part 7

Ceklek....Klek

''Eh...?'' Nadine terkejut kala tangannya di borgol oleh Anindira. ''Apa yang kau lakukan?'' Tanya Nadine dengan wajah kesal. Dirinya tidak ada salah apapun, kenapa harus di borgol?

''Nona Xavier kau di tahan karena penyerangan pada kelima orang ini. Kau bisa ikut aku ke polisi.'' Ucap Anindira tegas, dirinya memang sangat menunggu Nadine melakukan kesalahan agar ia bisa mengintrogasi banyak hal padanya.

''Lepas! Ini bukan penyerangan..! Ini pembelaan diri..! Kau hanya detektif jadi_" Nadine terdiam kala Anindira menunjukan kartu yang menandakan bahwa dia juga seorang polisi. Gadis itu menyeringai kala Nadine tidak bisa bicara lagi.

"Lepas nak...!! Xavier memang melakukan pembelaan diri..!! Tadi kelima pria itu yang mengejar Xavier..!!" Teriak Bu Ida dari atas sana, wanita paruh baya itu sudah lelah dan tidak ingin berlari ke bawah untuk menjelaskan semuanya.

Mendengar itu, Anindira terdiam. Sedangkan Nadine sudah tersenyum miring, mengejek. Lalu tangannya di layangkan ke depan Anindira agar borgol itu di lepas. "Ternyata tidak hanya detektif gila, kakak juga polisi gila." Celetuk Zahra dengan menahan senyum, Anindira menatap kesal.

"Kau sudah terlambat untuk kuliah!" Sentak Anindira yang membuat Zahra panik. "Astaga, benar aku terlambat." Ujarnya lalu berlari kencang ke dalam gedung untuk mengambil sesuatu.

Setelah borgol di lepas, Nadine hanya bisa menggeleng pelan melihat Anindira. Kenapa ada polisi seperti Anindira yang tidak bisa mengkonfirmasi dulu kejadiannya. Baru dia mengambil tindakan.

Tapi tidak Nadine ketahui bahwa Anindira sebenarnya sangat kompeten. Ia seperti itu karna melihat Nadine sedikit mencurigakan.

Nadine berjalan ke arah pria yang sudah duduk menahan sakit di sekujur tubuhnya. Bahkan ada yang masih tak sadarkan diri. Dengan arogan, Nadine berkacak pinggang menatap mereka. "Katakan pesanku padanya, jika tidak ingin hidupnya di ganggu oleh serangga seperti ku maka, jangan pernah mengirim orang!" Ujar Nadine dengan wajah serius.

"Jika sampai mereka mengirim orang lagi, maka akan aku pastikan. Semua yang mereka tutupi akan aku buka sejelas-jelasnya." Ancam Nadine lalu menurunkan kembali lengan jaketnya. Menggunakan tudung jaket dan berjalan dengan keren.

***

Malam harinya, Nadine sudah duduk di ruang tengah dengan berkas yang entah sudah berapa tumbuk. Gadis itu sedang sibuk berkutat dengan laptopnya sedari sore. Setelah mencairkan tabungan papanya yang sungguh terlewat batas. Entah kapan papanya menyempatkan diri menabung.

Saat akan di tarik lagi, ternyata sudah di blokir oleh Brian. Tapi Nadine tidak masalah, karena uang yang ia dapat sebanyak satu tas besar yang ia bawa. Gadis itu terus mengorek informasi tentang keluarga Richards namun semuanya nihil.

Terlihat sangat sempurna, tak ada lecet sedikit pun. Bahkan hanya pujian yang Brian dapatkan di setiap kolom berita. ''Sial!" Kesal Nadine lalu menyapu berkas itu hingga bertabur ke mana-mana.

Ia sudah sangat frustasi, kenapa tidak ada sedikit celah sama sekali. Apa ia harus menyerahkan diri ke dalam rumah itu? Tetapi jika ia menyerahkan diri, satu hal yang pasti bahwa dirinya tidak akan bisa keluar dari sana. Nadine membuat secangkir kopi untuk menenangkan dirinya.

***

Di depan gedung, sebuah mobil mewah Lamborgini Aventador terparkir aman. Beberapa saat, tak ada siapapun yang keluar dari dalam mobil melainkan mobil itu terlihat bergerak.

Tak ada siapapun yang bisa melihat itu karena sepertinya semua sudah masuk kedalam rumah karena ini sudah menunjukan jam 12 malam.

Pintu terbuka, seorang gadis dengan rok minim keluar dengan tergesa-gesa. Tak hanya dia, seorang pria tampan juga keluar. Lalu dengan kasar pria itu menarik tangan gadis nya. ''Laurinda..! Jangan berlebihan!'' Ujar Pria itu menarik kasar tangan Laurinda dan menyeretnya ke belakang mobil agar suara mereka tidak terdengar siapapun.

''Aku tidak mau! Aku tidak mau melakukan..!'' Ujar Laurinda marah, gadis itu bahkan menarik kasar tangannya tanpa peduli bahwa tangannya sudah sangat merah. ''Sayang....Kamu harus melakukannya, bukankah kita saling mencintai?'' Ujar pria itu dengan lembut berusaha menenangkan kekasihnya.

Dengan hasrat, pria itu mencium leher milik Laurinda. Semakin lama kekasihnya semakin agresif dan semakin membuat Laurinda jijik. ''Ivander..!''

Plak...!

Sebuah tamparan mengenai sebelah kanan wajah Ivander, putra bungsu keluarga Brian. Mereka sudah menjalin hubungan kiranya 2 tahun. Awalnya, Laurinda dan Ivander saling mencintai namun, beberapa bulan setelah itu Ivander mulai berubah.

Ivander selalu memaksa Laurinda melakukan hal itu dengannya. Tanpa peduli bahwa Ivander telah menyakiti kekasihnya. Merasa keinginannya tidak terpenuhi. Ivander mendekat dengan wajah menyeringai.

''Berani sekali kau..!!'' Teriak Ivander dengan wajah devilnya.

Plak...!....Plak.....Plak!

Pria itu memukuli pipi kanan dan kiri Laurinda sebanyak 4 kali lebih banyak dari tamparan Laurinda tadi. Gadis itu hanya bisa menangis menahan bibirnya agar tidak berteriak. Bagaimana pun juga, jika dirinya berteriak maka semua orang akan bangun dan melihat semuanya.

''Hiks....Maaf....Aku salah.....Maaf....'' Rintih Laurinda dengan memohon. Merasa belum puas, Ivander mendekat kalau memeluk Laurinda. ''Akh-'' Pekik Laurinda tertahan kala kakinya di injak dengan sengaja dan rambut panjangnya di tarik kebelakang.

''Dengar sayang, kau telah berani melawan jadi hukuman ini tak seberapa.'' Ujar Ivander lalu melepaskan kekasihnya hingga Laurinda terduduk dengan lemas. ''Ini yang terakhir...'' Ivander hendak melayangkan kakinya ingin mengenai wajah Laurinda.

Prangg....

Ivander terhenti sebelum mengenai Laurinda, matanya terbelalak kaget saat melihat kaca mobil kesayangannya telah pecah karena sesuatu menimpanya dari arah atas. ''Mobilku....!'' Pekik Ivander lalu melihat benda apa itu dan ternyata sebuah cangkir besar.

''Berani sekali..!'' Marah Ivander lalu menatap ke atas dan.

Byurrr.....

Satu ember air melayang ke arahnya, semakin membuat emosi Ivander memuncak. Badannya sudah basah dan hampir saja ember itu mengenai wajah tampannya. ''Hey gadis gila!!'' Teriak Ivander dengan menunjuk gadis yang sedang membelakangi di arah balkon. ''Turun kau! Aku akan membuat perhitungan denganmu!''

Gadis yang ada di balkon terlihat sangat santai menanggapinya. Lalu ia berbalik dan tersenyum sinis. ''Yakin? Apa itu sempat? Media sedang berjalan kesini untuk mencari kebenaran apakah benar seorang putra CEO ternama sedang melakukan penganiayaan!'' Tekan gadis.

''Aku akan buat perhitungan denganmu nanti.'' Ancaman itu sungguh berpengaruh pada Ivander karena jika kakaknya sampai tau maka habis lah dirinya di cincang tanpa belas kasihan. Mobil mewah itu pergi dari sana meninggalkan Laurinda yang masih terduduk tak berdaya.

Laurinda menatap gadis yang ada di balkon itu. Ada rasa takut kala gadis itu terus menatapnya. Tidak ada satupun yang tau bahwa Laurinda mengalami kekerasan dalam berpacaran. Kini Laurinda takut kalau gadis itu akan mengatakan kepada seluruh gedung dan membuat namanya tercoreng.

Ketakutan itu sangat besar, ia tidak ingin ibu dan kakaknya tau. Atau ia akan benar-benar hancur. Gadis di atas itu pergi masuk ke rumahnya kembali dan lampu terlihat mati. Sepertinya gadis itu langsung tidur setelah masuk.

Laurinda berjalan pincang menuju rumahnya agar tidak ada orang lain lagi yang tau. Perih di kedua pipinya tak seberapa di banding kakinya yang diinjak oleh Ivander.

Bersambung.....

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!