Wira tak lagi datang ke cafe di mana Dewi bekerja. Ia sibuk dengan showroom milik Abi Agas yang juga mulai Ia pegang sedikit demi sedikit. Hanya sesekali Ia datang ke cafe di mana Dewi bekerja. Sisanya, Ia berkeliling karena masih banyak cafe yang harus diperiksa laporannya.
Sebuah panggilan masuk di Hp milik Wira. Tertulis Mommy Tari Calling. Wira pun menghentikan pekerjaannya dan menjawab telepon dari Mommy tersayangnya tersebut.
"Assalamualaikum Abang." ujar Mommy Tari dengan suara lembut dari ujung telepon sana.
"Waalaikumsalam, Mommy. Tumben nelepon Wira. Kangen ya?" jawab Wira.
"Kangen dong! Kamu jarang pulang dan sekalinya pulanh kamu pulang larut malam terus saat Mommy sudah tidur. Kemana saja sih?" keluh Mommy Tari.
"Sibuk, Mom. Banyak laporan yang harus Wira periksa." kata Wira beralasan.
"Jangan terlalu sibuk bekerja. Jaga kesehatan. Sudah sholat dzuhur belum?" Mommy Tari seakan punya telepati. Ia tahu kalau Wira belum menunaikan kewajibannya karena sibuk dengan laporan yang harus diperiksa.
"Ini mau sholat. Mommy telepon jadi Wira angkat telepon Mommy dulu deh!" kata Wira beralasan. Ia pun berjalan cepat ke toilet pribadinya dan menyalakan keran air. "Tuh suara air, Mommy dengar kan?"
"Iya, Mommy percaya! Oh ya, nanti tolong ambilkan scraft Mommy ya di cafe yang ada di Jalan Dharmawangsa. Kemarin Mommy ke sana dan ketinggalan. Mungkin karena Mommy udah mulai pikun kali ya? Jadi lupa terus!"
"Masa sih Mommy mulai pikun? Abi tuh yang tua-tua keladi. Udah tua kelakuan makin menjadi! Mommy mah masih muda. Lupa sedikit wajar. Nanti Wira mampir ke sana dan ambilkan." janji Wira.
"Makasih ya Nak. Ingat, jangan nginep di cafe terus. Sekali-kali kita makan malam bareng sama Abi dan adik kamu Carmen. Jangan sibuk bekerja terus!" nasehat Mommy.
"Iya, My. Wira usahakan ya kalau kerjaan Wira sudah selesai."
"Ya sudah. Sholat dulu sana. Mommy tutup teleponnya. Assalamualaikum!"
"Waalaikumsalam." jawab Wira. Ia yang sudah kadung berada di toilet pun mengambil wudhu dan menunaikan sholat dzuhur.
Sehabis sholat, Wira mulai merasa lapar. Sudah waktunya makan siang. Wira pun melajukan motor sport miliknya ke cafe di Jalan Dharmawangsa. Niatnya mengambil scraft milik Mommy-nya sekalian makan siang gratis di cafe.
Kedatangan Wira disambut hormat oleh security. Ia lalu mendatangi manager cafe dan menanyakan scraft Mommy-nya.
"Pak, ada scraft Mommy Tari enggak? Katanya ketinggalan di sini?!" tanya Wira to the point.
"Ada, Pak. Saya ambilkan dulu!" ujar manager cafe.
Wira lalu melihat keadaan cafe. Ia sadar kalau sejak tadi ada sepasang mata yang terus mengawasinya. Ya, sepasang mata itu adalah milik Dewi. Kehadirannya memang sudah ditunggu-tunggu oleh Dewi.
Tak lama manager cafe keluar dengan membawa scraft cantik milik Mommy Tari dan memberikannya pada Wira. "Nah ini dia. Untung masih ada. Bisa nangis Mommy kalau scraft pemberian Abi sampai hilang!"
"Iya, Pak. Kemarin ketinggalan di dapur. Biasa, Ibu kalau ke sini suka terjun langsung memasak di dapur." jawab Manager cafe.
Wira tersenyum tipis. Mommy-nya memang tak pernah berubah sejak dulu. Wira lalu teringat perutnya yang lapar. "Pak, tolong bawakan nasi tim ayam ke ruangan saya ya! Lapar! Minum-nya es teh tarik aja!"
"Baik, Pak. Nanti saya suruh antar ke ruangan Bapak!" jawab manager cafe penuh hormat.
"Oke. Makasih. Saya di ruangan ya!"
Wira pun ke ruangan tempat Ia biasa bekerja. Sekarang di tiap cafe pasti ada ruangan untuknya bekerja mengecek laporan. Jurusannya yang sebagai Sarjana Ekonomi sangat sesuai dengan pekerjaannya dalam memeriksa berbagai laporan cafe dan showroom.
Mau tak mau Wira memeriksa laporan cafe mumpung berada di sini. Sekalian menunggu makan siangnya datang. Sedang asyik berjibaku dengan laporan, pintu ruangannya ada yang mengetuk.
"Pasti makan siangku sudah datang!" batin Wira. Ia pun mempersilahkan yang mengetuk pintu untuk masuk ke dalam ruangan.
"Permisi, Pak!"
Wira agak terkejut karena yang mengantar makan siangnya adalah Dewi. Ia merasa ini sudah direncanakan oleh Dewi. Mau apa lagi dia?
"Taruh dimana Pak?" tanya Dewi.
Disingkirkannya laporan yang Ia periksa. "Taruh di atas meja saja!"
Dewi pun menurut. Ia menghidangkan makanan pesanan Wira di atas meja. Setelah semua terhidang, Dewi tak lantas pergi. Ia malah diam mematung di depan meja Wira.
"Ada apa lagi?" tanya Wira dengan kesal. Perutnya lapar dan ada orang yang mengganggu makan siangnya. Malas saja. Membuat moodnya hancur berantakan.
"Boleh saya bicara sama Bapak?" tanya Dewi yang terlihat memberanikan dirinya.
Wira menghela nafas. Ia tahu pasti apa yang Dewi ingin bicarakan tak jauh dari uang dan uang. Kalau sudah sekali ditolong pasti minta ditolong lagi! Makanya Wira lebih suka bersikap acuh dan tak mau berurusan dengan orang seperti Dewi.
"Saya mau makan!" jawab Wira dengan ketus.
"Akan saya tunggu!" jawab Dewi tak mau kalah.
"Baik. Tunggu saja! Saya makannya lama loh!" Wira pun mulai menikmati makan siangnya yang tak lagi terasa enak karena seperti ada kucing yang berada di pojokan dan siap mengambil sesuatu dari dirinya.
Bukan Wira namanya kalau tidak bisa mengerjai orang. Meski tak lagi berselera makan, Ia tetap menghabiskan makannya. Pelan dan dinikmati.
"Kamu enggak dicariin sama Manager kamu kalau kelamaan di ruangan saya?" sindir Wira.
Dewi menggelengkan kepalanya. "Enggak, Pak. Saya nanti bilang kalau Bapak menyuruh saya mengecek laporan. Beres."
"Beres kepalamu! Kamu beres! Aku yang sebal! Ngapain sih dia agresif banget!" rutuk Wira dalam hati.
Dewi benar-benar menungu Wira sampai selesai makan. Wira pun menyudahi makannya. Kalau masalah keras kepala, jelas Dewi jagonya.
"Katakan, kamu mau apa?" tanya Wira seraya menjauhkan piring kotor dari mejanya.
Dengan sigap Dewi mengambil piring kotor tersebut dan menaruhnya di meja dekat Ia berdiri.
"Saya mau bilang terima kasih sama Pak Wira. Berkat bantuan Pak Wira, Bapak saya akhirnya bisa dioperasi." kata Dewi membuka percakapan.
"Kamu udah bilang saat di rumah sakit waktu itu. Enggak usah diulang-ulang lagi! Saya tidak mengharap ucapan terima kasih yang berulang-ulang." kata Wira dengan pedas seperti biasanya.
"Iya, Pak. Saya mau memberitahu kalau operasi Bapak saya berhasil dan Bapak bisa segera pulang ke rumah." kata Dewi lagi.
"Bagus dong! Seharusnya kamu menjemput Bapak kamu pulang, bukannya malah nungguin saya makan!" kata Bima dengan ketus.
"Saya juga maunya langsung membawa Bapak pulang, Pak. Namun, Bapak masih ditahan di rumah sakit. Beliau nggak bisa pulang sebelum kami melunasi biaya operasi dan biaya selama berada di rumah sakit, termasuk kamar inap dan obat-obatan. Saya tidak bisa menemukan orang yang bisa meminjami keluarga saya uang lagi, Pak. Ibu dan adik saya juga demikian. Hanya Bapak harapan kami satu-satunya. Saya mohon, Pak. Bantu saya sekali ini lagi. Saya tahu, Bapak pasti bisa melunasi biaya rumah sakit Bapak saya. Mungkin, uang segitu di mata Bapak tidak besar namun bagi saya itu sangat besar sekali. Tolong bantu saya sekali lagi ya, Pak!"
*****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 149 Episodes
Comments
anonim
Dewi ini pantang menyerah ya...
2023-12-15
0
Tavia Dewi
ngelunjak x lo.
2023-07-22
1
Tiar 185
Dwi kata tari maksa pantang menyerah sblum dapet
2023-03-08
0