisi kaca lalu turun dengan tali sebagai pegangan. ''Hati-hati....!'' Teriak ibu Ida panik.

Nadine menunjukan kesenangannya saat turun seperti Tarzan dari lantai tiga. Gadis itu mendarat bak wanita di film action. ''Wah.....Kakak sungguh hebat! Sudah seperti di film.'' Puji Zahra dengan memberi tepuk tangan. Nadine tersenyum bangga.

Ceklek....Klek

''Eh..?''

Bersambung.......

Terpopuler

Comments

Cahaya Hayati

Cahaya Hayati

kapan ya Thor terbukanya rahasia pembunuhan mama papa Nadin

2022-07-02

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!