Sore
Dug... Dug... Dug...
Suara pantulan bola basket yang dipantulkan oleh Arzan. Afriadi bersiap-siap merebut bola dari Arzan, dan tidak butuh waktu lama ketika arzan bergerak memantulkan bola saat itu juga Afriadi merebutnya, membawanya lari sambil memantul-manulkan ke tanah dan memasukkan ke keranjang.
"Wow!" Afriadi bersorak gembira menepuk punggung anaknya. Arzan tersenyum pasif sejak dari tadi dia belum mencetak angka, ayahnya terus yang memasukkan bola ke keranjang.
"Ayah, beri aku kesempatan masukkan bola ke keranjang." Arzan memelas.
"Tidak semudah itu, jika ingin Arzan harus merebutnya tunjukkan usahamu jangan meminta, musuh tidak akan semudah itu memberikan bola ini. bukannya Arzan tahu sang juara harus bekerja keras dan berusaha untuk mendapatkan juara?" Afriadi berkata sambil memantul-manulkan bola.
Arzan yang tadinya tidak bersemangat menjadi bersemangat untuk merebut bola dari ayahnya sebab arzan adalah sang juara.
Berusaha dan terus berusaha, memahami gerakan laman, dan...
Arzan berhasil merebut bola dari ayahnya dan membawanya ke keranjang lawan, Arzan melompat
Daaan...
Dug...
Bola masuk ke keranjang.
"Yes!" Arzan bersorak mengajukan tinju ke udara.
"Bim ayo main bareng!" seru Arzan memanggil anak laki-laki bertubuh bulat duduk di bangku dekat lapangan, yang tak lain ialah adiknya.
Bimbi Aditia anak ketiga dari tiga bersaudara, dia sangat manja sebab dia anak bungsu dikeluarga ini. Bima berusia 8 tahun masih duduk di bangku SD, wajah serta tubuhnya yang bulat dan kulitnya yang hitam manis merupakan ciri khas Bima, meski di keluarga ini tidak ada yang berkulit hitam manis dan bertubuh bulat.
Meskipun berbeda dia sangat disayang keluarga, maklum anak bungsu.
"Sini lah, ikut main daripada duduk terus!" Kali ini Afriadi berseru sambil memantul-manulkan bola.
"Gak ah yah, mau nonton aja," sahut Bimbi, baginya tidak ada yang lebih asik dari nonton sambil ngemil.
Yaudah mereka lanjut main Bimbi diajak nolak terus. Namun tak berselang lama Latika datang menghampiri mereka dan merebut bola dengan galaknya berkata.
"Mau sampai kapan mainnya?! Ini udah jam berapa? Lima belas menit lagi adzan, sana mandi!" tegas Latika. Ayah dan anak ini menciut cengengesan garuk-garuk kepala sedangkan Bimbi sudah menghilang dari tempatnya.
"...Dari tadi bunda manggil." Latika mengomel, Arzan dengan tega berlari masuk ke rumah meninggalkan ayahnya.
"Iya Bun ini juga mau udahan mainnya," kata Afriadi merangkul istrinya.
"Gak usah merangkul sana mandi." Latika menepis tangan Afriadi.
"Main gak ingat waktu, buang aja bola ini," gerutu Latika.
"Bunda yakin mau buang? Itu bola kan ada kenangannya." Afriadi mengingatkan.
Langkah Latika terhenti, ia teringat kembali saat pertama kali bola ini dibeli. Waktu itu ketika Latika masih duduk di bangku SMA dan sekolahnya mengadakan kalasmeting dimana ada lomba basket untuk cewek Latika menjadi salah satu perwakilan kelas untuk mencukupi jumlah anggota time pada masa itu.
Karena Latika tidak tahu cara main bola basket Afriandi berinisiatif mengajarkannya main, setiap sore mereka main di lapangan basket yang ada dihalaman rumah kebetulan Afriadi dan ayahnya sangat suka main basket.
Namun Afriadi tak pernah bermain basket lagi setelah kepergian ayahnya. Setiap kali ia memegang bola, memantulkan, dan melemparnya ia selalu terngiang mendiang ayahnya.
Butuh waktu mengikhlaskan seseorang yang disayangi untuk pergi selamanya
"Bola basketnya mana?" tanya Latika kala itu mencari bola di gudang namun nihil.
Afriadi tertunduk ia baru ingat bahwa ia tidak memiliki bola basket di rumah, karena ia sudah jarang main lagi.
Namun sekarang dia putuskan untuk bermain lagi, setelah ada pujaan hatinya.
"Aku lupa tidak memiliki bola di rumah, bagaimana kita beli dulu?" saran Afriadi yang diiyakan Latika.
Mereka mencari bola basket di toko terdekat, setelah bola didapat mereka kembali pulang dan mulai latihan.
Berkat kegigihan Afriadi mengajari Latika bermain basket dia dan timenya memenangkan perlombaannya di sekolah.
"Apa yang sedang kau lakukan?" tanya Afriadi mendekati Latika yang tengah duduk di bibir kolam berenang sambil mencoret sesuatu.
Latika tidak menjawab ia hanya tersenyum, Afriadi melihat apa yang sedang Latika coret, ternyata dia sedang memberikan tanda tangan di bola tersebut.
"Ini bola latihan pertama yang membawa kemenangan pertamaku main basket." Latika menoleh dan tersenyum manis, "Terimakasih sudah mengajarkan main basket."
Afriadi mengalihkan wajahnya yang bersemu, hatinya pun tak luput tersipu malu padahal Latika hanya tersenyum dan berterimakasih.
"Anu... Ini. Tanda tangan disini sebagai kenangan." Latika menyerahkan bola dan spidol pada Afriadi, wajahnya tersipu malu.
Afriadi tersenyum menerima bola dan spidol, ia mulai menggoreskan spidol di bola tersebut tepat di sebelah tandatangan Latika.
Bola itu menjadi barang kenangan bagi mereka berdua dan setiap kali mereka bermain basket selalu menggunakan bola itu sampai sekarang, banyak kenangan yang ada di bola tersebut.
"Gak jadi dibuang?" pertanyaan Afriadi membuyarkan lamunan Latika.
"Gak, sayang," gumam Latika tidak begitu jelas namun terdengar jelas ditelinga Afriadi.
"Cie gak jadi dibuang, masih ada sayangnya ya." Afriadi menggoda Latika membuat wajah Latika seketika datar bersemu malu.
"Awok ah, cepat masuk udah senja ini. Nanti dicuri Wewe gombel," kata Latika melanjutkan langkahnya tanpa memperdulikan Afriadi yang berseru di belakang.
"Mau mandi bareng gak?" goda Afriadi ketika mereka sudah masuk ke rumah, alisnya naik turun menggoda Latika.
"Apaan sih? Mandi aja sendiri, Bunda udah mandi ya," kata Latika dengan wajah semberut memerah.
"Nanti Ayah diintip Wewe gombel gimana?"
"Ayah jangan bercanda, mandi sana. liat sudah hampir jam enam ini, sana sana sana mandi sebentar lagi adzan Maghrib." Latika mendorong tubuh suaminya dengan bola, yang didorong cekikikan.
"lagian gak ada kerjaan banget wewe gombel ngintip ayah," gumam Latika.
"Yah namanya juga pria mempesona, makhluk mana yang gak tertarik?" canda Afriadi diiringi gelak tawa.
"Bunda gak tertarik." Latika menjawab datar yang mana merupakan candaan, sebenarnya Latika tertarik dengan Afriadi hanya saja mengakuinya diusia begini bikin malu.
"Sadar sudah aki aki mempesona dari mana?" gumam Latika menggembungkan wajah yang memerah.
Afriadi terdiam, tersenyum kecil. ia tahu jika sekarang wajah istrinya pasti memerah seperti persik, sangat menyenangkan baginya menggoda istrinya.
***
Azan berkumandang di masjid anggota keluarga Afriadi bersiap menjalankan ibadah sholat Maghrib berjamaah di rumah.
"Arzan qomat," perintah Afriadi.
Tanpa disuruh dua kali Arzan qomat, setelahnya mereka menjalankan ibada sholat Magrib, beranggotakan empat orang Afriadi menjadi imam dan tiganya menjadi makmum.
Setelah sholat Maghrib Latika turun ke dapur memasak makan malam sedangkan Afriadi mengajari kedua anaknya mengajai.
Meski Arzan dan Bimbi sudah lancar mengaji ia tetap mengaji bersama ayahnya agar hubungan ayah anak semakin rapat.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 28 Episodes
Comments
Thata Chan
fiks. bukan hanya karakter cerita atau film, dari jaman pandawa lima sampe sekarang. nama Bimbim atau Bima, identik dengan warna kulit yang hitam manis. awok2 🚴🚴🚴🚴
2022-05-31
1