Setelah Ashley memberikan gadis itu beberapa tamparan keras di pipi kanan dan kirinya, penderitaannya belum berakhir.
Awalnya, Ashley berniat membuatnya menjadi kursi berjalan. Namun, mengetahui betapa lemahnya gadis itu, Ashley memberikan sedikit keringanan padanya.
Karena tidak mampu berjalan, Ashley menyuruh gadis itu menggendongnya di punggung. Tentu saja, bagi gadis malang itu, hal ini belum cukup dikatakan sebagai 'keringanan'.
Kakinya sempoyongan, gadis itu merasa energinya terkuras habis akibat tekanan mental. Staminanya bahkan belum sepenuhnya pulih, namun sekarang ia masih harus berjalan menuruni ratusan anak tangga menuju pintu keluar tower sambil menggendong Ashley.
Sebelumnya, ia hanya membantu memapah Ashelia saat naik ke atas. Tak pernah terpikir olehnya, Dewi yang ia panggil akan begitu kejam. Padahal seharusnya ia dapat memprediksi bahwa ia akan bernasib buruk mengingat yang mereka panggil adalah Dewi jahat bukannya Dewi penyelamat.
Sesampainya dibawah, kakinya serasa akan patah jika ia melangkah satu langkah lagi. Beruntung, kursi roda Ashelia ada disana,
begitu pikirnya.
Ashley mengunci leher gadis itu dengan lengannya saat gadis itu hendak menurunkannya.
"Ngapain?" Tanya Ashley penuh ancaman.
"Kursi roda Anda-" Jawabnya panik sambil menunjuk ke arah kursi roda yang berada beberapa langkah di sampingnya.
Ashley mengeratkan kunciannya setelah melirik ke arah kursi roda yang keadaannya sudah sangat menghawatirkan itu. Tak heran karena kursi tersebut digunakan untuk melewati hutan dan gunung. Sudah cukup luar biasa mereka bisa sampai ke sini.
"Lo mau gua mati? Gimana kalo lo aja? Siapa tau target gua sebenernya elo?"
Gadis itu semakin panik. Pikirannya terbagi antara berusaha melepaskan diri dan meminta ampun. Ia, yang juga tidak mengetahui target balas dendam nonanya, tidak dapat mengelak ataupun membela diri.
Ia melayani Ashelia selama ini karena Ashelia adalah seorang penakut. Bukan hanya tidak pernah menyusahkannya, Ashelia juga sangat mudah dipengaruhi dan dimanfaatkan. Kini ia mulai berpikir mungkin Ashelia sudah mengetahui niatnya dan membawanya kemari untuk dibunuh.
Kurang dari 20 detik, karena tidak ingin gadis itu berakhir pingsan, Ashley melepaskan kunciannya. Ia tidak ingin menunggu gadis itu siuman untuk yang kedua kalinya. Meskipun yang pertama kali juga tidak bisa dikatakan menunggu.
Ada kemungkinan bahwa gadis ini adalah target Ashley. Namun itu juga masih belum jelas. Ashley tidak bisa membunuhnya sekarang karena ia tidak ingin terjebak di gunung sendirian tanpa kaki dan informasi.
Kepala gadis itu terasa pusing, karena hambatan darah yang dilakukan Ashley barusan. Namun itu bukan berarti Ashley akan memberinya waktu untuk beristirahat. Perjalanan mereka masih panjang dan gadis itu harus tetap berjalan menuruni gunung sambil menggendong Ashley.
Gadis itu hanya bisa berusaha mati-matian mengikuti semua instruksi Ashley. Ia hanya bisa berharap sang Dewi akan mengampuninya jika ia pingsan di tengah jalan. Membayangkan jarak tempuh dari tower ke desa sejauh 2 kilometer sudah membuatnya hampir pingsan.
Mengetahui gadis ini tidak akan sanggup menempuh jarak sejauh itu, Ashley menyuruhnya mencari kayu jika tidak ingin menggendong Ashley hingga rumah sembari berjalan menyisiri hutan.
Bukan hanya sampai desa, namun sampai ke kediaman yang jaraknya sekitar 5 kilometer dari desa. Membayangkannya saja ia tidak mau. Karena itu, setiap kali ia menemukan kayu, gadis ini menjadi bersemangat. Hal itu cukup lucu dimata Ashley.
Setelah mendapat beberap kayu yang pas, Ashley turun dari punggung gadis itu. Menggunakan tali yang ia gunakan untuk mengikat kaki gadis itu, Ashley membuat penopang untuk kakinya.
Ia membalut kakinya dengan kain berkali-kali sebelum akhirnya mengikatkan 3 buah kayu disekeliling kakinya dan mengikat bagian tengahnya untuk menghimpit kaki kirinya. Cukup kuat, namun sangat tidak nyaman karena rasa sakit akibat terhimpit. Ashley juga menggunakan tongkat untuk mengurangi beban tekanan pada kaki kirinya.
Gadis itu tertegun melihat apa yang dilakukan Ashley. Namun di saat bersamaan, ia merasa lega karena tidak harus menggendongnya sampai ke kediaman Ashelia.
Medan yang mereka lalui cukup datar namun masih tetap menyusahkan Ashley. Terlebih lagi kaki kanannya tidak memakai alas kaki apapun, membuatnya harus memilah-milah pijakannya karena telapak kaki Ashelia terasa seperti kaki bayi.
Gadis itu membantu Ashley dengan hati-hati. Ia juga mencarikan jalan yang lebih mudah dilalui oleh wanita itu. Bukan peduli, ia hanya tidak ingin Ashley berubah pikiran dan menyuruh gadis itu menggendongnya lagi karena merasa repot.
"Siapa nama lo?"
Untuk pertama kalinya setelah semua hal yang terjadi.
"Nama hamba Bellena, Dewi."
"Jangan panggil Dewi. Geli gua."
"Ini badan majikan lo kan? Anggep gua itu dia. Siapa namanya?"
"A-Ashelia Rosanna Midgraff, Dewi- maksud ham- s-saya-"
Bellena menelan ludahnya sambil menguatkan mental, menatap Ashley yang terlihat tidak bereaksi sama sekali terhadap ucapanya.
"Nama Anda, Ashelia Rosanna Midgraff, Nona." Ulang gadis itu memperbaiki kalimatnya.
Ashley mulai menanyakan tentang keluarga Ashelia, bagaimana sikap mereka, juga teman dekat dan siapa saja orang yang Ashelia kenal.
Tidak banyak, Ashelia adalah orang yang pemalu dan tertutup. Lebih tepatnya, tidak memiliki keberanian untuk berteman atau berinteraksi dengan orang lain. Hal itu membuat Ashelia tidak memiliki teman selain Bellena yang sebenarnya hanya memanfaatkan ketidak-berdayaan Ashelia agar hidupnya lebih mudah.
Count Vincent Faramis Midgraff, ayah Ashelia, adalah orang yang baik dan ramah. Ia memegang kendali di Lozan County. Ashelia memanggilnya 'Papa', sama seperti Ashey memanggil ayahnya.
Ibu kandung Ashelia meninggal 3 tahun lalu. Kemudian, ayahnya menikahi putri seorang Baron, Marion Moro 2 tahun lalu. Namun, Ashelia tidak memanggilnya 'Mama' melainkan 'Nyonya'. Ashley berfikir, mungkin Ashelia tidak ingin memanggil orang selain ibunya dengan sebutan mama.
Saat itu Marion telah menginjak usia 30 dan belum mendapatkan pasangan. Karena itu, meski terpaut jarak usia hingga 14 tahun, mereka tetap menerima lamaran Midgraff.
Orang-orang mengatakan bahwa hal itu adalah salah satu kebaikan Vincent Midgraff untuk menjaga kehormatan keluarga Baron Moro. Bagi mereka, wanita yang tidak menikah adalah sebuah penghinaan, dan wanita yang tak kunjung mendapatkan pasangan adalah aib keluarga.
Ashley melirik ke arah Bellena, membuat penjelasannya sedikit melambat karena khawatir telah melakukan kesalahan tanpa ia sadari. Ashley hanya sedikit mengernyit setelah mendengar tradisi dunia barunya. Ia merasa beruntung tidak tumbuh di lingkungan masyarakat semacam itu, namun ia juga cukup sial karena sekarang ia berada diantara mereka.
Usianya 29 tahun dan belum pernah berpacaran sama sekali. Bukan berarti tidak berpengalaman, Ashley hanya tidak tertarik dengan percintaan.
"Berapa umur Ashelia?" Tanya Ashley mengantisipasi.
"21 tahun ini." Jawabnya cepat karena hanya selisih satu tahun lebih tua darinya.
Ashley berfikir sejenak, memperkirakan waktu yang ia punya, namun beberapa detik kemudian ia tidak lagi memikirkannya. Ini bukan kehidupannya, kenapa ia harus peduli? Ia hanya perlu membuat orang-orang yang berani memandangnya sebagai 'penghinaan' mendapat pendidikan yang tepat darinya.
"Ada orang-orang yang perlu gua tau lainnya?"
"Orang-orang penting yang punya pengaruh besar, yang perlu gua hindari? Karna ga ada orang yang bisa gua andelin disini." Sindirnya kepada Bellena.
"Em... saya kurang tahu orang-orang seperti itu."
Setelah mendengarnya, Bellena tidak merasa tersindir sama sekali karena ia pun merasa tidak bisa membantu banyak.
"Tapi, untuk berjaga-jaga. Sebagai pengetahuan umum, mungkin Anda perlu tahu nama anggota kerajaan."
Bellena mulai menyebutkan nama mereka satu-persatu, meski tidak mengetahui nama lengkap mereka. Dari raja, ratu, mendiang ayah raja, pangeran pertama sampai ke empat, putri pertama, dan putri kedua.
Langkahnya terhenti, menyadari suara langkah kaki Ashley tidak lagi terdengar. Bellena menengok ke belakang, mendapati nona barunya terdiam di sana tenggelam dalam pikirannya.
"Asteron, Sylvana, Xavier..." Gumam Ashley.
Asteron adalah nama pangeran kedua, sedangkan Sylvana adalah nama putri pertama, lalu siapa Xavier? Bellena tentu tidak memahaminya. Namun nama-nama tersebut sangat tidak asing bagi Ashley, dan Xavier adalah nama pangeran dari kerajaan lain yang merupakan sekutu Asteron dan Sylvana.
Saat Ashley kecil, saat ia masih berada di sekolah dasar dan tinggal dengan ibunya, saat kehidupannya tidak jauh berbeda dari anak-anak seusianya, saat ia menyukai waktu dimana guru di sekolahnya menceritakan cerita-cerita menarik, Ashley meminta sebuah buku cerita kepada ibunya.
Sebuah novel tentang kerajaan di negri yang jauh, yang penuh dengan tipu muslihat, penuh dengan penghianatan dan kebencian, penuh dengan ambisi atas kemenangan. Sebuah novel politik tentang menjadi pemimpin di atas orang-orang yang haus akan nikmat dunia.
Buku pertama dan terakhir yang penah ibunya berikan kepadanya. Buku yang benar-benar berada di luar bayangan anak itu. Buku yang sangat cocok dengan kepribadian ibunya, namun sangat tidak dianjurkan dibaca oleh anak di bawah umur. Buku yang merubah sudut pandang Ashley kecil terhadap manusia.
Klaus adalah nama pemeran utama novel itu, sedangkan, Asteron, Sylvana dan Xavier adalah orang-orang yang mendukung dan mengikutinya.
Meski hal itu masih bisa dikatakan sebagai sebuah kebetulan, dan Ashley juga tidak mengingat nama-nama mereka maupun nama kerajaan mereka, Bellena telah menyebutkan nama-nama keluarga mereka yang membuat Ashley jadi teringat dengan tokoh-tokoh di dalam buku bengis yang ia benci itu. Tentu nama dan silsilahnya sangat bersinambungan, meningkatkan keyakinan yang tidak ingin dipercaya Ashley.
Ashley telah menemukan hal paling tidak masuk akal selama hidupnya, masuk ke dalam dunia novel. Dunia yang hanya tertulis di dalam buku.
Tersambar petir dan berpindah dunia, dipanggil menggunakan ritual pemanggilan ilmu sesat, memasuki tubuh seseorang, dan sekarang, dunia yang ia masuki adalah dunia novel. Kepalanya serasa akan pecah menghadapi semua hal-hal di luar nalar tersebut.
Bellena yang menadari perubahan ekspresi Ashley tidak berani mendekatinya. Ia hanya diam menunggu keadaan sedikit menbaik. Setiap detik yang ia lalui terasa menegangkan.
Ia sesekali menatap Ashley, mengecek apakah ada perubahan. Tidak ada yang tahu apa yang akan Ashley lakukan, dan itu yang membuat Bellena mengkhawatirkan keselamatannya.
Setelah beberapa saat mencoba menenangkan diri, Ashley akhirnya dapat menenangkan kekacauan di dalam kepalanya.
"Let's just go home first."
Bellena tidak merespon, ia tidak paham dengan apa yang dikatakan Ashley. Ia hanya menatapnya bingung.
"Ngapain? Jalan. Milih ngerangkak?" Ancam Ashley yang langsung membuat Bellena mengerti.
Setelah berjalan sekian lama, akhirnya mereka keluar dari hutan. Karena belum sepenuhnya mempercayai Bellena, Ashley ikut dengannya mencari kereta kuda di sekitaran desa.
Kebanyakan adalah kereta untuk mengangkut barang yang jelas tidak mungkin ditawarkan oleh Bellena. Setelah berjalan agak jauh ke daerah pinggiran kota, mereka menemukan beberapa kereta penumpang.
Melihat wujud kereta kuda yang akan ia tunggangi, Ashley berpikir. Bukannya teringat ataupun terkesan bahwa ia kini ada di era kerajaan, melihat kereta kayu yang terlihat tua itu, memikirkan ia harus menaiki 'benda' itu, Ashley benar-benar merasa ingin membakarnya bersamaan dengan Bellena dan kusirnya.
"Lo mau gua naik rongsokan ini?"
"Ah! Maaf Nona! Saya akan cari yang lain."
Mereka berdua pun berbalik, berniat mencari kereta yang lebih layak dinaiki.
"Hey!" Panggil si kusir.
"Pikirmu keretaku rongsokan? Bicara seenak ******. Tidak tahu diri. Ada yang mau sudah bagus."
Ashley tertawa.
"N-Nona, Anda tidak boleh membuat keributan di depan publik!"
^^^Bersambung...^^^
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 167 Episodes
Comments
Hasan
msh memantau
2022-09-15
3