Aliya meletakkan satu persatu menu masakannya di atas meja, ia sudah seperti seorang istri yang menyiapkan makan malam untuk suaminya.
"Hufftt, akhirnya selesai juga. Sudah berapa lama aku meninggalkan rumah, hingga memasak saja terasa lelah.
Aliya membuka celemeknya, lalu melangkah meninggalkan ruangan itu, menuju kamar. Saat memasuki kamar, ia melihat Alvino tengah duduk di sofa yang ada di kamar itu, ia terlihat sangat sibuk dengan laptopnya.
"Tuan, makan malam sudah siap. Apa Anda akan terus menatap layar laptop itu," sahut Aliya yang masih berdiri di ambang pintu kamar.
"Tinggal sedikit lagi, aku sedang mengirim beberapa email ke investor," ucap Alvino tanpa menoleh kearah Aliya.
Aliya menghela napas pelan, lalu beranjak dari posisinya. Ia duduk di samping Alvino dan ikut melihat layar laptop itu. "Saya pikir, Anda sedang menonton BF, ternyata benar-benar bekerja."
Gerakan tangan Alvino yang tadi begitu lincah mengetik setiap huruf di keyboard, tiba-tiba saja berhenti. Ia menoleh menatap wanita yang ada di sisi kirinya. "Hey, apa kau pikir di otak ku hanya ada hal seperti itu saja?"
"Ck, jadi saya sudah salah menilai Anda, begitu? Sepertinya Anda ini tidaklah sebejat yang saya pikirkan, buktinya saat ke minimarket tadi Anda tidak benar-benar membeli ko*dom itu. Saya jadi penasaran, apa sebenarnya yang terjadi dan membuat Anda keluar jalur seperti sekarang."
Alvino hampir tak bisa berkata-kata saat mendengar ucapan Aliya. Ya, ia memang bukanlah pria yang sebejat itu, namun takdirlah yang membuatnya seperti sekarang.
"Sepertinya aku juga salah menilai mu, ternyata kamu tidak sepolos itu. Apa kamu benar-benar ingin tau kenapa aku seperti sekarang?" tanya Alvino.
"Hm, saya sangat ingin tau, karena yang saya lihat, istri Anda adalah wanita yang baik dan lembut. Tapi kenapa Anda malah tidur dan menjadikan saya wanita simpanan, bahkan dia lebih cantik."
"Ada hal yang tidak akan kamu mengerti, jangan samakan hidup mu dengan orang lain, karena itu akan sangat berbeda." Alvino berdiri dari tempat duduknya lalu melihat Aliya yang masih duduk di sofa itu. "Ayo kita makan, aku lapar."
"Silahkan Anda makan lebih dulu, saya akan makan nanti," ujar Aliya yang malah bersandar di sandaran sofa.
"Mau berdiri dan mengikuti ku atau aku gendong?"
Sontak Aliya segera berdiri dari posisinya, "Baiklah, ayo kita makan bersama." Ia melangkah keluar mendahului Alvino. Sepertinya Alvino sudah tahu betul hal seperti apa yang bisa membuat Aliya menuruti ucapannya.
~
Aliya dan Alvino duduk saling berhadapan. Namun Aliya terlihat heran melihat Alvino yang hanya diam seraya melihat semua masakannya.
"Tuan, kenapa anda tidak makan? Apa menunya tidak sesuai dengan selera Anda."
Alvino menegapkan posisinya seraya memandangi Aliya yang menunggu jawaban darinya. "Bukan, tapi semua menu sederhana ini mengingatkan ku dengan masakan salah satu pelayan senior Mansion, yang sekarang sudah pensiun dan pulang ke kampung. Aku sangat menyukai sayur bening dan juga telur dadar sederhana seperti ini."
Entah mengapa Aliya merasa jika sedang berhadapan dengan sosok Alvino yang berbeda lagi. Semakin lama ia bersama pria di hadapannya ini, ia semakin tahu banyak hal termaksud kehidupan pribadi Alvino
Meski secara nyata tertulis dalam surat perjanjian bahwa ia tidak boleh ikut campur dengan kehidupan pribadi Alvino, tetapi takdir seolah memaksa dan mendorongnya masuk.
"Ehm, kalau begitu silahkan makan yang banyak." Aliya mengambil centong nasi dan menyedokan nasi hangat ke atas piring Alvino. "Karena kita akan terus makan malam bersama, Anda bisa katakan menyukai menu apa saja."
Alvino memperhatikan, Aliya yang begitu cekatan melayaninya. Hal seperti ini, tidak pernah ia rasakan selama pernikahannya dengan Shela.
Selama enam tahun, mereka makan malam dengan keheningan, meski semua hidangan begitu mewag dan lezat tetapi, Alvino merasa tidak ada kehangatan keluarga di ruang makan, keluarganya.
Sementara di tempat ini, bersama dengan seorang wanita yang baru saja masuk kedalam hidupnya. Menu sederhana terasa begitu menggugah selera, karena di masak langsung oleh Aliya.
"Silahkan di makan, kok malah bengong." Aliya melambaikan tangannya di depan wajah Alvino yang sejak tadi terus menatapnya.
"Oh iya, aku makan." Alvino menyendok nasi dan lauk yang sudah di berikan oleh Aliya. Rasanya benar-benar begitu lezat hingga ia merasa matanya mulai memanas.
Aliya nampak tersenyum saat melihat Alvino makan dengan lahap. "Makan yang banyak, Tuan. Kalau tau Anda hanya suka telur dadar dan sayur bening, saya tidak usah beli daging tadi."
"Besok aku mau makanan yang lain, masak apa saja yang kamu bisa, aku mau coba semuanya," ucap Alvino dengan mulut penuh makanan.
Melihat Alvino makan selahap ini, Aliya penasaran kenapa Alvino tidak makan di rumahnya, di sana sudah jelas makanannya enak-enak. "Apa Anda tidak mau makan malam bersama istri dan anak Anda, Tuan?"
Alvino menghentikan aktivitas makannya lalu menegapkan kepalanya menatap Aliya. "Shela adalah seorang wanita karir, ia tidak pernah memasak untuk ku ... banyak hal yang terjadi di antara kami yang tidak kamu ketahui. Sudahlah jangan banyak bertanya, nanti kau kenapa kartu merah."
"Hah, kartu merah? Memangnya kita sedang bermain sepak bola apa, haha." Aliya menghela napas pelan lalu menyedokan nasi ke atas piringnya. "Maaf, saya benar-benar tidak tahu jika Anda adalah kakaknya Vina, tapi jika Anda keberatan saya mengajar Naya, saya akan mengundurkan diri."
"Santai saja, aku bisa membedakan antara urusan pekerjaan dan pribadi. Coba saja ajari Naya, dia anak yang lain dari pada anak kebanyakan. Dia begitu spesial hingga aku tidak mau membuatnya kecewa."
"Baiklah, akan saya coba." Aliya kembali fokus ke makanannya, mereka terlihat mengobrol sebagaimana pasangan pada umumnya.
**
"Tuan, apa Anda tidak mau pergi bekerja?" Aliya menepuk-nepuk wajah Alvino yang masih setia terlelap.
Bukannya bangun, Alvino malah medekap Aliya seperti sebuah guling. 'Aku masih mau tidur sebentar lagi."
"Kalau begitu lepaskan saya, saya mau mebuatkan sarapan untuk Anda." Aliya berusaha melepaskan diri namun Alvino malah memeluknya semakin erat.
Mata Alvino mengerjap perlahan, pandangannya langsung tertuju ke wajah Aliya yang tepat berada di hadapannya.
Cup.
Satu kecupan singkat mendarat di bibir Aliya. "Kamu benar-benar menganggu tidur ku, aku tidak akan melepaskan mu." Ia mempererat pelukannya seraya menjelajahi bagian dada hingga leher Aliya.
"Aahhkk, Tuan. Anda benar-benar seperti Albino yang suka melilit tubuh manusia."
Alvino menghentikan aktivitasnya dan menatap Aliya dengan tajam. "Kamu menyebut ku apa tadi? Albino, maksud mu ular kuning sejenis reptil itu.
Aliya segera menutup mulutnya dengan tangan seraya menggelengkan kepalanya. "Maaf, keceplosan."
"Kau harus membayar perbuatan mu. Aku benar-benar akan menjelma menjadi Albino yang melilit mu dengan kenikmatan," ucap Alvino berbisik hingga membuat bulu kuduk Aliya berdiri.
"Aahhkk, Tuan, hentikan," lirihan Aliya tidak lagi di gubris oleh Alvino. Pria itu mulai melancarkan aksinya dan membuat suara-suara indah keluar dari mulut Aliya.
Bersambung 💖
Sapa Daddy Albino dong readers...
Si kuning tamvan.
Author juga mau merekomendasikan novel lagi nih.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 146 Episodes
Comments
Novie Yanti
albino nya tamvan 🤭🥰
2024-01-20
0
PeQueena
denis sang Murat
2022-10-14
0
Liesdiana Malindu
katanya alvino itu pria yg baik berarti tau dong resiko menjalin hubungan dengan wanita tanpa pernikahan itu seperti apa, kenapa Tdk menikah kontrak sja lewat nikah siri agar terbebas dari zina. kalau smpai masa kontrak selesai tinggal ucapkan talak aja, beres.
jangan buat image pria baik pada diri Alvino menjadi buruk Thor.🙏
2022-08-27
0