Noah segera menarik tangan Aliya agar mendekat kepadanya. "Hey kenapa kamu berteriak, beliau itu CEO perusahaan ini, tau," bisik Noah kepada Aliya.
Melihat Aliya yang masih terpaku seraya memandang kearahnya. Alvino melangkah mendekat seraya memasang senyum menyeringai. "Apa saya terlihat sangat menyeramkan?"
Seketika lamunan Aliya buyar seketika. "Ahaha, i-itu tadi ... ada kecoa di belakang Anda jadi saya berteriak, saya sangat takut dengan kecoa, maafkan saya, Tuan." Aliya kembali menundukkan pandangannya.
Sementara Alvino mengulurkan tangannya kehadapan Aliya. Ia tahu wanita di hadapannya saat ini sedang ketakutan, tetapi entah kenapa ia malah menyukai hal tersebut. "Perkenalkan saya, Alvino Wilson CEO BW Grup."
Ucapan Alvino terdengar penuh penekanan, hingga Aliya mengumpat kesal dalam hati. Perlahan kepala Aliya mendogak menatap Alvino yang begitu dekat dengannya. Ia meraih uluran tangan Alvino dan langsung menjabatnya, "Saya Aliya, Tuan."
Alvino berusaha menahan senyumnya, saat melihat cucuran keringat yang mengalir deras dari dahi Aliya. Rasanya begitu canggung saat mereka terlihat begitu asing padahal di atas ranjang mereka begelut penuh peluh.
Alvino melepaskan tangannya dan beralih menatap Noah. "Sepertinya kita tidak perlu berkenalan lagi ya, Noah. Meskipun kita akrab tapi aku akan tetap memberikan kamu nilai jelek kalau kamu tidak bekerja dengan baik."
"Siap, Kak ... eh maksud saya siap, Tuan." Noah menggaruk kepalanya yang tidak gatal karena kebiasaan memanggil Alvino dengan panggilan Kakak.
"Haha, kamu belum terbiasa ya, santai saja. Abian akan mengantarkan kalian ke departemen yang berbeda, kamu Aliya akan saya tempatkan di departemen perencanaan dan kamu Noah, akan saya tempatkan di departemen keuangan."
Abian melangkah menghampiri Alvino dan langsung berdiri dari sampingnya. "Noah, kamu ikut aku dulu, Aliya belakangan saja karena departemen tempat dia akan magang sedang rapat."
"Oh iya, baik seketaris Bian," ucap Noah lalu melangkah pergi meninggalkan ruangan itu mengikuti langkah Abian.
"Kalau begitu saya izin kembali bekerja, Tuan," pamit pria paruh baya yang membawa Noah dan Aliya keruangan itu.
Setelah kepergian pria itu, kini tinggalah Alvino dan Aliya yang berada di ruangan itu. Aliya masih setia berdiri pada posisinya seraya melihat ke sembarang arah.
Lagi-lagi Alvino tersenyum menyeringai, ia mendekati dan langsung melingkarkan tangannya di pinggang Aliya. "Bagaimana, surprisenya, kamu suka?"
"Ck, Anda bercanda, Tuan? Saya benar-walaupun kaget, kalau tau Anda CEO perusahaan ini saya tidak akan mau magang di sini." Aliya berusaha melepas tangan Alvino dari pinggangnya, namun ia tidak punya cukup tenaga untuk itu.
"Kenapa? Bukannya bagus, kita bisa vert yang setiap hari dan tentu saja kamu bisa menjalankan tugas mu kapan pun aku mau." Alvino melepaskan tangannya dan mundur beberapa langkah dari Aliya.
"Tuan, saya kemari untuk belajar. Lagi pula ini di luar jam kerja saya, jadi saya harap Anda bersikap profesional." Tatapan mata Aliya terlihat begitu tajam karena ia merasa masa magangnya tidak akan berjalan lancar.
Ucapan Aliya membuat Alvino tersenyum tipis. Rasanya baru kali ini ada seorang wanita yang berani berucap seperti itu kepadanya. Shella saja tidak berani berucap seperti itu kepadanya. Ia menyadarkan tubuhnya di meja kerja seraya berpangku tangan. "Baiklah, aku akan bersikap profesional, sekarang aku ingin bertanya tentang tujuan dan motivasi kamu magang di perusahaan ini selain menggoda ku?"
"Hah, menggoda? Anda percaya diri sekali, Tuan. Saya memang partner ranjang ada tapi saat di luar saya hanyalah mahasiswi yang ingin mengejar cita-cita. Motivasi saya adalah, saya ingin menjadi wanita karir yang sukses, meskipun jalan yang harus saya tempu tidaklah mudah, bahkan saya rela naik keatas ranjang Anda demi cita-cita saya. Jadi saya mohon, jangan persulit saya selama saya menimbah ilmu di perusahaan Anda."
Hati Alvino mendadak tersentak, saat perasaan dan logika mulai bergejolak. Ia bisa melihat jika Aliya adalah wanita yang optimis, bahkan setelah menjadi simpanannya, Aliya tetap ingin meraih cita-citanya.
Alvino kembali mendekat dan menatap Aliya dengan lekat, ia penasaran bagaimana pandangan wanita muda itu kepadanya. "Coba kamu katakan, dari segi mana aku mempersulit mu? Aku mengfasilitasi mu dengan apartemen mewah, kartu kr yang tanpa batas dan jika kamu bisa menyetir, aku akan mebelikan mobil untuk mu. Apa kamu tidak menyukai kemewahan yang aku suguhkan?"
Aliya menghela napas berat lalu kembali menatap Alvino. "Tuan, sepertinya ada yang salah dengan diri Anda. Anda benar, semua orang menyukai kemewahan. Tapi Anda tidak menyertainya dengan ketulusan, jangan mengukur kebahagiaan seseorang dengan harta dan tahta jika Anda lupa melibatkan hati di dalamnya,. Anda mungkin bisa membeli tubuh saya tapi tidak dengan hati dan perasaan saya."
Lagi-lagi Alvino tersentak mendengar ucapan Aliya. Ia tiba-tiba mengingat bagaimana selama ini ia menjalani hubungan pernikahan dengan Shela. Ia selalu memanjakan Shela dengan semua kemewahan yang ia miliki tetapi nyatanya sang istri tidak pernah merasakan kebahagiaan.
"Hey bocah, apa aku mengizinkan mu untuk membangkang ku?" Tatapan mata Alvino begitu tajam hingga Aliya mengalihkan pandangan ke sembarang arah.
"Ehm, Anda yang mulai membahas hal di luar pekerjaan." Aliya melirik Alvino yang masih saja menatap tajam kearahnya.
"Kau!" Alvino berusaha menahan emosinya, ia menghembuskan napas panjang lalu meraih ponselnya di atas nakas.
"Hallo."
[Iya, ada apa, Tuan?"]
"Katakan pada anak buah mu untuk tidak mengepel aula, karena aku punya seseorang yang lebih ahli untuk mengerjakan pekerjaan itu."
Alvino mematikan panggilan telepon itu dan kembali menghampiri Aliya. "Kita lihat saja, seprofesional apa kamu sampai kamu tidak mau mengandalkan aku, sekarang kamu pergi ke aula dan pel semua lantai sampai bersih mengkilap."
"Ta-tapi itu pekerjaan, OB. Sayakan akan di tenpakan di departemen perencanaan," keluh Aliya.
"Ck, mereka sedanf rapat di luar. Jadi selagi menunggu, kamu pergi ke aula sejarah dan pel semua lantai. Ya, aku harap malam nanti kamu tidak berjalan bungkuk karena kelelahan, haha." Alvino melangkah menuju kursinya seraya terus tertawa tanpa henti.
Dasar ular Albino kuning jelek! Bisa-bisanya dia mengerjai ku, batin Aliya lalu melangkah keluar dari ruangan itu sambil menghentakkan kakinya.
~
Sesampainya di depan pintu aula, Aliya terkekeh kesal saat melihat alat pel lengkap yang sudah berada di sana. "Lihatlah seberapa niatnya dia ingin menyiksa ku. Haha, aku tidak akan menyerah hanya karena hal kecil seperti ini."
Klek.
Aliya membuka pintu aula itu, tiba-tiba saja matanya membulat ketika melihat ruangan yang begitu luas dan sangat berantakan. Kakinya sudah terasa lemas, bahkan sebelum ia mengerjakan tugas magang pertamanya.
"Dasar Albino licik!!!" teriakkan Aliya menggema ke sekeliling ruangan itu.
Jangan lupa dukungannya ya readers.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 146 Episodes
Comments
Windha Winda
ttp smngat aliya.. 💪💪💪
jngan lemah d.depan ular albino kuning jelek... 😖😖😖😖
2023-02-08
0
Windha Winda
kejutannya sangat menyenangkan..
2023-02-08
0
Massunamiyatha
kerjakan dengan hati ikhlas aliya, tetap semangat dah tu hbskanbuang albino biar dia tau rasa apa perlu kamu rampok jak uangnya pindahkan ke tabunganmu biar setelah lepas dr albino si ular kuning jelek itu kamu tak kekurangan satu sen pun
2023-01-21
0