Melihat seseorang yang jelas-jelas bekerja dirumahnya, dan menjadi bawahannya, namun bersikap semena-mena seolah ia bukan bagian dari otoritas Ashley, membuat wanita itu sangat marah.
Bagaimana bisa ada orang seperti ini di bawah lingkup kekuasaannya. Terlebih lagi, ini adalah tempat tinggalnya, tempat dimana ia akan sering menurunkan tingkat kewaspadaannya.
Virus.
Virus yang harus ditangani sebelum keadaan menjadi lebih buruk. Orang yang harus didisiplinkan untuk memperkokoh pondasi istananya.
Saat itu, pemuda di depan Ashley tidak menyadarinya. Namun jika bisa kembali ke masa lalu, ia lebih memilih untuk pura-pura pingsan setelah dipukul dengan tongkat Ashley. Tidak, ia akan menyapa Ashley, atau tidak pergi ke halaman depan hingga Ashley masuk. Atau bahkan sedari awal ia lebih baik tidak bekerja di sana.
"Anda gila!?" Teriak pemuda itu merasakan nyeri di daerah pelipis kepalanya.
Ashley kemudian menendang wajah lelaki itu dengan kaki kayunya, membuat pemuda tersebut semakin marah namun juga bingung dengan apa yang baru saja mengenai wajahnya. Sebelum sempat merespon, tangan kiri Ashley menarik rambutnya ke atas dan melancarkan serangan berikutnya ke wajah pemuda itu.
Tidak ingin terus dipukul, ia mencoba menahan pukulan Ashley namun meleset dan pukulan Ashley tetap mendarat di wajahnya. Wajahnya bersimbah darah. Pukulan Ashley memang tidak terlalu sakit namun ia terus memukul di satu titik, pada hidung pemuda itu.
Laki-laki itu berusaha membalas. Ia menarik lengan kiri Ashley dan melayangkan pukulannya ke pipi kanan wanita tersebut. Alih-alih membuat Ashley terjatuh, ia justru membuat keadaan lebih buruk.
Ashley yang melihat pukulan pemuda itu datang langsung menahan bagian siku dalam pemuda itu dangan lengan bawahnya. Ia mendaratkan lutut kirinya di lengan atas pemuda itu, menarik tangan kanannya yang gagal memukul dan menahan pergerakan tangan itu dengan kaki Ashley yang satunya.
Pemuda itu hampir berteriak saat lutut Ashley menusuk lengannya. Ia meringis kesakitan merasakan tekanan di lengan kanannya. Karena berat badan Ashelia sangat kurang, tulang lengan pemuda itu tidak sampai retak. Ia justru hampir membalikan tubuh kurus Ashelia.
Namun Ashley langsung menguatkan tekanan pada kedua kakinya, sambil mengeratkan genggaman tangannya yang masih memegang kendali atas kepala pemuda itu. Ashley langsung membenturkan kepalanya beberapa kali ke tanah, membuatnya berhenti melawan akibat guncangan di otaknya.
Kepala pelayan yang sedari tadi hanya melihat karena kejadian itu terjadi begitu cepat, akhirnya bertindak.
Bellena menahannya sambil menggelengkan kepala. Wajah gadis itu terlihat sangat pucat dan tangannya gemetar. Ia hanya tidak ingin nonanya semakin marah lagi.
Namun, itu berarti sama saja dengan membiarkan pemuda itu terbunuh. Bellena hanya meyakini bahwa hal itu tidak bisa dihindari karena apa yang terjadi kepada pemuda itu adalah karena kesalahannya sendiri.
Boss! Cukup! Anda bisa merusak otaknya!
Sambil terus memukulinya tanpa henti, Ashley teringat akan masa lalunya. Saat terjadi masalah internal dan ia menghajar salah satu anak buahnya habis-habisan. Tidak ada yang berani benar-benar menghentikannya saat itu. Anak buahnya pun tidak sadarkan diri selama 3 hari.
Saat Kenny, salah satu orang kepercayaannya mencoba menghentikannya, Ashley justru berkata,
"Otaknya udah rusak dari awal jadi ga masalah kan?"
Mendengar ucapan Ashley, pemuda yang hampir kehilangan kesadarannya itu menyadari sesuatu. Nona Ashelia yang ia tahu, kini sudah menjadi iblis. Tidak terhitung sudah berapa kali ia dipukul, ia merasa jika ia pingsan mungkin rasa sakitnya akan hilang.
Namun sebelum ia benar-benar pingsan, seseorang menahan tangan Ashley, menghentikannya melanjutkan penyiksaan itu.
Pikiran wanita itu terselimuti amarah yang meluap-luap, ia tidak bisa mendengar apa yang kepala pelayan itu katakan kepadanya.
Ia bangun perlahan sambil masih menggenggam rambut pemuda itu. Tangan kepala pelayan tersebut sudah tidak lagi menyentuhnya, namun Ashley masih bisa merasakannya. Bukan karena kepala pelayan itu menggenggam lengan Ashley dengan kuat, wanita itu hanya sangat tidak suka disentuh tanpa seijin darinya.
Ashley menengok kebelakang, bertatapan dengan kepala pelayan yang ekspresinya bercampur aduk antara bingung dan takut. Tidak ada lagi arogansi dimatanya.
"Berani ikut campur lagi, gua patahin tangan lo."
Kepala pelayan itu membeku melihat tatapan Ashley yang sangat dalam dan penuh dengan kebencian. Untuk pertama kalinya ia merasa terancam oleh nonanya. Sosok Ashelia yang ada didepannya saat ini mengingatkannya dengan Count wilayah Lozan, ayah Ashelia. Kepala pelayan itu dapat merasakan aura superior yang begitu kuat dan menekan.
Ashley berjalan melewatinya sambil menyeret kepala pemuda itu, memaksanya merangkak mengikuti langkah Ashley.
"Kumpulin semuanya kecuali penjaga." Perintah Ashley kepada siapapun yang mendengarnya.
Kedua orang itu pun bergegas mengumpulkan semua pekerja yang ada di kediaman Ashley. Pelayan, tukang kebun, koki, semua orang berkumpul tanpa tahu permasalahannya.
Wajah mereka yang semula terlihat tidak nyaman kerena pekerjaan mereka terganggu, setelah memasuki aula masuk, berubah menjadi ekspresi terkejut.
Gadis yang selalu mereka remehkan, mereka pandang sebelah mata, kini berdiri di sana dengan kedua kakinya. Tangan kanannya bermandikan darah, dan tangannya yang satu lagi menggengam rambut seseorang yang menjadi bukti perbuatannya.
Mata yang tidak penah mereka tatap itu kini memancarkan sesuatu yang membuat mereka semua merinding.
Apa yang terjadi? Apakah itu Ashelia? Kenapa dia seperti itu? Pertanyaan-pertanyaan itu tergambar jelas di raut wajah mereka. Suara bisikan mereka pun memenuhi ruangan besar itu, seakan tidak bisa membaca situasi.
"Bell."
Mendengar sepatah kata dari orang yang mereka pertanyakan, membuat orang-orang itu berhenti berbisik dan memusatkan perhatian mereka pada Ashley.
"Ya! -Nona?" Bellena hampir saja memanggilnya Dewi.
"Lain kali, kalo masih ada orang yang ngomong selain gua pas gua suruh kumpul,"
"Gua potong lidah lo." Lanjut Ashley sambil melirik Bellena.
Posisi Bellena yang hanya seorang pelayan tentu tidak berani memberi perintah kepada mereka, yang bahkan beberapa darinya memiliki posisi yang lebih tinggi. Namun hal itu hanyalah cara Ashley memberi mereka semua peringatan.
Itu juga sekaligus menjadi sindiran atas betapa tidak berkompetennya Kepala Pelayan hingga Ashley lebih percaya kepada Bellena yang hanya seorang pelayan.
"Yang ngerasa atasan gua maju."
Ashley sengaja memberi jeda namun tentu saja tidak ada yang berani melangkahkan kakinya ke depan meski mereka berpikir demikian.
"Yang ngerasa posisinya lebih tinggi dari gua maju kesini!!!"
Suaranya menggema ke seluruh sisi rumah melewati lorong-lorong kosong. Para pekerja itu tercengang melihat kemarahan nonanya untuk pertama kali.
"Padahal bawahan tapi belagunya kelewat akhirat."
Tidak pernah terbayangkan oleh mereka gadis yang mereka kenal penakut itu bisa menjadi sangat mengintimidasi seperti ini.
"Kalo lo pada liat majikan lo, sapa!" Lanjut Ashley sambil melangkah mendekati salah seorang juru masak yang ada di dekatnya.
"Hal dasar aja gapaham. Kepala lo semua isinya apaan, b*ngsat?"
Ashley memukul perut juru masak itu dengan keras membuatnya membungkuk kesakitan. Gadis itu kemudian menekan bagian belakang kepala orang itu hingga membungkuk 90°.
"Gua patahin kaki lo kalo lebih tinggi dari ini." Terangnya menunjukan cara seorang bawahan menyapa atasannya.
Ia menekankan kesan bahwa derajat mereka berada di bawahnya. Tidak ada seorang pun yang merespon saat itu, namun mereka semua paham dengan poin yang disampaikan Ashley.
"Lo, sini."
Ashley memanggil seorang wanita berusia sekitar 20 tahunan keatas yang berada di barisan depan sebelah kanan.
Saat ia berjalan perlahan mematuhi perintah Ashley dengan kewaspadaan tinggi, Ashley berkata,
"Lo dipecat."
Jelas hal itu membuatnya bingung. Ia hendak memprotes keputusan tanpa alasan Ashley. Namun, respon itulah yang ingin wanita itu tes.
"Hah? Kenapa-"
Hanya berjarak sekitar 1 meter darinya, Ashley melepaskan tendangan kaki kirinya lurus keatas tepat mengenai dagu wanita itu.
"Dilarang ngomong balik ke gua."
Wanita itu hampir terjatuh. Ia langsung mundur menjauhi Ashley beberapa langkah sambil memegangi mulut dan dagunya, berharap dapat memulihkan rasa sakinya. Hampir saja lidahnya tergigit.
Baru saja Ashley menyebutkan poin kedua, namun seseorang sudah melanggarnya lagi dengan unjuk suara memrotes tindakan semena-menanya.
"Nona, kepala keluarga ini masih Tuan Vincent. Anda tidak bisa mengambil keputusan tanpa persetujuan beliau."
Ia bahkan berani menatap Ashley dengan tatapan mengancam.
Melihat tidak ada yang berani angkat suara, ia pun memberanikan diri. Karena tidak tahan melihat rekannya dianiaya, karena merasa yang dilakukan Ashley sudah melewati batas, dan demi menyelamatkan hak rekan-rekan kerjanya.
Benarkah?
Ashley Miller, wanita yang sangat sulit mengendalikan emosinya tersebut, merasa ditantang oleh bawahannya.
Tidak mudah memang merubah pandangan seseorang. Bagaimana bisa ia merubah sekumpulan orang yang awalnya sangat meremehkan dirinya, menjadi orang yang harus menuruti keinginannya hanya dengan ucapan?
Ada yang namanya harga diri. Sesuatu yang bisa dilihat sebagai tolak ukur kehormatan, namun bisa juga dilihat sebagai keteguhan gengsi.
Bahkan dengan semua pertunjukan kekerasan yang dilakukan oleh Ashley, tidak cukup untuk melemahkan keteguhan hati wanita yang menentangnya tersebut.
Wanita tersebut seakan menekankan bahwa selama Vincent masih hidup, Ashelia selamanya bukanlah siapa-siapa. Entah karena loyalitasnya yang tinggi atau harga dirinya yang tinggi. Wanita 40 tahunan itu tidak ingin tunduk di bawah Ashelia yang ia pandang rendah selama ini, apapun yang terjadi.
Tingginya sekitar 175 senti, sedikit lebih tinggi dari Ashelia. Perawakannya besar, cukup untuk membuat orang lain merasa terintimidasi. Namun bukan itu alasan utama orang-orang di ruangan itu mendengarkannya. Posisinya sebagai seorang kepala pelayan wanitalah yang membuatnya cukup percaya diri.
Orang-orang yang semula sangat menuruti Ashley mulai mendapat kepercayaan diri mereka karena orang yang berpengaruh telah angkat bicara.
Ashley tersenyum. Ia sangat mengapresiasi orang yang memiliki kepercayaan diri tinggi, namun ia sangat membenci orang yang mengabaikan ucapannya. Kepercayaan diri saja tidaklah cukup untuk melawan seorang bos mafia.
Ashley melihat sebuah vas besar di sana. Ia mengambil vas itu dan mengamatinya sejenak. Seperti vas antik yang ia punya di rumahnya, vas yang terbuat dari porselen itu pun terlihat sangat bagus. Harganya di dunia asal Ashley pasti sangat mahal. Entah jika disini.
Tanpa pertimbangan, Ashley langsung melemparkannya ke arah wanita itu. Tidak peduli murah atau mahal, merusak barang tetaplah sebuah kesalahan.
Secara spontan, layaknya kebanyakan orang pada umumnya, wanita itu menghindar melihat vas besar dilemparkan ke arahnya, yang tentu saja berakhir dengan pecahnya vas tersebut akibat menghantam dinding dengan keras.
Ekspresi terkejut masih tergambar jelas di wajahnya. Begitu pula semua orang yang menyaksikan kejadian itu.
"Kenapa dipecahin? Itu vas mahal. Harusnya lo tangkep." Ucap Ashley tidak lagi tersenyum.
^^^Bersambung...^^^
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 167 Episodes
Comments
Hasan
hajar terus biar pada tahu siapa pemilik sebenarnya
2022-09-15
2