Wira tertidur dengan senyun puas dan sangat lelap. Rupanya, mendapatkan perawan membutuhkan effort yang lebih sulit dalam menembus selaput miliknya. Wira selama ini merasa mudah saja menembusnya karena para perempuan yang menemaninya tidur rata-rata sudah tidak perawan lagi. Dengan Dewi, Ia merasakan hal yang berbeda untuk yang pertama kalinya.
Berbeda dengan Wira yang tertidur pulas, Dewi sama sekali tak bisa tidur. Ia menangis dalam diam. Ia menumpahkan air matanya dan sekuat tenaga menahan agar suaranya tidak keluar. Ia tak mau sampai membangunkan Wira dan menunjukkan betapa rapuh dan menyesal dirinya.
Dewi merasa dirinya sudah bak seorang penjaja tubuh di pinggir jalan. Ia, tak ada bedanya dengan mereka. Sama-sama butuh uang dan menghalalkan segala cara termasuk menjual tubuhnya sendiri pada lelaki hidung belang.
Mereka memang sama saja dengan dirinya, hanya bedanya Dewi tidak perlu sampai menjajakan diri di pinggir jalan. Wira mau membayarnya dan Ia hanya perlu melaksanakan 200 kali berhubungan agar semuanya cepat lunas jadi dia bisa memulai hidup baru. Hidup tanpa hutang yang selama ini mencekiknya. Hidup tenang yang menjadi impiannya.
Bagian inti milik Dewi terasa sangat sakit sekali. Ia memang mengatakan kalau rasanya enak di depan Wira, namun sebenarnya rasanya seperti ada sesuatu yang merobek dengan paksa apalagi milik Wira sangat besar. Sulit ditembus oleh dirinya yang masih suci bak selembar kertas.
Namun, Dewi tak boleh menyesali keputusannya. Keluarganya bergantung pada apa yang Ia lakukan kali ini. Tak akan ada yang menyalahkan dirinya karena melakukan perbuatan memalukan ini. Jangan salahkan dirinya, salahkan saja Tuhan yang sudah memberikan cobaan begitu berat pada dirinya. Begitu yang selalu Dewi rutukkan dalam hati. Pemikirannya yang masih muda hanya bisa menyalahkan bukan mengoreksi apa kesalahan yang Ia buat.
Dewi masih terlalu muda, namun sudah memikul tanggung jawab yang begitu berat. Semenjak Bapaknya mengalami kecelakaan kerja, sejak itu pula Dewi sadar, sebagai anak tertua dalam keluarga kini tanggung jawab semuanya dialihkan padanya.
Cita-cita ingin kuliah yang tinggi dan bekerja di perusahaan terkenal harus Ia kubur. Jangankan untuk biaya kuliah, untuk makan sehari-hari saja mereka harus irit. Di rumah, ada tiga orang yang bekerja Bapak, Ibu dan Dewi. Namun tetap saja kebutuhan rumah tangga masih sangat besar karena pendapatan mereka yang kecil tak sebanding dengan pengeluaran. Hutang Bapak yang belum lama dilunasi harus terbuka lagi dengan hutang yang baru. Kemampuan Bapak mencari uang juga semakin lama semakin terbatas. Ibu apalagi.
Tenaga Ibu semakin lama semakin berkurang. Awalnya Ibu bisa memegang pekerjaan cuci gosok dari beberapa rumah sekaligus, namun seiring berjalannya waktu, Ibu mulai merasakan pinggangnya yang terasa encok. Kadang, reumatiknya kumat. Belum lagi, badannya yang suka sakit-sakitan karena banyaknya cucian yang harus Ia kerjakan sementara upah yang diperoleh tidak sebanding.
Ibu mulai mengurangi mengambil cucian di beberapa rumah. Ia lebih memilih yang gajinya tetap dan cuciannya tidak terlalu banyak. Alhasil pemasukan semakin berkurang. Untung saja, selesai sekolah SMA Dewi langsung mendapat pekerjaan. Awalnya Dewi bekerja di toko pakaian yang berada di dalam Mall. Gajinya sangat jauh dibawah UMR tapi tak apa, setidaknya bisa menambah pemasukan di keluarganya.
Malangnya, toko pakaian tempat Dewi bekerja akhirnya tutup karena kalah saing dengan toko lain yang lebih besar. Biaya sewa di Mall membuat pemiliknya berpikir ulang untuk terus menyewa dan lebih memilih menjual barang dagangannya secara online. Akibatnya adalah Dewi yang di berhentikan kerja. Jangan mengharapkan uang pesangon, gaji terakhir dibayar saja sudah sangat bersyukur.
Masalah tak berhenti saja sampai disitu. Utang Bapak yang sudah mulai berkurang dan hampir lunas oleh rentenir kini mulai ada hutang yang lain. Hutang yang Ibu buat di tukang sayur.
Kelihatannya sepele. Coba bayangkan, Ibu berhutang hampir setiap hari dan hanya membayar sebagian saja. Itu pun kalau Ia gajian. Kalau uang gajian habis untuk berobat, maka bulan itu Ibu tidak membayar hutangnya. Hutang yang tidak dibayar terus-menerus akhirnya menumpuk sehingga bukan hanya membuat hutang Ibu semakin banyak, tetapi juga Ibu mendapat gunjingan dari ibu-ibu sekitar rumah.
Gosip di tukang sayur adalah gosip paling berpengaruh di lingkungan manapun. Apa yang digosipkan di tukang sayur, akan menyebar dan tetangga sekitar rumah akan tahu, apalagi masalah hutang. Malunya sampai bertubi-tubi.
Alhasil, Dewi harus membayar hutang Ibu dengan gaji terakhir miliknya. Hilang sudah omongan tentang hutang di tukang sayur di kalangan tetangga. Ia hanya punya uang sedikit untuk ongkos itu pun tak sampai gaji berikutnya.
Untunglah Dewi berhasil mendapatkan pekerjaan dari Ibu Inah tetangganya. Ibu Inah bekerja di rumah Agas dan Tari sejak lama. Ibu Inah bilang kalau di cafe yang baru dibuka oleh majikannya membutuhkan karyawan yang cekatan dan gesit. Ibu Inah tahu, Dewi adalah calon yang cocok untuk bekerja di cafe tersebut.
Ibu Inah pun membantu Dewi mendapatkan pekerjaan di cafe milik Agas dan Tari. Hanya proses wawancara sebentar yang dilakukan oleh Tari dan Agas, Dewi pun lolos dan diterima bekerja. Tari merasa, Dewi adalah anak yang jujur dan pekerja keras. Dewi mengingatkan pada dirinya dulu yang begitu sulit mencari pekerjaan karena faktor ekonomi yang melilit karena itu Tari menerimanya bekerja. Agas setuju dengan keputusan yang dibuat istrinya tersebut.
Dewi pun akhirnya bekerja di Tarbi Cafe. Sayangnya, uang yang Ia miliki tidak cukup sampai 1 bulan menghidupinya. Ia butuh ongkos untuk bolak balik dari rumah ke cafe. Memang sih naik kendaraan umum tapi biayanya lumayan. Belum lagi, uang yang sudah Dewi hemat harus dibagi ke adiknya yang minta uang jajan. Terpaksa, Dewi mengalah.
Belum genap 1 bulan bekerja, Dewi sudah meminjam pada temannya sesama karyawan Cafe. Tidak besar sih hanya pinjam Rp100.000. Lalu, masalah datang lagi. Adiknya butuh uang untuk biaya praktek di sekolah. Otomatis, uang Rp100.000 yang seharusnya menjadi pegangan dirinya sampai gajian Ia berikan pada adiknya.
Dewi pun meminjam lagi pada temannya yang lain karena merasa malu meminjam pada temannya yang pertama meminjamkan, belum dikembalikan tapi sudah pinjam lagi. Temannya memberikan tetapi dengan tatapan ragu. Untunglah, uang Rp 100.000 ini bertahan sampai gajian.
Uang hasil bekerja Dewi lumayan untuk membantu perekonomian keluarganya. Dewi juga sudah menyisihkan 200.000 untuk membayar hutang kepada teman-temannya. Namun sayangnya, Ia tidak pernah terlepas dari yang namanya kemalangan.
Adik bungsunya memecahkan vas bunga milik temannya. Apesnya lagi, temannya tersebut adalah orang kaya. Vas bunga yang ada di rumahnya harganya jutaan. Alhasil, Dewi yang harus menggantinya. Ia berjanji mencicil selama 6 bulan. Jadi uang yang seharusnya dipakai untuk membayar hutang ke temannya tidak dikembalikan dahulu dan lebih mengutamakan mengganti vas yang pecah. Itulah mengapa tersebar rumor kalau Dewi adalah orang yang susah membayar hutang
Dewi menatap uang ratusan juta yang kini ada di rekeningnya. Meskipun harus menjual harta paling berharga miliknya, melihat uang yang banyak tersebut Ia tidak merasa menyesal. Besok, Bapaknya akan pulang dari rumah sakit. Lalu Ia bisa membayar hutang ke tetangga yang selama ini Ibunya pinjam untuk membayar sekolah adik-adiknya. Ia juga akan melunasi hutang ke temannya dan hutang vas bunga yang dipecahkan. Semua sudah direncanakan. Pengorbanannya kali ini tak akan sia-sia! Ia yakin mereka akan hidup normal tanpa hutang yang membelit.
****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 149 Episodes
Comments
Alivaaaa
kasihan sekali 🥺
2023-06-12
1
susi 2020
😲😲😲😲
2022-12-24
0
susi 2020
🙄🙄🙄🙄🙄
2022-12-24
0