Part 3

Di dalam rumah, Nadine sedang berkeliling melihat setiap sudut rumah itu. Ada dua kamar, tak ada foto apapun yang seharunya tergantung dan menandakan pemiliknya.

Nadine masuk kedalam kamar itu, kamar dengan nuansa serba pink. Sungguh bertolak belakang sekali dengan kepribadiannya. Nadine berjalan mengelilingi kamar itu dan meraih buku-buku yang tertata rapi dengan judulnya.

Sebuah buku yang membuatnya menyunggingkan sedikit senyumannya. Buku novel yang berjudul, ''The devil is my soul." Buku yang sungguh membuatnya tertarik daripada buku romansa lainnya yang bahkan lebih banyak.

Tangannya sibuk membuka buku itu dengan senyum yang tak mampu mengartikan apapun. Hanya dirinya yang tau maksud senyumnya. Dengan perlahan, Nadine duduk di tepi ranjang yang sepertinya milik dari putri bibi Nani.

Merasa sudah cukup lama dirinya membaca buku. Gadis itu kembali ke luar kamar dan mengambil tas besar yang ia bawa. Nadine membuka tas itu dan mengambil pakaiannya. Kalau di pikir-pikir kembali, dia adalah seorang putri yang kaya raya. Namun Nadine, Nadine sekarang hanya bisa tinggal di rumah pembantunya dulu dan tanpa uang sedikit pun.

Merepotkan wanita paruh baya yang selalu bersama dengannya saat dia masih kecil hingga berusia 12 tahun. Kini Ia sudah dewasa dan menginjak 24 tahun, namun Nadine merasa bahwa dirinya malam kembali merepotkan wanita itu.

Setelah membersihkan diri, perutnya terasa lapar, semenjak pagi dia belum makan apapun. Uang yang ia kumpulkan selama di pedalaman itu hanya cukup untuk transportasi dan sekarang sudah habis tak tersisa.

Nadine menyandarkan dirinya pada sofa di ruang tengah, setidaknya walau tidak bisa makan ia bisa istirahat. Tidur adalah jawaban dari rasa lelah sekaligus laparnya. Nadine tidak bisa meminta BI Nani untuk memberinya uang.

Atau dirinya menyusahkan wanita itu lagi. Mendapat kebaikan dari Bi Nani saja sudah syukur. Sangat beruntung dirinya tiba di makam mama dan papanya. Kalau tidak, maka sudah pasti dirinya sekarang sedang Luntang-lantung di jalan.

Keinginan untuk tidur sungguh hanya sebuah keinginan. Matanya terpejam namun hati dan pikirannya terus berkecamuk. Hatinya masih merasa pedih dengan alasan yang sungguh tidak ia ketahui.

Ada rasa mengganjal yang tidak ia ketahui alasannya. Pikirannya sibuk dengan berbagai pertanyaan. Kenapa? Bagaimana? Siapa? dan apa? Hanya itu yang terus terlintas di dalam pikirannya. Merasa terganggu, Nadine kini menatap ke luar jendela yang terlihat jelas di hadapannya.

Matahari sudah mulai meredup, angin malam mulai masuk menyapa tubuhnya. Nadine kembali menghela nafas panjang yang sudah ke sekian kalinya. Ia juga sebenarnya takut akan kembali ke dunia mimpi yang begitu menyeramkan setiap malamnya.

Nadine meraih buku yang sebelumnya ia baca beberapa bab. Membaca buku kini pilihan Nadine untuk merasa mengantuk. Benar saja, beberapa menit membaca tangannya mulai melemas dan buku itu jatuh di dekapannya.

Nadine baru memulai ingin memasuki gerbang mimpi. Badannya seakan melayang bagai angin.

Tok,tok,tok

Ketukan pintu yang terus menerus membuat Nadine kembali terjatuh dan mendelik kesal. Dirinya sungguh ingin istirahat sebentar, apakah itu sulit? Di saat tubuhnya sudah mau melayang kini suara itu membuatnya tersadar.

Nadine bangun karena suara ketukan pintu tidak berhenti-henti. Samar-samar suara dari luar rumah membuat Nadine sangat kesal. Jika sudah tidak di bukakan pintu, itu artinya pemilik rumah sedang istirahat. Apa orang yang ada di luar tidak mengerti? Itulah pikiran Nadine.

Ceklek

Saat pintu terbuka, senyum manis seorang gadis terlihat. Tangannya turun kala akan mengetuk kembali pintu kayu itu. ''Selamat sore kakak, ayo kita makan malam.'' Ajak Zahra dengan senyum yang terus tersungging.

''Aku tidak lapar!'' Ketus Nadine dengan segera hendak menutup pintu dengan keras. Zahra yang berada di luar hanya bisa terdiam lalu turun ke lantai bawah. Gadis itu masih tidak merasa bahwa kehadirannya menganggu Nadine.

Dengan kasar, Nadine kembali merebahkan diri di sofa. Matanya coba ia pejamkan lagi, sangat lama. Tetapi matanya tidak mau tertutup karena kantuk yang telah hilang entah pergi kemana.

''Arghh...'' Kesal Nadine menendang meja kecil di hadapannya. Sungguh menyebalkan, kini ia tidak bisa tertidur karena pengganggu kecil itu. Nadine berdiri menuju kulkas dan mengambil air yang entah sudah sejak kapan ada disana.

Nadine meneguk air itu dengan kasar saking kesalnya. Suara ketukan pintu kembali terdengar, semakin lama semakin berirama cepat. Dengan langkah panjang, Nadine membuka pintu yang kembali terlihat Zahra yang tersenyum.

''Apa lagi!'' Sentak Nadine yang tidak ingin di ganggu, dirinya sama sekali tidak memikirkan orang yang ia sentak.

''Kakak, ayo makan malam. Tadi makanannya belum selesai dan sekarang sudah selesai. Ayo...'' Ajak Zahra tanpa memikirkan ucapan Nadine tadi.

''Aku bilang tidak lap_''

Krukkk

Suara perut Nadine terdengar jelas membuat gadis itu menelan kata yang ingin terucap. Zahra melipat bibirnya tidak ingin melukai Nadine dengan tawanya.

''Ayo kak, kak Xavier harus turun karena memang itu peraturan disini. Peraturan penting yang harus kakak ingat adalah, belum kenal maka kenalan.'' Ucap lucu Zahra yang membuat Nadine tadi yang malu kini ingin tersenyum. Namun egonya tidak membiarkan hal itu.

''Memang sudah tradisi di gedung ini untuk melakukan jamuan makan malam karena ada orang yang pindah, jadi kakak harus keluar atau semua orang yang akan naik kesini dan mengganggumu.'' Jelas Zahra panjang lebar lalu menyeret Nadine tanpa persetujuannya.

Nadine terdiam dengan terus di gandeng dan di seret oleh Zahra yang entah mengoceh apa. Nadine tidak habis pikir, kenapa putri Charlotte sangat menyebalkan seperti ini.

Di lantai bawah, Zahra kembali menarik Nadine menuju sebuah rumah makan yang ada di ujung kanan setelah masuk kedalam gedung. Di sana semua mata menatapnya dengan berbagai arti.

''Ini, aku bawa bintang tamu kita hari ini.'' Ujar Zahra dengan antusias.

''Perkenalan dirimu nak..'' Tanya seorang wanita yang kiranya sudah memiliki anak. Dengan celemek yang menggantung di lehernya. Nadine yang sibuk mengamati setiap orang membuat Zahra sedikit sebal.

Zahra menyenggol pinggang Nadine dengan keras hingga membuat gadis itu mendelik kesal. Zahra tidak kalah kesal menatapnya.

''Xavier,'' Sahut Nadine pendek dengan mata malas. Zahra menepuk dahinya karena sifat kaku Nadine.

''Ini kak Xavier, keponakan dari Bi Nani yang tinggal di lantai dua.'' Jelas Zahra seperti memperkenalkan dirinya sendiri. ''Perkenalkan, ibu Ida pemilik restoran ini.'' Ujar Zahra menunjuk ibu yang bertanya tadi, senyum menyapa darinya terukir jelas namun Nadine hanya menjawab dengan ekspresi datar.

''Lalu ini putranya Aldi.'' Tunjuk Zahra pada anak yang kiranya masih mengemban sekolah SMA kelas 2. Anak itu sungguh tidak punya sopan santun karena sibuk dengan game ponselnya. Pikir Nadine.

''Ini pak Kotim, ini kak Laurinda putri pemilik gedung ini. Kedua ini adalah pasangan suami istri, ibu Lila dan pak Murti.'' Ujar Zahra yang sepertinya lelah bicara, dengan perlahan menarik nafas pelan hendak melanjutkan penjelasannya.

''Zahra....!''

Bersambung

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!