Hati Wira sangat berbunga-bunga. Agas sudah mengirimkan uang ke rekeningnya untuk dia gunakan membeli apartemen baru. Tidak sia-sia Ia meminta bantuan pada adiknya, Carmen. Abinya memang paling lemah jika Carmen meminta sesuatu.
Bukan hal itu saja yang membuat Wira berbahagia. Hari ini, Ia akan mendapatkan service dari pelayanan bisnis plus-plus antara dirinya dengan Dewi. Wira pun mulai memilih beberapa tempat yang menurut dia asik dan tidak akan mengganggu terjadinya bisnis plus-plus tersebut.
Pilihan Wira pun jatuh pada sebuah cottage di pinggir pantai dengan pemandangan laut yang indah tentunya. Ia sudah menyewa cottage tersebut untuk weekend ini.
Sesuai janji Wira menjemput Dewi di halte cafe tempat Dewi bekerja. Kemarin, Wira membawa mobil milik Mommy Tari dengan alasan sering hujan jadi malas membawa motor. Tentu saja, Tari mengizinkan mobilnya dibawa oleh anak kesayangannya tersebut.
Wira melihat dari kejauhan nampak Dewi sedang menunggunya sambil duduk di halte. Dewi nampak sedang menundukkan wajahnya sambil menendang sesuatu di kakinya. Banyak puntung rokok yang berserakan. Dewi asik menendang puntung rokok tersebut sambil menunggu rekan bisnis plus-plusnya datang.
Wira membunyikan klakson mobilnya. Dewi lalu mengangkat wajah dan melihat kalau jemputannya sudah tiba. Ia pun langsung masuk ke dalam mobil Wira. "Pakai seat beltnya!" perintah Wira.
Dewi pun menurut. Ia memakai seat belt dan menaruh tas yang Ia bawa di kursi belakang. Agak besar memang karena Ia ijin mau menginap di rumah teman pada kedua orang tuanya.
"Bagaimana keadaan Bapak kamu? Sudah sehat?" rupanya Wira cukup perhatian dengan menanyakan bagaimana keadaan Bapaknya Dewi yang belum lama pulang dari rumah sakit.
"Alhamdulillah sudah lebih baik. Semua berkat bantuan Pak Wira yang sudah membantu biaya operasi dan rumah sakit Bapak saya." kata Dewi dengan suara pelan.
"Syukurlah! Hari ini, kita akan menginap di cottage pinggir pantai. Kamu bawa baju ganti kan?" Wira lalu melihat Dewi dari ujung rambut sampai ujung kaki, sepertinya gaya berpakaian Dewi memang kurang sesuai dengan tipe cewek idamannya. Jauh dari kata seksi dan aduhai.
Dewi mengenakan kaos dan celana jeans. Ia memakai sepatu kets miliknya yang sudah usang dan pudar, namun terlihat bersih. Rupanya dia rajin menjaga kebersihan barang-barang miliknya. Usang bukan berarti kotor dan jorok. Gaya rambutnya berubah, terlihat lebih segar.
"Bawa, Pak. Kita hanya menginap satu malam saja kan? Soalnya, besok saya masuk shift 2." tanya Dewi.
Sudah menjadi peraturan cafe dan bisnis f&b pada umumnya kalau weekend semua karyawan wajib masuk. Hari libur hanya boleh diambil pada weekday. Wira juga tak mau apa yang Ia lakukan dengan Dewi dicurigai oleh karyawan yang lain. Karena itu, Ia menyuruh Dewi mengambil shift pagi hari ini dan esok shift 2. Masih cukup waktunya untuk bersenang-senang toh mereka tidak pergi jauh-jauh sampai ke luar kota.
"Iya. Gue juga nggak mau orang tua gue curiga dan tau apa yang gue lakuin! Ingat ya, lo jangan pernah cerita sama siapapun tentang apa yang kita lakukan! Termasuk sama Bude Inah!" pesan Wira.
Dewi terlihat agak terkejut mendengar Wira menyebut nama Ibu Inah, tetangganya. "Bapak tahu tentang saya dan Ibu Inah?! "
"Jelas aja gue tahu, kemarin waktu gue pulang ke rumah Bude Inah bilang kalau lo adalah orang yang Ia masukin kerja di cafe. Katanya, kalian tetanggaan ya? Gue nggak peduli apa hubungan lo dengan Bude Inah. Yang pasti gue nggak mau hubungan kita diketahui sama keluarga gue. Gue nggak mau, orang tua gue marah dan berakibat sama diri gue nanti!" ancam Wira.
Dewi mengangguk patuh. Dia juga tak mau membuat orang tuanya tahu apa yang Ia lakukan. "Iya, Pak."
Wira lalu melajukan mobilnya menuju tempat yang sudah Ia booking duluan lewat aplikasi pemesanan hotel secara online. Sesampainya di sana, Ia langsung check in dan merasa puas dengan kamar yang dia pesan. Sesuai dengan seleranya.
Dewi yang belum pernah diajak ke cottage mahal seperti ini pun terlihat seperti orang norak. Ia melihat-lihat isi kamar yang menurutnya sangat bagus tersebut. Dewi terus saja memperhatikan barang-barang di dalam cottage.
"Lo udah makan belum? Gue mau pesan makan. Gue nggak mau saat kita sedang bersenang-senang lo kelaparan!" sebenarnya maksud Wira baik, hanya ucapannya saja yang terdengar ketus.
Dewi menggelengkan kepalanya. Ia memang belum sempat makan. Selesai bekerja, Ia langsung pergi ke halte tanpa makan terlebih dahulu. Ia takut telat karena takut diomelin oleh Wira tentunya.
"Ya udah, kalo lo juga mau makan kita ke restoran aja!" semula Wira ingin memesan lewat telepon namun urung Ia lakukan karena Dewi juga belum makan. Lebih enak makan di tempat langsung. Tentu saja Dewi sangat senang dengan ajakan Wira. Menginap di cottage yang sangat keren lalu diajak makan di restoran. Siapa yang nolak?
Sudah lama sekali rasanya Dewi tidak makan di restoran. Dulu, waktu Bapak-nya masih bekerja di pabrik, Bapak sesekali mengajaknya sekeluarga makan di luar. Mereka biasanya makan di saung rumah makan Sunda. Itu pun bisa dihitung dalam setahun hanya beberapa kali saja jika Bapak sedang ada tambahan uang lembur.
Dewi mengikuti langkah Wira yang sudah berjalan duluan di depan. Langkah Wira yang panjang tentu saja harus diimbangi dengan langkah Dewi yang seperti setengah berlari. Jangan mengharapkan Wira menggandeng tangan Dewi dengan mesra. Anak itu bahkan memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana sambil berjalan dan tak peduli kalau Dewi bahkan harus setengah berlari untuk mengejar langkahnya.
Mereka pun lalu sampai di restoran yang letaknya tak begitu jauh dari cottage yang mereka sewa. Wira lalu memilih tempat duduk yang jauh dari keramaian. Ia takut ada yang mengenali dirinya sedang makan bersama Dewi dan menyebarkan rumor ke semua fansnya.
Tak lama, pelayan datang dan menanyakan apa pesanan yang ingin mereka makan. Dewi tentu saja bingung melihat banyaknya menu makanan yang tertulis di dalam buku menu. Harga yang tertera di sana juga sangat mahal, membuat Dewi harus mikir beberapa kali kalau mau makan di restoran itu dengan uang sendiri.
"Saya... pesan yang sama kayak Bapak aja!" kata Dewi.
Tak mau ambil pusing, Wira menyamakan menu makanan mereka. "Boleh gue tahu, Bapak lo kerja dimana? Kenapa saat Bapak lo kecelakaan nggak ada yang membiayai? Bukannya kalau perusahaan pasti bakalan biayain karyawannya yang kecelakaan?!" Wira pun memulai percakapan mereka setelah pelayan yang mencatat pesanan mereka pergi. Tak enak rasanya jika hanya berdiam diri seperti orang asing.
"Dulu Bapak kerja di pabrik. Karena kecelakaan kerja, Bapak sudah tidak kerja di sana lagi. Bapak lalu bekerja sebagai tukang ojek pangkalan, mau daftar ojek online Bapak agak kurang mengerti teknologi dan lebih nyaman sebagai tukang ojek pangkalan saja."
Wira mengerti sekarang kenapa Dewi membutuhkan uang untuk biaya operasi Bapaknya. Tidak ada yang mengcover dan memang harus membayar sendiri. Wira juga tak yakin apakah mereka memiliki asuransi. Untuk makan sehari-hari saja sulit, asuransi bagi mereka pasti bukan hal yang utama.
"Terus lo nggak ngelanjutin kuliah? Setidaknya, kalau lo kuliah, lo bakalan dapat pekerjaan yang lebih bagus dari sekarang!" pertanyaan bodoh, Wira menyadarinya. Mau apalagi, sudah terlanjur ditanya. Tinggal tunggu saja jawaban Dewi.
****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 149 Episodes
Comments
Amalia Khaer
itu msih mending, Wi. aq yg tinggal dgn saudara nenek, dlm setahun untung bnget klo ad sehari bisa kluar rumah ngumpul dgn tmn. itupun hanya 1 2 jam doang. blum lgi klo merekanya ngaret. kelar dah.
2023-08-21
1
Marlina Palembang
kl ada duit mah si Dewi kuliah bang
2023-02-28
0
susi 2020
😲😲😲😲😲
2022-12-25
0