"Daddy!" Seorang anak kecil berusia empat tahun berhambur memeluk Alvino saat baru saja masuk kedalam rumah.
Alvino menggendong seraya terus menciumi pipi sang buah hati. Tak jauh dari sana, Shela sedang berdiri memandangi anak dan suaminya. Situasi menjadi lebih canggung setelah kejadian itu. Ia pun tahu sang suami pasti tidak akan memaafkan kesalahannya.
"Kamu sudah pulang, Mas. Malam tadi lembur ya?" tanya Shela pada Alvino.
Melihat keberadaan Shela benar-benar membuat mood Alvino menjadi buruk. Ia sebenarnya tidak ingin menjawab pertanyaan istrinya itu tetapi lagi-lagi di depan Naya semua harus nampak baik-baik saja.
"Iya, pekerjaaan menumpuk karena sebentar lagi akhir tahun," jawab Alvino.
"Oh begitu ... kalau begitu ayo kita makan malam, Bi sari sudah masak menu kesukaan Mas," ajak Shella.
"Aku mau mandi dulu." Alvino menurunkan Naya dari gendongannya, membuat gadis kecil itu cemberut kesal. "Daddy mau mandi dulu ya sayang."
"Oh oke, jangan lama-lama ya," ucap Naya lalu kembali melanjutkan aktivitas bermainnya.
Setelah kepergian Naya, Alvino menoleh kearah Shela yang masih diam mematung di tempatnya. "Kamu, ikut aku ke kamar sekarang." Alvino melangkah lebih dahulu baru di ikuti oleh Shela.
Sesampainya di dalam kamar, raut wajah kesal pun akhirnya di tunjukkan oleh Alvino kepada sang istri.
"Mas, aku benar-benar minta maaf. Aku harap kamu mengerti bahwa pernikahan kita tidak bisa di teruskan lagi," ujar Shella.
"Tidak sekarang, kamu jangan mengungkit perceraian saat ini. Tunggulah sampai Naya selesai menjalani operasi jantung beberapa bulan lagi," ucap Alvino
"Tapi bagaimana dengan keluarga kita, Mas?" tanya Shela.
"Aku belum berpikir sampai ke sana, semua ini adalah salah mu, jadi gunakan otak mu itu untuk berpikir. Jika aku mau aku bisa saja membocorkan perselingkuhan kamu dengan rekan model mu itu tapi lagi-lagi aku memikirkan Naya," ujar Alvino pelan karena takut di dengar Naya yang sedang bermain di luar.
"Jangan beritahu keluarga ku, Mas. Aku akan bersabar menunggu," ucap Shela yang kembali berderai air mata.
"Bagus. Meskipun aku sudah tidak perduli dengan kamu ,tapi aku ingatkan jangan sampai kamu pergi ke depan umum bersama laki-laki itu dan juga mulai malam ini setelah Naya tertidur, aku akan tidur di apartemen ku, aku tidak sudi lagi satu kamar dengan kamu," ujar Alvino lalu melangkah masuk kedalam kamar mandi.
Shela mengusap wajahnya dengan kasar. Ia tidak pernah bermimpi pernikahannya akan seperti ini tetapi lagi-lagi ia tidak bisa mengontrol perasaannya.
~
Pukul sembilan malam, seperti biasa saat berada di rumah, Alvino pasti akan membacakan dongeng sebelum tidur untuk Naya. Sudah tiga buku dongeng yang ia baca namun putri kecilnya itu tak juga terlelap.
"Daddy, Naya mau punya adik seperti yoyo di dalam buku dongeng. Katanya kalau punya adik itu pasti tidak kesepian lagi ada temennya," ujar Naya dengan polosnya.
Alvino nampak berpikir sejenak untuk menjawab pertanyaan sang putri. "Emm adik ya ... kalau begitu, Naya tidak boleh cengeng dulu. Karena seorang Kakak itu harus mandiri dan menjaga adiknya. Nanti kalau Naya sudah lebih tinggi dan sudah sekolah baru bisa punya adik."
"Ya lama dong, Naya maunya sekarang," rengek Naya.
"Tidak lama kok sebentar lagi. Kalau mau cepat besar Naya harus tidur, jangan ngomong terus."
"Okey Naya bobo Nih," Naya memejamkan matanya sembari di tepuk-tepuk oleh sang Daddy. Tak lama bocah kecil itu akhirnya terlelap namun ucapannya terus saja terngiang-giang di telinga Alvino.
Bagaimana kamu bisa punya adik sayang kalau Mommy dan Daddy cepat atau lambat akan segera berpisah, batin Alvino.
Setelah memastikan Naya tertidur nyenyak, Alvino keluar dari dalam kamar lalu melangkah menuju kamarnya. Saat masuk kedalam ia melihat sang istri sedang tertidur dengan menggunakan lingerie seksi seperti biasa, ia menghela napas berat kemudian meraih kunci mobil dan melangkah pergi.
Saat keluar dari rumah, dering ponsel membuat langkahnya terhenti. Ia tersenyum menyeringai ketika melihat satu pesan dari nomor baru, tetapi ia tahu itu pasti dari Aliya. Tanpa menunda waktu ia langsung masuk kedalam mobil dan tancap gas meninggalkan halaman rumah mewah itu.
Saat ini Alvino sedang mencoba lari dari kenyataan dan mencari pelampiasan karena terbelenggu dalam satu masalah besar tanpa bisa di ungkapkan ada hal paling menyakitkan.
...**...
Saat ini Aliya sedang duduk di tepi ranjang sambil menatap layar ponselnya. "Huh dia bahkan tidak membalas pesan ku. Ck, padahal minta di hubungi secepatnya. Tapi nomor kontaknya aku kasih nama siapa ya ... ahaha, ular Albino saja, wkwkwk.
Sore tadi ia pergi membeli beberapa pakaian, sepatu dan buku pelajaran. Untung saja semua buku yang ia butuhkan ada di toko itu jadi ia tidak perlu lagi kembali ke rumah ayah tirinya.
Setelah selesai bergelut dengan ponselnya. Ia melangkah menuju sebuah lemari yang ada di sudut kamar itu. Dalam jadwal yang di berikan Abian, tertulis bahwa ia harus memakai pakaian yang sudah di siapkan di dalam sebuah laci yang ada di bagian bawah lemari.
Mata Aliya membulat saat melihat isi laci itu penuh dengan baju satin tipis tanpa lengan. "Apa-apaan ini, apa mereka menyebut ini baju. Dasar ular kuning hidung belang, bisa-bisanya meminta ku memakai baju seperti ini setiap malam ... tapi kalau tidak ku pakai denda seratus kali lipat itu bagaimana, huh sudahlah pakai saja." Aliya melangkah menuju kamar mandi untuk mandi dan bersiap-siap menyambut kedatangan Alvino.
Setelah selesai mandi dan berpakaian, Aliya keluar dari kamar mandi seraya bersenandung tidak jelas. "Aku lupa membeli parfum dan krim wajah ... tapi tunggu dulu, kalau aku burik dan tidak cantik lagi mungkin dia akan dengan cepat melepaskan aku." Aliya terkekeh sendiri mendengar ucapannya.
"Dia pasti akan berkata, Aliya kamu aku bebaskan karena aku tidak bisa melihat wajahmu setiap hari, hahaha." Suara tawanya terdengar begitu renyah saat membayangkan ekspresi wajah Alvino.
"Kenapa kamu tertawa?"
Suara tawa Aliya mendadak berhenti saat mendengar suara Alvino tepat di belakangnya. Ia pun segera berdiri dan berbalik melihat pria di belakangnya. "Anda sudah datang ternyata, apa anda sudah makan atau mau minum sesuatu?"
Alvino terdiam sejenak, melihat tubuh Aliya yang hanya tertutup pakaian tipis, lagi-lagi naluri lelakinya bangkit namun ia mencoba untuk menahan diri sebentar. "Ehm, kamu menawari aku minuman, memangnya kamu sudah belanja?"
"Tentu saja, saya mengisi kulkas sampai penuh. Kartu yang anda berikan saya pakai sedikit untuk keperluan saya dan tempat ini, maaf." Aliya kembali menundukkan kepalanya karena tidak berani menatap mata Alvino terlalu lama.
"Pemberitahuan penggunaan kartu kredit kamu baru saja masuk ke ponsel ku, kamu hanya menghabiskan kurang dari lima juta, apa itu di sebut belanja?"
Aliya menegapkan kepalanya dan kembali menatap mata Alvino. "Hanya lima juta, itu sangat banyak untuk saya ... tapi baiklah kalau Tuan berkata begitu, aku akan lebih boros lagi mulai sekarang."
Alvino tekekeh kecil lalu melemparkan dirinya di atas ranjang. "Bukan hanya menjadi boros tapi kamu juga harus belajar menjadi sugar baby yang multitalenta, sekarang buatkan aku kopi susu dan juga siapkan camilan."
Wah lihat dia benar-benar sudah seperti raja, bisa-bisanya aku menjadi selir untuk Albino satu ini, batin Aliya.
"Tunggu apa lagi, buat sana!" seru Alvino membuat Aliya terperanjat kaget.
"Baik, Tuan muda yang terhormat," ucap Aliya seraya menundukkan kepalanya. Ia melangkah keluar dari kamar itu dengan menghentak-hentakkan kakinya.
"Ck, dia pasti sangat kesal, haha. Wah menyenangkan juga melihat dia menahan rasa kesal seperti itu, sepertinya aku harus menyiksanya lebih kejam lagi," gumam Alvino.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 146 Episodes
Comments
Juan Sastra
orang belanja ratusan juta lah aliya habis 5 jt udah sombong..😁😁aliya aliya. ..kartumu tanpa itu
2022-10-21
0
Erlinda
selalu begitu ,diawal sang cewek ditindas dgn kejam ujung ujung nya menyesal dan bucin .
2022-10-04
0
Ririn Nursisminingsih
pertama al mnindas lama2 bucin kmu
2022-09-17
0