Dua hari sudah berlalu sejak transaksi pertama Wira dan Dewi, cafe sudah dibuka dan para pelanggan sudah banyak yang berdatangan. Wira biasanya asyik memeriksa sendiri laporan sambil sesekali mendengarkan musik. Namun entah kenapa hari ini terasa berbeda.
Wira terus terbayang apa yang sudah Ia dan Dewi lakukan malam itu. Wira sudah sering bersenang-senang dengan para gadis lain. Namun yang malam itu Ia lakukan dengan Dewi benar-benar berbeda. Rasanya jauh lebih enak dan.... ah... Ia mau lagi!
Wira tidak konsentrasi bekerja, dalam otak mesumnya Ia ingin lagi, lagi dan lagi. Tidak biasanya Ia seperti itu. Tak ada cewek teman bersenang-senangnya yang membuat Ia sangat berkesan seperti Dewi.
Wira lalu mulai pergi ke kamar mandi dan memuaskan dirinya sendiri. Dalam imajinasinya, Wira membayangkan Dewi. Gambaran tubuh seksi Dewi masih melekat dalam benaknya. Ia pun mencapai kepuasannya sendiri namun rasanya berbeda. Ia mau Dewi. Ia mau wanita itu lagi!
Setelah mandi dan mengguyur kepalanya dengan air dingin, Wira pun memilih pergi dari cafe. Ia butuh udara segar.
Di atas motor sport yang Ia kemudikan, Wira memikirkan perjanjian dirinya dan Dewi. Ia masih punya 199 servis lagi yang harus Dewi berikan padanya.
Wira tersenyum dan merasa tidak sia-sia memberikan uang 200 juta agar mendapatkan service yang memuaskan seperti semalam. Bukan karena Dewi jago dalam melayaninya, Ia masih polos. Mendapatkan keperawanan untuk yang pertama kali membuat Wira ketagihan. Sensasinya berbeda. Tak sabar rasanya menunggu weekend besok. Ia sudah mengirim pesan pada Dewi, meminta Dewi memenuhi kewajibannya weekend besok.
Wira menghentikan motornya saat lampu hijau berganti lampu merah. Tatapannya menatap sekeliling dan terpaku pada seorang cewek yang menyebrang jalan dengan memakai kemeja dan rok pendek.
Bukan rok yang menarik perhatian Wira. Cewek itu berjalan seakan membusungkan dadanya. Menampilkan miliknya yang membuat mata Wira sulit teralihkan.
"Wow.... Nen-nya mantap!" gumam Wira.
Ditatapnya terus cewek seksi tersebut sampai tak menyadari kalau lampu merah sudah berubah menjadi lampu hijau. Suara klakson pun mulai terdengar. Mengagetkan Wira yang cepat-cepat menjalankan kembali motornya.
Ya, Wira memang sesuka itu dengan sesuatu yang montok. Sudah sejak kecil Ia dicekoki gambar-gambar cewek seksi oleh kedua sahabat Abinya, Om Sony dan Om Riko. Wajar saja kalau Wira suka teralihkan kalau melihat nen yang menggoda.
Wira memutuskan pulang ke rumah. Mommy Tari hampir setiap hari selalu menghubunginya. Memintanya pulang ke rumah.
Tak mau pulang dengan tangan hampa, Wira membeli setangkai bunga mawar dan sekotak pizza untuk sogokan agar Mommy-nya tak lagi marah. Meski agak repot membawanya, namun Wira tak melupakan kesukaan Mommy kesayangannya tersebut.
Ia lalu menuju rumah Abi. Rumah yang bersebelahan dengan pabrik tempat Mommynya mengolah bahan makanan untuk cafe.
Wira memasukkan motor kesayangannya ke dalam garasi mobil. Nampak mobil Abinya ada di garasi.
"Pasti Bapack-bapack centil itu ada di rumah!" gumam Wira.
Benar saja. Yang diucapkan pun berdiri di depan pintu sambil menatapnya tajam.
"Salam-nya mana, Bang?!" sindir Abi Agas sambil melipat kedua tangannya di dada.
"Eh ada Abi. Assalamualaikum, Bi!" Wira turun dari motor dan menghampiri Abi-nya. Ia pun salim pada Abi-nya yang masih nampak awet muda meski usianya tak lagi muda.
"Waalaikumsalam! Kemana aja enggak pulang-pulang? Nongkrong di Club?" sindir Abi Agas namun tetap memberikan tangannya untuk salim.
"Iyalah!" Wira lalu menurunkan suaranya agar hanya mereka berdua saja yang mendengar. "Nyari nen yang enak dilihat!"
"Dasar anak bangor!" Abi lalu menjitak kepala anak sulungnya tersebut.
"Aww! Sakit ih! Abi mah kalau jitak beneran!" ujar Wira sambil meringis kesakitan. Diusap-usapnya kepala yang bekas dijitak Abi-nya.
"Makanya, jadi anak yang bener! Jangan bangor! Mommy kamu tuh cemas terus sama kamu! Bukannya sering-sering pulang malah betah banget tidur di cafe! Kalau malam-malam disamperin si kunti mau?" Abi Agas memberi ruang agar Wira bisa masuk ke dalam rumah. Ia mengikuti anaknya yang berjalan masuk ke dalam sambil mengoceh.
Wira tiba-tiba berhenti berjalan dan berbalik badan. "Mbak kunti nen-nya gede gak? Kalau gede boleh deh aku cobain!" goda Wira.
"Astaghfirullah Abang! Beneran Anak bangor ya? Segala nen punya kunti kamu cobain juga? Ih Abi mah ogah! Masih banyak yang lebih aduhai! Kamu mah kalau punya target tuh liat-liat! Makhluk tak kasat mata kamu incer juga!" dan Abi pun panjang lebar menceramahi Wira, namun anak bangor itu malah memilih mencari keberadaan Mommynya.
"Bi, berisik ah! Mommy mana? Carmen mana?" Wira memotong ceramah Abi-nya yang panjang lebar.
"Astaghfirullah! Orang tua lagi ngomong panjang lebar, bukan di dengerin malah dicuekkin! Udah dua kali Abi nyebut kalo ketemu kamu! Mana kartu kredit yang Abi kasih? Sini Abi tarik!" ancam Agas pada anak pertamanya.
"Kapan Abi pernah kasih kartu kredit? Kasih duit aja diungkit-ungkit terus! Memang kenapa aku jarang pulang? Sibuk kerja! Abi pelit sih, bukannya aku dibeliin apartemen kayak anak orang kaya lain, ini malah disuruh kerja terus! Udah ah aku mau nyari Mommy!" Wira pun berjalan meninggalkan Agas yang terus ngoceh-ngoceh dengan kelakuan anaknya yang ajaib itu.
Wira berjalan ke pabrik sebelah dan mencari keberadaan Mommy Tari tersayangnya. "Bude, ada Mommy enggak?" tanya Wira pada Mbak Inah, asisten rumah tangga Agas sejak dulu.
"Eh ada Bang Wira! Ibu Tari ada di belakang lagi modifikasi resep." ujar Mbak Inah. "Abang, gimana tetangga Ibu? Kerjanya bagus enggak?"
Wira mengernyitkan keningnya. "Tetangga? Siapa?"
"Dewi! Yang anaknya baik dan cantik itu!"
Deg...
"Dewi?"
"Iya. Dewi Puspitasari. Itu tetangga Ibu. Anaknya baik, hanya saja nasibnya kurang bagus. Jadi tulang punggung keluarga. Beruntung pas Bude masukkin langsung diterima sama Bapak dan Ibu Tari."
Wira pikir Dewi masuk kerja lewat jalur melamar seperti karyawan lain. Ternyata Dewi diterima bekerja oleh kedua orang tuanya. Lewat jalur orang dalam pula.
"Bagaimana kalau Abi dan Mommy tau kalau aku dan Dewi ada perjanjian bisnis plus-plus ya?" batin Wira.
"Ibu titip Dewi ya, Bang. Jagain. Kasihan dia. Biar kerjanya nyaman jadi bisa bantuin keluarganya." pesan Mbak Inah.
Wira hanya mengangguk dan memaksakan tersenyum. Ia jadi kepikiran bagaimana nasibnya kalau keluarganya tau tentang apa yang Ia dan Dewi lakukan.
"Abang pulang? Akhirnya! Mommy kangen sama Abang!" Tari yang dipanggil Mbak Inah menghampiri Wira. Tari memeluk anaknya dengan erat. "Abang kurusan ih! Pasti makannya enggak terurus deh!"
Wira tersenyum, pikirannya ke tempat lain.
"Ayo kita ke rumah. Mommy akan masakkin buat Abang. Pokoknya Abang makan yang banyak ya! Jangan terlalu kurus! Abang mau makan apa? Mommy buatkan buat Abang! Abang harus sering pulang ya! Jangan nginep di cafe terus! Adik kamu Carmen nyariin terus...."
Dan Wira hanya mendengarkan dengan pikiran yang berkelana entah kemana.
****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 149 Episodes
Comments
Dewa Dewi
😂😂😂😂😂😂😂😂😂
2024-04-11
0
dyul
Hadeh... bibit duda nakal, yg dipikirin nen gede mulu🤣🤣🤣
2024-03-24
0
Alivaaaa
emang dasar ya Wirra dari kecil udah suka Nen yg gede² 🤦🏻♀️🤦🏻♀️🤣🤣
2023-06-12
0