Sejak Wira kecil, Mommy Tari selalu mengajarkan Wira tentang arti berbagi dan peduli pada sesama. Mommy Tari selalu memberitahu Wira kalau dirinya adalah salah satu orang yang sangat beruntung. Masih banyak orang yang tidak beruntung di luar sana.
Pengalaman Mommy Tari hidup susah, bahkan hampir dijual oleh ayah tirinya sendiri ke mucikari membuat Mommy Tari hidup sederhana meski kini bergelimang harta. Ia selalu mengajarkan pada Wira kalau harta bukanlah segalanya. Karena harta yang dimiliki adalah titipan dari Sang Maha Kuasa. Ada hak orang lain di dalamnya yang harus dikeluarkan untuk mensucikan harta tersebut.
Selama ini Wira menganggap apa yang dikatakan oleh Mommynya hanya sekedar isapan jempol semata. Maklum, Ia jarang terjun langsung di acara amal yang Mommynya lakukan. Ia malas karena harus berpanas ria bersama orang-orang yang dianggapnya susah. Bau keringat mereka membuat Ia segan berkumpul dan berbagi serta lebih memilih berada di rumah saja untuk bermain game.
Kini, apa yang Wira lihat dan dengar di depan matanya adalah gambaran potret hidup kaum menengah ke bawah yang sudah hidup susah tapi masih harus terlilit masalah yang sangat pelik lagi. Mereka benar-benar membutuhkan uang untuk biaya operasi Bapaknya yang kecelakaan. Kemana Dewi harus mencari pinjaman padahal dirinya sudah tidak dipercaya lagi oleh orang-orang di sekitarnya?
Image jelek Dewi sebagai tukang pinjam uang namun tak pernah mengembalikan uang yang dipinjam seakan sudah melekat dan sudah diomongi dari mulut ke mulut. Namanya jelek. Kepercayaan terhadap dirinya menghilang. Kemana Ia harus meminjam kalau bukan pada Wira, atasannya?
Wira merasa, sisi manusiawi dirinya kini mulai menguasai. Bagaimanapun, Wira adalah anak seorang Agastya Wisesa yang meskipun pedas perkataannya namun baik hatinya. Begitupun dengan Wira. Meskipun terkesan sombong dan angkuh serta jutek, namun Wira masih memiliki sifat baik hati yang diturunkan oleh Mommynya Tari dan Abinya Agas.
Wira menunggu sampai Dewi keluar kamar. Ia sengaja tidak masuk ke dalam karena tak mau keluarga Dewi tahu kalau dirinya datang bersama anak mereka. Untunglah kamar rawat ini sedang ramai karena berbarengan dengan jam besuk di waktu makan siang tiba. Dewi yang sadar kalau sejak tadi di luar ada orang lain yang menunggu dan menguping percakapannya dan keluarga pun keluar dan menghampiri Wira.
"Saya pikir Bapak sudah pulang?!" kata Dewi yang keluar dengan mata sembab sehabis menangis. Ia sengaja berbasa-basi padahal sejak tadi Ia bisa melihat sepatu mahal milik Wira dari bawa tirai.
"Kita bicara di luar aja!" ajak Wira.
Dewi pun lalu mengikuti langkah Wira yang keluar kamar perawatan dan berdiri di balkon rumah sakit. Cuaca siang ini begitu terik dan panas. Balkon Rumah Sakit pun mulai diisi oleh keluarga pasien yang sedang makan siang dengan bekal yang dibawa dari rumah. Semacam piknik dadakan.
"Berapa uang Dp yang harus disetorkan ke rumah sakit agar Bapak kamu bisa dioperasi?" Wira menanyakan kembali padahal Ia sudah tahu kalau Dewi membutuhkan uang lima juta rupiah secepatnya.
"Lima juta Pak!" jawab Dewi dengan cepat.
"Bayarnya dimana?" tanya Wira dengan suara dinginnya.
"Di bagian administrasi rawat inap. Ada di lantai satu." Dewi lalu menunjuk ruangan yang terlihat dari atas balkon. "Di sebelah sana."
"Anterin gue ke sana! Biar DP operasi Bapak lo, gue yang bayar! Lo nggak usah ganti. Anggap aja gue lagi beramal sama orang susah!"
Meski kata-katanya terdengar pedas dan dingin, namun Dewi bisa menangkap niat baik atasannya tersebut. Senyum bahagia pun mengembang di wajahnya. "Beneran Pak? Terima kasih banyak Pak! Terima kasih! Akhirnya Bapak saya bisa dioperasi! Alhamdulillah!" kata Dewi dengan suaranya yang bergetar dan tak lama kemudian air matanya pun mulai menetes.
Wira melihat mata Dewi begitu berbinar-binar saat mendengar ada orang lain yang mau menolong kesulitannya. Uang lima juta rupiah mungkin selama ini hanya Wira habiskan untuk modifikasi motor miliknya atau membeli helm saja, namun ternyata bisa sebagai uang Dp untuk operasi. Lihatlah kesenjangan yang ada antara si kaya dan si miskin.
"Ya udah cepetan anterin gue sekarang! Udah siang nih! Gua harus balik lagi ke cafe! Nanti bokap marah!" kata Wira dengan Ketus.
"Baik, Pak! Mari... silakan!" dengan penuh semangat Dewi mengantarkan Wira menuju ruang administrasi rawat inap. Dewi menyebutkan identitas dan kamar Bapaknya kepada petugas yang langsung memberikan tagihan seharga uang Dp untuk operasi yang akan dilakukan secepatnya.
Wira lalu mengeluarkan kartu ATM miliknya dan memberikan pada petugas kasir. Petugas tersebut lalu menggesek kartu tersebut dan meminta Wira masukkan nomor PIN. Transaksi dilakukan dengan mudah dan cepat. Tentu saja, karena kartu ATM milik Wira banyak isinya, berbeda dengan ATM milik Dewi yang terkadang untuk biaya administrasi bank saja kurang.
Dewi terlihat bernapas lega untuk sementara waktu. Ia akan mengusahakan mencari uang untuk kekurangan biaya operasi nanti. Setidaknya Bapak sekarang bisa dioperasi.
Wira lalu memberikan bukti pembayaran pada Dewi. "Udah kan? Gue balik sekarang!"
"Terima kasih Pak! Terima kasih banyak! Terima kasih Bapak sudah menolong Bapak saya!" ucapan terima kasih kesekian yang Dewi katakan dalam sehari.
"Iya!" jawab Wira pendek. Wira pun pergi meninggalkan Dewi. Hatinya merasa bahagia.
"Jadi begini rasanya beramal? Ternyata enak juga! Pantas saja Mommy dan Abi rajin beramal!" batin Wira.
Ia pun menaiki motor miliknya dan meninggalkan area rumah sakit. Wira kembali ke cafe dan meneruskan pekerjaannya kembali.
Sesampainya di cafe, Ia memberitahu pada manajer cafe kalau Dewi ijin padanya untuk ke rumah sakit. Manajer bisa berbuat apa kalau anak pemilik cafe sudah mengijinkan?
Sementara itu, Dewi kembali ke kamar inap Bapaknya dengan senyum yang mengembang di wajahnya. "Bapak bisa dioperasi sekarang! Dewi sudah bayar biaya DP untuk operasi. Semoga, operasi Bapak kali berhasil!"
"Yang benar Kak? Kakak dapat uang dari mana? Kok cepat sekali! Bukankah tadi kakak bilang kalau Kakak belum mendapatkan uangnya?" tanya adiknya yang seakan tak percaya kalau kakaknya begitu mudah mendapatkan uang.
Dewi tersenyum. "Ada orang baik yang mau menyumbangkan sebagian hartanya untuk biaya DP operasi Bapak. Kita terima saja. Mungkin sudah rezeki dari Allah. Ini cara Allah menjawab doa kita selama ini. Sekarang tinggal kita pikirkan bagaimana membayar kekurangan biaya operasi Bapak yang jumlahnya tidak sedikit tersebut."
"Alhamdulillah! Kamu benar, Dew. Ibu akan mencari pinjaman di tempat lain. Siapa tahu, keluarga yang Ibu cuci gosok bajunya bisa memberi pinjaman. Kalau kita diberikan tenggat waktu, Ibu yakin kita pasti bisa melewatinya bersama-sama!" timbul sedikit harapan dalam diri Ibunya Dewi. Dewi pun mengangguk dan tersenyum. Setidaknya, kini masalah mereka berkurang sedikit. Hanya sedikit saja. Mereka sudah tahu kalau kekurangan biaya operasi jauh lebih besar daripada biaya DP.
Setidaknya, Bapak mereka bisa dioperasi agar Bapak mereka tidak cacat seumur hidup. Masalah uang operasi biarlah nanti saja mereka pikirkan.
****
Abang baik ya? Hmm... Yakin?
Yuk ikutin terus novel ini dengan add favorit. Jangan lupa like, komen dan vote juga ya 😍😍
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 149 Episodes
Comments
dyul
yah... 5 juta doang, kirainbantuin lunas, btw kan ada BPJS, gakun, knp gak urus rt rw biar ada bantuan
2024-03-24
0
anonim
Wira mulai belajar beramal
2023-12-15
0
Revina Darajati
operasi apaan..mahal bagt
2023-06-03
0