Part 4

''Zahra...!'' Sebuah panggilan yang membuat keduanya menoleh ke arah pintu. Seorang gadis tinggi dengan pakaian kasual dan rambut yang di potong sampai bahunya. Membuat gadis itu terlihat cantik meski dengan ekspresi marah seperti sekarang.

Melihat gadis itu sedang berkacak pinggang, Zahra hanya tersenyum tanpa dosa menatapnya. Semakin kesal karena tidak mendapatkan sahutan dari Zahra, gadis itu berjalan dengan wajah yang sudah merah padam.

''Eh....Kak! Sakit! Huuu! Kakak jangan menyiksaku begini, nanti tidak aku jodohkan dengan kakakku baru tau rasa. Akhh!'' Pekik Zahra lagi kala gadis tadi semakin menarik telinga Zahra hingga merah.

Semuanya yang ada disana hanya bisa terkekeh melihat tingkah keduanya yang sudah terlihat biasa di mata mereka. ''Dimana kamu sembunyikan benda itu?!'' Tanya Gadis itu yang sudah tidak sabar.

''Akh! Lepas dulu kak! Nanti aku jelaskan.'' Ujar Zahra bernegosiasi. Gadis itu melepaskan tarikannya dan masih menatap kesal Zahra.

''Sekarang apa lagi yang kamu ambil Zahra? Kamu selalu menyembunyikan barang milik Anin. Jika kakakmu tau, maka kau harus menerima hukuman darinya.'' Ucap Bu Ida dengan duduk di sebelah putranya, kakinya terasa kebas karena berdiri terlalu lama.

Entah karna faktor usia atau memang tubuhnya yang tidak sekuat dulu. ''Jangan buda, jika kakak tau maka habislah aku. Kalian tau sendiri bukan, dia tidak akan main-main dengan hukumannya.'' Ujar Zahra memelas.

''Ibu tidak akan mengatakannya, tapi tolong jangan singkat nama ibu seperti itu. Itu sama dengan kamu nyamain ibu dengan Budha.'' Mendengar protes dari Bu Ida membuat Zahra terkekeh.

''Katakan dimana panciku! Kamu mengambilnya lagi bukan?'' Sentak Anindira, Zahra kembali mengalihkan pandangannya menatapnya. Nadine yang tadinya sudah sangat lapar, kini menjadi kesal karena perdebatan yang sungguh tidak berguna.

Matanya terus melirik hidangan lezat yang sudah tertata rapi di meja panjang. ''Kalau aku tidak mengambil panci kakak, sudah bisa di pastikan bahwa kakak tidak akan kemari mencari ku. Sekarang kita akan melakukan penyambutan tamu baru.'' Jelas Zahra yang dengan sengaja mendorong pelan Anindira agar duduk di sebelah Laurinda.

Mau tidak mau, suka tidak suka Anindira hanya bisa menurut dan duduk di sebelahnya. ''Yang sabar ya Anin, kau tau sendiri bagaimana sifat Zahra.'' Ujar Laurinda menenangkan, Anindira kini melipat tangannya dan menatap orang yang sedang berdiri dan diam di tempatnya sendiri tadi.

''Kak ini kak Xavier, kak Xavier ini kak Anindira.'' Ujar Zahra lalu mempersilahkan Nadine duduk di ujung meja di temani oleh Zahra di sebelahnya. Gadis ini memang suka membaurkan diri kepada yang lain.

XAVIER? nama yang tidak asing di pendengaran ku. Siapa gadis ini? Apa tujuannya kemari? Batin Anindira.

Xavier, wajahnya sangat tidak asing. Dimana aku pernah melihatnya? Batin Laurinda.

Zahra sibuk membicarakan banyak hal, Nadine bahkan sampai heran apa dia tidak tersedak karena berbicara dengan mulut penuh makanan. Banyak orang yang mengajak Nadine bicara, tapi gadis itu sama sekali tidak merespon dengan benar. Hanya sekedar menjawab.

Nadine makan tanpa memperhatikan sekitar, perutnya sudah sangat menuntut ingin diisi. Ia makan dengan sangat lahap. Egonya entah hilang kemana dan sibuk dengan makanannya.

Laurinda dan Anindira bicara seadanya saja, mereka juga seperti jarang bertemu dan berbincang.

''Zahra..'' Panggil Nadine dengan menyampingkan sedikit egonya. Zahra menoleh, sedangkan yang lain tidak memperhatikan. ''Apa kak?'' Tanyanya dengan wajah polos. ''Apa kamu punya laptop?'' Tanya Nadine, dirinya pernah melihat benda itu di bandara dan ia sudah bertanya bagaimana cara menggunakan benda itu.

''Ada, tapi punya kakak. Tidak apa, aku akan diam-diam mengambilnya. Dia sangat sensitif bila barangnya di pinjam oleh orang lain.'' Ujar Zahra tersenyum lalu keluar restoran tanpa ada yang memperhatikan.

Nadine tidak mengatakan ingin meminjam karena menurutnya itu sungguh menurunkan harga dirinya. Gadis itu mengerti tanpa di beritahu. Di rumah Nadine dulu, sama sekali tidak ada yang boleh membawanya. Meski itu sudah cukup untuk orang disana. Namun, tidak ada yang boleh meminjamkan benda seperti itu padanya.

Jangankan meminjamkannya, membawa di hadapan Nadine saja tidak boleh karena Nadine bisa belajar hanya dengan cara melihat sekilas. Itulah kehebatan Nadine, ia bisa sangat pintar meski tidak di izinkan untuk belajar.

Ada seorang gadis di desanya yang sangat pembangkang, Nadine memanfaatkan gadis itu untuk belajar banyak hal. Semua yang gadis itu lakukan di ikuti oleh Nadine. Hingga sekarang, Nadine sangat menyayangi gadis itu dan berniat akan membawanya ikut.

Namun gadis itu menolak karena harus menjaga rumah dan orang tuanya di sana. Melewati banyak penjaga di rumahnya sekarang menjadi keahlian Nadine. Bahkan hingga sampai di sini pun, ia selalu mengelabui penjaga.

''Apa namamu hanya Xavier? Tidakkah ada nama lainnya?'' Tanya ketus Anindira yang masih sangat penasaran pada Nadine. ''Apa urusannya denganmu.'' Jawab Nadine tak kalah ketus. Suasana menjadi mencekam karena mereka berdua.

''Ahaha....Jangan membuat Xavier tersinggung Anin. Kamu ini, kebiasaan.'' Ujar Laurinda mencairkan suasana. ''Kak! Ini dia hah...hah...'' Zahra mengambil nafas dalam saat sudah sampai di sebelah Nadine.

Gadis itu pasti berlari dari atas membawa benda yang Nadine inginkan. ''Apa Xavier meminta laptop kakakmu?'' Tanya Anindira tersenyum remeh. Zahra meneguk air yang di berikan oleh Laurinda. Ia tidak bisa menyahuti ucapan Anindira sementara.

''Aku tidak meminta.'' Ujar Nadine santai lalu membuka laptop itu yang berisi kata kunci. ''Benar, dia tidak meminta. Aku yang memberikannya.'' Ujar Zahra mengalah sambil mengedipkan sebelah matanya.

Nadine menyerahkan laptop itu pada Zahra agar di buka. Setelah bisa di buka, Nadine mengetik sesuatu disana. Ada yang begitu menggelitik hingga dirinya tak sanggup menahan rasa penasarannya.

Brian Alfa, pria berusia kepala empat itu sudah berhasil membangun sebuah mall besar dan megah. Sebagai pria yang sudah tidak muda lagi, namun menampilkan semangat mudanya. Dengan bantuan dari putrinya Aurora dan dukungan sang istri, nyonya Chalondra Richards.

Berita itu membuat Nadine mengepalkan tangannya kesal. Tidak ada yang memperhatikan kecuali Anindira. Ia merasa bingung setelah melihat sekilas berita yang Nadine baca.

Nadine kembali mencari informasi tentang keluarganya. Beberapa kali terlihat nama tantenya Chalondra yang di sebut. Namun, sama sekali tidak ada fotonya sama sekali. Alasannya karena tidak ingin mengekspos diri.

Di saat Nadine sibuk, mencari. Seorang pria datang memanggil Zahra.

''Zahra....!'' Panggil Pria itu yang langsung masuk kedalam restoran.

''Eh, kakak. Ayo makan malam bersama, pasti baru datang ya?'' Ujar Zahra mencoba mengalihkan pandangan kakaknya dari laptop yang di pegang Nadine. Gadis itu tidak menghiraukan keributan itu karena tangannya sibuk berselancar.

''Sudah beberapa kali kakak bilang! Kakak tidak suka meminjamkan barang pada siapapun.'' Kesal pria itu dengan wajah yang tidak bersahabat. ''Kak, dia hanya meminjam sebentar.'' Ujar Zahra memohon.

''Apa dia meminta izinku!? Hey! Apa kau tuli! tidak bisa kau dengar itu laptop milikku!'' Kesal pria itu yang membuat Nadine ikut kesal. ''Kau sungguh tidak sop_'' Ucapan pria itu yang menelan katanya lagi. Pria itu terdiam, matanya dan mata Nadine saling mengikat.

Nadine tidak bicara dan hanya menatapnya. Pria itu memasang wajah datar. ''Bawa jika kau sudah selesai meminjamkannya.'' Ujar Pria itu yang langsung pergi tanpa bicara lagi.

Tyaga, putra Chalondra dan Gilbert. Pria yang tampan, dia sudah tumbuh menjadi pria yang dewasa dan berwibawa. Seperti asisten Gilbert dulu. Memang buah tidak akan jatuh jauh dari pohonnya. Kenapa mereka disini? Tyaga mengenaliku? Batin Nadine.

''Wahh....Hebat!! Kak Xavier membuat kakakku terdiam hanya dengan tatapan mata saja. Apa kakak menyukainya?'' Kata gadis polos itu, semuanya hanya menggeleng tidak percaya. Zahra selalu sibuk mencarikan pasangan untuk kakaknya yang acuh.

Nadine tidak menggubris dan mengembalikan semuanya semula. Tak lama BI Nani datang. ''Nona mu-'' Ucap BI Nani terhenti karena tatapan dari Nadine yang mengisyaratkan agar BI Nani diam.

''Mu? Mu apa bi?'' Tanya Zahra penasaran. ''Maksud bibi, nona mudah-mudahan nona sudah makan. Bibi terlambat karena ada urusan mendesak.'' Ujar bi Nani bingung, Nadine sedikit menyunggingkan senyumnya yang sangat samar.

''Ayo bi, aku sudah menunggu bibi sedari tadi.'' Ujar Nadine ramah, Zahra bahkan sampai terkejut. Bersama mereka Nadine terlihat dingin, tapi saat bertemu BI Nani gadis itu terlihat biasa.

''Terima kasih semuanya, karena mau mengajak nona makan malam.'' Ujar bi Nani yang masih diam, sedangkan Nadine sudah pergi dari sana tanpa sepatah kata.

''Tidak apa bi, ini juga tradisi disini.'' Ujar Bu Ida santai. ''Gadis yang menarik...'' Ujar Anindira setelah kepergian Nadine dan bi Nani.

Bersambung..

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!