Gak tau berterimakasih

"Bim, Abang pergi. Kamu baik-baik di rumah." Arzan berkata pada Bimbi yang asik ngemil di depan tv bersama temannya Dani, anak pembantu di rumah ini.

"Iya, jangan lama-lama ya, bang." Bimbi menoleh pada Arzan yang berjalan melewatinya.

"Seperti biasalah, habis Maghrib Abang pulang. Kamu jangan lupa mandi dan sholat." Arzan berpesan.

"Iya." Bimbi mengangguk.

"Hati-hati di jalan bang!" Dani berseru yang dibalas Arzan dengan jempolnya.

Arzan keluar dari rumah menuju tempat les sekitar pukul tiga sore yang diantar Taufiq dengan mobil, ia kembali setelah Maghrib sebelumnya sholat di masjid dekat tempat les dan menunggu Taufiq menjemputnya.

***

"HOOOOM... Bosen." Mega menguap lebar duduk di tepi jembatan sambil menikmati sunset yang sudah terbenam hanya menyisakan cahaya jingga di langit.

"Masih lama gak mang!" Seru Mega pada Manang nasgor, "Dari tadi gue ngantri gak dapet dapet."

"Sabar ini lagi dibuatin."

"Dari tadi dibuatin Mulu ujung ujungnya dibagi ke orang lain."

"Kan eneng sendiri yang minta terakhir aja, mau nikmat sanglet, suret, saset, sanset. Agh apalah itu namanya." Mang nasgor kesusahan menyebut sunset.

"Sunset!" pekik Mega.

"Iya itu sanset." Masih aja salah Mega sampai nepok jidat.

"Aok ah gak peduli gue."

"Seharusnya setelah bapak tadi kan gue, gue kan bilang punya gue setelah bapak tadi lah kenapa setelah bapak tadi si ibu-ibu bohay dibagi dulu. Pegel nunggu, mana banyak nyamuk lagi," keluh Mega. Mamang nasgor sabar menghadapi pelanggan setianya yang satu ini.

"Paling pedes gak mang?" tanya mega.

"Kata yang seperti biasa."

"Gue minta yang pedes, agh bisa jualan gak sih. Berhenti aja jual nasgor mang." Mega kembali mengomel.

"Berisik, nih mau pedas ane tambahin." Tanpa ragu mamang nasgor menumpahkan satu mangkuk cabe diatas masakannya.

"Nah gitu dong, kan maknyus."

"Maknyus maknyus tekor ane."

Para pelanggan yang menunggu sama seperti Mega turut tertawa mendengarkan pertengkaran mereka berdua. Mereka berdua memang sering bertengkar, Mega sendiri sudah menjadi langganan si mamang sejak SD. Jadi sudah paham lah sifat masing-masing.

"Nih punya kamu, sana pulang. Sesek napas ane ada elu di seni," usir si mamang sambil memberikan nasgor yang sudah dibungkus rapi.

"Dari tadi dong." Mega menerima dan merogoh kantong celananya, mengambil uang.

Wajah si Manang mendadak suram saat Mega memberinya uang receh seribu sen sebanyak tiga puluh, sebab harga nasgor lima belas ribu perbungkus dan Mega membelinya dua.

"Idih receh, kismin amat lu."

"Masih mending receh daripada gak ada," sahut Mega dengan wajah juteknya, berlalu pergi dari sana.

"Ini anak gak pernah berubah," batin mamang nasgor.

Mega mengendarai sepeda motornya pulang ke rumah, diperjalanan pulang melewati jalan yang sepi. Mega diikuti beberapa motor dari belakang, salah satu dari mereka melaju mendekati Mega.

"Cewek!" seru mereka sambil bersiul menggoda Mega.

"Sendirian aja, mau kami temenin gak." salah satu dari mereka menggoda.

Mega yang tahu niat buruk mereka menancap gas melaju selaju mungkin, namun apalah daya motor metik gak selaju motor gede.

Sekali terjang Mega oleng tersungkur di semak-semak, kakinya tertindih motor. Mega yang kesal menyingkirkan motor dari kakinya dengan kasar, ia menatap para b@jin@n itu yang turun dari motor masing-masing mengepungnya.

"Mau apa kalian? Gue gak ada masalah ya dengan kalian."

"Widih ditanya kita mau apa? Ya mau cicip kamu lah." salah satu dari mereka menjawab.

"Cih, mau cari gara-gara kalian." Mega meludah meremehkan para cekungan itu.

"Wah songong banget ni cewek, minta dihajar kayaknya."

Mega memasang posisi kuda-kuda, meski kakinya sedikit berdenyut. Ketika para cekungan itu menyerang Mega melawan mengeluarkan jurus silatnya, gini-gini Mega jago silat dia sudah diajarkan beladiri sejak kecil oleh ayahnya.

Arzan duduk di mobil ia melihat ke arah jendela dan betapa terkejutnya ia ketika melihat seorang wanita dikeroyok banyak pria, mereka bertarung hebat. Arzan mengenali wanita itu, ia segera meminta Taufiq untuk berhenti dan bergegas keluar dari mobil membantu wanita itu yang tak lain ialah Mega, kedatangan Arzan pas saat Mega jatuh terjungkal diakibatkan kakinya yang tiba-tiba terasa sakit.

"Wah pahlawan darimana pula ini?"

"Masa bodo, hajar saja."

Mereka menyerang Arzan, tangkisan dan serangan balik Arzan berikan pada mereka. Taufiq tak tinggal diam melihat Arzan bertarung sendiri, ia keluar dari mobil berlari kearah lawan dan menghajar mereka dengan tinju.

Satu persatu lawan berjatuhan, mereka yang menyadari kekuatan dua pria ini memilih cabut ketimbang dihajar sampai babak belur.

"WOI MAU KEMANA KALIAN!" pekik Taufiq lantang.

"Udah om, jangan dikejar." Arzan menahan Taufiq yang ingin mengejar mereka.

"Kamu gak apa-apa?" tanya Arzan pada Mega mengulurkan tangan untuk membantunya.

Mega menatap tangan dan wajah Arzan secara bergantian, ia membuang muka memilih berdiri sendiri ketimbang menerima bantuan Arzan.

Wajah Mega tak bisa digambarkan dengan jelas, ia terlihat marah sambil mengunyah padahal tidak ada yang dia makan. Taufiq mendirikan motor Mega, Arzan melihat kaki kanan Mega yang sepertinya kesakitan, tampak dengan jelas kaki itu bergetar.

"Kakimu sakit? Apa perlu kita ke dokter untuk diperiksa?" tutur Arzan yang dibalas tatapan sinis oleh Mega.

"Gak," katanya, merampas motor dari Taufiq dan segera menyelonong pergi begitu saja tanpa mengucapkan terimakasih.

Arzan menghela nafas pelan, ia sudah paham sifat Mega, namun tidak dengan Taufiq, pria itu tampak marah dengan sikap Mega padanya, seperti tidak ada sopan santun sama sekali.

"Itu cewek kenapa dah, sudah ditolong bukannya berterima kasih malah nyelonong pergi begitu saja, dia kira kita apa?"

"Udah om, mungkin dia ingin segera pulang." Arzan positif thinking.

"Iya tapi berterimakasih ngapa, gak berat kan mgucap terimakasih?"

"Daripada marah-marah gak jelas mending kita pulang om," saran Arzan berlalu masuk ke mobil terlebih dahulu.

Taufiq mengusap dada sambil istighfar, lalu menyusul Arzan masuk ke dalam mobil. Tak lama mereka beranjak dari tempat itu.

***

"Assalamualaikum..." Arzan mengucap salam masuk ke dalam rumah, sayup-sayup terdengar sahutan dari ruang tamu.

"Abang sudah pulang Bun," kata Bimbi tengah video call dengan bundanya.

"Siapa Bim? Bunda ya?" tanya Arzan menghampiri Bimbi.

"iya," jawab Bimbi menunjuk layar tablet.

"Assalamualaikum bunda..." Arzan menyapa sambil melambaikan tangannya. Di seberang sana Latika menjawab sambil melambai tangan juga. Dari sudut layar terlihat kepala muncul, yang tak lain kepala Afriadi yang ikut video call bersama anaknya.

"Bunda dimana? Sudah sampai belum ke pondok?" tanya Arzan.

"Ais, kamu ini. Gak mungkin bunda dan ayah sampai ke pondok, kamu tahu kan pondok jauh. Ini ayah dan bunda lagi di penginapan, besok baru lanjutkan. Takut ada apa-apa dijalan, maklum perjalan malam beda dengan perjalanan siang."

"Iya bagus itu Bun, Arzan juga setuju."

Keluarga kecil itu saling mengobrol sampai lantunan adzan isya menyudahi pembicaraan mereka.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!