Di tengah malam, di daerah pemukiman yang sepi karena sebagian besar orang telah terlelap, seorang laki-laki dengan pakaian lusuhnya memasuki gerbang sebuah rumah raksasa bak istana. Penjaga gerbang itu menundukkan kepalanya memberi salam.
Namun ada hal aneh yang mengganjal dalam diri mereka. Sebuah senyuman yang tidak pernah terlihat, melekat erat pada wajah pria itu. Orang yang bersangkutan bahkan tidak sadar jika ia sedang tersenyum.
Masih dengan senyuman yang terukir dengan jelas di wajahnya, ia memasuki ruang kerjanya dan duduk di kursi dekat jendela. Seakan kurang puas seharian duduk di sana, bukannya kembali ke kamarnya, pria itu justru duduk di sana sambil melamun.
Sebuah etalase kaca kecil terlihat di samping mejanya. Di dalamnya, tersimpan sebuah sepatu wanita berwarna putih pemberian seorang putri Count untuknya.
Ia menutup wajahnya sekali lagi sambil tertawa mengingat wanita yang ia temui beberapa saat lalu.
Seseorang kemudian mengetuk pintunya dan ia mempersilahkan orang itu masuk tanpa pikir panjang.
"A... Anda terlihat senang?" Tanya laki-laki yang hanya beberapa tahun lebih tua darinya.
"Benarkah? Sepertinya begitu."
Jawaban yang diberikan oleh tuannya justru semakin membuatnya bingung. Orang di depannya hanya memiliki 1 ekspresi sebelumnya. Ia bahkan tidak pernah terlihat tertarik dengan apapun dan sangat sulit dibuat senang.
"Anda berhasil mendapatkan petunjuk?"
Dengan wajah polos dan senyuman di bibirnya, ia tidak menjawab pertanyaan asistennya yang juga adalah teman masa kecilnya. Dapat terlihat jelas jika Tuannya telah melupakan tujuan awalnya pergi ke bar itu.
"...ah. Aku lupa."
Sesuai dugaanya.
"Lalu, apa yang Anda lakukan disini?" Tanyanya sekali lagi karena tuannya masuk ke ruang kerja tengah malam meski tidak mendapatkan petunjuk.
Pria itu berpikir sejenak, dan menyadari tidak ada yang hendak ia lakukan di ruang kerjanya. Dengan wajah datar asistennya berkata,
"Saya pikir otak Anda rusak karena telalu banyak bekerja."
...****************...
Beralih dari pria gila ke wanita gila.
Pembunuh bayaran sudah dikerahkan, informan juga sudah diurus. Hasilnya mungkin langsung terlihat dalam 4 hari saat rencana penyergapan dilaksanakan. Namun rinciannya akan diketahui dalam satu minggu saat informan itu melaporkan hasil pengamatannya.
Ashley sengaja memilih hari yang berbeda agar sedikit menyamarkan kecurigaan orang-orang yang terlibat.
Lalu apa yang Ashley lakukan selama seminggu menunggu hasilnya? Tidak mungkin orang yang suka membuat keonaran sepertinya berdiam diri sambil menunggu.
...****************...
Keesokannya, di suatu malam, terjadi penyergapan secara diam-diam di sebuah bangunan. Beberapa orang yang diduga melakukan penyelundupan obat ilegal digiring keluar oleh sekelompok orang bersenjata.
"Mereka hanya orang baru yang tugasnya menjadi perantara."
"Obatnya diletakkan di tempat yang sudah ditentukan. Mereka hanya tinggal mengambilnya." Ucap salah seorang laki-laki yang baru saja selesai menginterogasi mereka.
"Bagaimana cara mereka memesan obatnya?"
"Mereka menuliskannya di kertas dan membuangnya ke tempat sampah."
Kedua laki-laki itu hanya saling menatap. Mereka tidak habis pikir dengan cara pengoperasian yang dilakukan oleh sindikat yang mereka cari-cari selama beberapa bulan terakhir ini.
"Astaga. Mereka mengecek seluruh sampah di kota?"
Ia mendongakkan kepalanya dan menghela napas panjang. Ditatapnya gelapnya langit malam tanpa bintang untuk sesaat sebelum kembali melihat asistennya.
Jauh di belakang asistennya, di ujung jalanan gelap itu ia melihat sesuatu. Dari balik gang yang tersorot satu-satunya lampu jalan, ia melihat rambut panjang keemasan yang tersibak oleh angin.
"Kita lanjutkan besok. Kerja bagus hari ini." Ucapnya menepuk pundak asistennya sebelum kemudian lari melewati asistennya yang kebingungan itu.
"Hah? Anda mau kemana?"
Tanpa menjawab pertanyaannya, laki-laki itu berlari menuju gang tersebut.
"Daryl!"
...****************...
Beberapa jam sebelumnya, di sisi lain kota, Ashley mengajak Bellena berkeliling mencari tempat hiburan.
Tiap tempat yang mereka coba datangi selalu membuat Bellena panik.
Awalnya karena tidak tahu harus pergi ke mana, mereka berjalan memasuki distrik lampu merah. Bellena terlihat sangat panik sepanjang jalan dan membuat Ashley mengerjainya dengan mengajaknya masuk ke salah satu tempat hiburan di sana.
Puas membuat Bellena kelabakan, mereka keluar dan lanjut mencari tempat lain. Di setiap tempat yang mereka datangi, Ashley selalu mendapatkan informasi mengenai tempat baru yang kemudian langsung ia datangi.
"Kau baru disini? Akan kutunjukan tempat bagus." Ucap laki-laki bertubuh besar.
Orang-orang yang umumnya ditakuti itu justru cepat menjadi akrab dengan Ashley. Kesamaan dalam suatu hal memang dapat mempercepat pertemanan. Contohnya kesamaan mereka dalam menyukai kekerasan.
Ia dan Ashley bercakap-cakap sepanjang jalan layaknya teman yang sudah lama tidak bertemu.
Bersama dengan beberapa orang lainnya, mereka berjalan melewati gang-gang sepi, menerobos jalan-jalan tersembunyi. Semakin jauh kaki mereka melangkah, semakin tidak tenang Bellena dibuatnya. Pikirannya dipenuhi dengan pikiran-pikiran negatif.
Tentu normal bagi seorang gadis muda, merasa takut jika digiring ke tempat asing di malam hari oleh beberapa laki-laki bertubuh besar.
Meski begitu, ia tidak bisa memberitahu nonanya karena Ashley bejalan di depan bersama ketua geng mereka. Sedangkan Bellena berjalan di belakang bersama 3 laki-laki dan 1 wanita lainnya.
Salah seorang laki-laki yang berjalan di samping Bellena lompat ke depannya dan mengagetkan gadis yang terlihat tegang sepanjang jalan itu.
"Ba!!"
Bellena berteriak karena terkejut. Laki-laki itu dan ketiga orang lainnya tertawa saat mendengar teriakan Bellena begitu melengking melewati gang-gang kosong.
Ashley menengok ke belakang, mendapati pesuruh favoritnya tengah duduk dikelilingi empat orang yang menertawakannya. Tubuh gadis itu gemetar, tidak jauh berbeda dengan saat Ashley memintanya mengetes ketahanan tongkatnya.
Ashley hanya diam, menatap mereka tajam tanpa menunjukan sedikit pun senyuman di wajahnya. Tawa dari keempat orang itu perlahan menyusut, menyadari candaan mereka tidak diterima baik oleh Ashley.
Tidak ada yang tahu pasti isi pikiran Ashley, namun ketua mereka menyadari, gadis di sebelahnya sedang memikirkan hal buruk.
"Hei, jangan berlebihan." Ucap ketua mereka kepada anak buahnya.
"Ah, maaf, aku tidak bermaksud menakutimu. Kau terlihat sangat tegang jadi kupikir itu bisa membuatmu sedikit santai."
Mana mungkin. Darimana pemikiran seperti itu datang?
Laki-laki yang mengagetkan Bellena membantunya bangun karena merasa bersalah. Dibanding ketiga teman laki-lakinya, ia memikili masa otot paling sedikit, tubuhnya juga terbilang normal. Mungkin itu dapat membuat Bellena merasa sedikit lebih tidak takut.
"Maklumi mereka El, anak-anak ini hanya bersemangat karna mendapat teman baru."
Tentu Ashley tidak memperkenalkan nama aslinya. Meski begitu, nama yang ia pakai masih terdengar seperti nama panggilan Ashelia.
Dibanding preman atau orang-orang lain yang tidak mendapat pendidikan, cara bicara mereka cukup bagus dan jelas. Menandakan mereka tidak hanya berurusan dengan orang-orang kalangan menengah ke bawah.
Ashley menyeringai.
"Jangan ganggu dia. Dia cuma cewe normal biasa. But I still need her."
"So, lay a finger on her and I'll f*ck you up."
^^^Bersambung...^^^
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 167 Episodes
Comments