Mengenakan setelan celana biru tua dengan corak putih yang baru ia beli beberapa hari lalu, dipadukan dengan sepatu hak tinggi berwarna putih, Ashley memasuki kereta kudanya.
Kali ini Ashley pergi menggunakan kereta kuda milik keluarga Midgraff dengan perpaduan warna kuning dan biru tua khas keluarga mereka dan juga lambang keluarga yang berada di bagian atap depan dan punggung kereta.
Ashley menutup tirai jendelanya, tidak mengijinkan siapapun melihat orang yang menaiki kereta itu dari luar. Hal itu seperti sebuah kebiasaan yang ia lakukan tanpa sadar karena tahu kaca kereta mereka tidak berlapiskan film.
Tidak perlu waktu lama bagi mereka untuk sampai ke tujuan. Letak kediaman keluarga Midgraff yang dekat dengan pusat kota mempermudah akses Ashley ke manapun ia ingin pergi.
Kota itu juga cukup besar dan lengkap, jika dibandingkan dengan kota lain. Memang bukan ibu kota kerajaan, namun kota Vinnas merupakan daerah terpadat dan terbesar di wilayah Lozan. Bahkan salah satu kota besar di Kerajaan Durman.
Melihat kereta kuda keluarga Midgraff berhenti di salah satu toko di sana, membuat orang-orang di sekeliling memusatkan perhatian mereka pada toko tersebut. Sebuah toko tongkat yang cukup terkenal.
Mereka menghentikan aktivitas mereka sejenak, yakin akan orang yang berada di dalam adalah Vincent, pemimpin wilayah tempat mereka tinggal. Kebaikan hati Vincent membuatnya bagai idola bagi masyarakat di wilayah Lozan, memberi mereka alasan berkumpul memenuhi jalanan untuk sekedar melihatnya.
Berbeda dengan yang mereka harapkan, sesaat setelah pintu kereta dibuka, Ashley melangkah keluar dari sana. Wajah cerah orang-orang di sekelilingnya berubah, mengetahui orang yang keluar dari kereta itu bukanlah Vincent, melainkan putri tunggalnya yang sudah lama tidak menunjukan diri di depan publik setelah kehilangan kakinya.
Namun wajah kecewa mereka kini tergantikan oleh ekspresi bingung.
"Siapa itu?"
Melihat penampilan yang berbeda, yang seolah menyalahi aturan karena seorang wanita berpakaian seperti pria, membuat mereka mengernyitkan dahi. Namun beberapa diantaranya justru kagum melihat gaya Ashley yang terlihat pintar dan kharismatik bagai seorang pria, namun juga elegan bagai wanita berkelas.
Bukan hanya gaya busana, namun wajahnya juga sangat menarik perhatian. Mata mereka terpana melihat kecantikan Ashelia yang selama ini tertutupi karna sifat pemalunya, tidak berani mengangkat atau pun menunjukan wajah cantiknya. Meski terkesan sangat berbeda, namun wajah gadis itu mengingatkan mereka kepada mendiang Nyonya Midgraff, ibu Ashelia.
"Bukannya itu Nona Ashelia?"
"Putri Tuan Midgraff?"
"Bukankah kakinya..."
"Kakinya...."
Tentu semua orang akan membahas kaki Ashelia jika melihat Ashley berjalan dengan kedua kakinya. Tanpa rasa canggung atau pun tidak enak hati, mata mereka kini terpusat pada kaki Ashley, mengabaikan etika demi rasa ingin tahu.
'Apa yang membuat gadis itu bisa berjalan lagi?' Pikir mereka.
Dengan setelan celana yang dikenakan Ashley, dapat terlihat jelas bahwa Ashley benar-benar menggerakan kaki kirinya. Setelah melihat ke bawah, mereka pun menyadari adanya kayu yang terlihat dari balik celana Ashley.
Seakan puas dengan apa yang baru saja mereka lihat, tanpa merasa lebih penasaran, mereka membubarkan diri. Bagaikan seseorang yang bukan pecinta seni namun melihat suatu barang yang dipamerkan di pameran seni, mereka hanya merasa kagum sesaat lalu pergi tanpa mengetahui apapun.
Bagi mereka, semua memungkinkan jika memiliki uang. Ashelia yang merupakan putri bangsawan kaya pasti telah melakukan sesuatu pada kakinya agar bisa berjalan lagi dengan menggunakan kekayaannya.
Benar, salah, dan salah.
Benar ia melakukan sesuatu agar dapat berjalan lagi, salah karena ia sudah berusaha sebelum menggunakan uangnya, dan salah karena ia adalah Ashley, bukan Ashelia.
Bagi mereka yang berpikiran maju, pasti memperkirakan penggunaan kaki palsu yang idenya memang sudah ada sejak lama dan Ashley adalah bukti nyatanya. Namun, orang-orang itu hanya terpaku pada pemikiran 'uang dapat memberimu apapun', menutup segala alternatif yang bisa dilakukan tanpa uang.
Bagaimanapun itu, pasti hanya orang kaya yang bisa melakukannya. Begitulah pikir mereka sembari membubarkan diri sesaat setelah Ashley memasuki toko.
"Selamat datang." Sambut pemilik toko.
Sama halnya dengan orang-orang di luar sebelumnya, Ia tertegun melihat gadis yang begitu cantik dengan penampilan unik memasuki tokonya.
Ashley kemudian tersenyum ramah kepadanya, menambah rasa kagumnya atas pesona gadis itu. Di mata pemilik toko saat ini, Ashley bagaikan malaikat yang turun dari kahyangan. Ia bahkan bisa melihat cahaya yang memancar kuat dari balik tubuh wanita itu.
Seakan tidak terlihat sebelumnya, laki-laki itu sedikit kaget saat melihat ada orang lain di sana selain mereka berdua. Setelah menyadari bahwa orang yang tiba-tiba 'terlihat' itu adalah Bellena, ia langsung paham bahwa mereka datang untuk mengambil pesanan.
Sesaat, ia tidak menyadari bahwa Ashleylah yang memesan kaki palsu itu. Namun mendengar suara langkah kaki yang tidak biasa, membuatnya menyadari bahwa gadis cantik yang berjalan begitu lancar itu sebenarnya mengenakan kaki palsu.
Beberapa hari sebelumnya, saat melakukan pemesanan, Bellena memperingatkannya untuk berhati-hati dengan nonanya- orang yang memesan kaki palsu itu, jika ia tidak ingin hal buruk terjadi kepadanya. Namun setelah melihat wanita itu secara langsung, ia sedikit ragu.
Apakah benar wanita cantik yang tersenyum ramah kepadanya itu adalah orang yang kejam?
Dengan dua kotak kayu panjang di tangannya, ia berjalan kembali ke meja konter untuk menyerahkan kedua karya kebanggaannya tersebut.
Dibukanya kedua kotak itu, menampakkan barang-barang pesanan Ashley yang tersimpan aman terbenam dalam kain merah halus.
Ashley melirik ke kotak di sebelah kirinya, melihat kaki palsu yang laki-laki itu buat dengan begitu rapi. Namun menu utamanya akan ia sisihkan untuk bagian akhir.
Dilihatnya kotak yang satunya lagi. Ia kemudian mengambil tongkat kayu yang dipoles mulus mengkilap dengan warna coklat kehitaman itu. Ashley tidak terlalu mempedulikan warna, namun warna gelap memang sangat sesuai dengannya.
Bagian genggaman tangannya bulat dan dibuat sedemikian rupa agar nyaman saat dipegang. Tidak seperti tongkat kayu yang ia gunakan saat menuruni gunung dan berakhir ia patahkan tempo hari.
Untuk mengetes genggaman tongkatnya, Ashley memutar tongkatnya vertikal searah jarum jam secara tiba-tiba dan mengagetkan kedua orang tersebut.
Pada bagian tubuh tongkat itu juga terdapat ornamen dari bahan metal menjalar hingga bagian tengah. Kemudian bagian bawahnya juga dilapisi metal dengan tujuan memperkuat dan sekaligus mempercantik.
Ashley tersenyum. Membayangkan berapa harga tongkat ini jika ia lelang di dunianya. Terlebih lagi, kegunaannya bukan hanya sebagai tongkat.
Ashley menarik keluar pedang yang tersembunyi di bagian dalam tokatnya. Ia menatapnya lurus tinggi, kemudian menjajarkannya, melihatnya dari bagian pegangan, memastikan tempaan pedang itu lurus dan halus. Ia juga mengecek seberapa tipis dan rapinya mata pedang dari kedua sisi itu.
"Taun berapa si, masi pake pedang?"
"Tahun 2022, Nona."
Ashley berhenti sejenak dan melihat ke arah Bellena setelah mendengar ia berada di tahun yang sama seperti saat di dunianya. Bellena pun ikut dibuat bingung saat melihat tatapan bingung Ashley.
"Masehi?"
"Gaulus." Jawab Bellena menebak jika Masehi adalah nama penanggalan yang digunakan di dunia Ashley.
Pemilik toko dibuat mereka kebingungan dengan percakapan aneh tersebut. Ia hanya diam mendengarkan tanpa berhenti tersenyum, selagi Ashley melanjutkan pengecekannya.
Namun inspeksi Ashley tidak akan lengkap tanpa praktek. Karena yang terlihat di mata tidak selalu fakta.
Ashley mengayunkan tongkat-pedangnya kesamping dengan satu tangan. Suara tebasan angin itu memang memberi rasa puas tersendiri. Ia kemudian berbalik dan menghampiri rak yang ada di belakangnya.
Tanpa aba-aba Ashley langsung mengayunkan pedangnya lagi, menebas rak penuh tongkat di depannya. Semuanya terpotong dengan rapi, menunjukan betapa tajamnya bilah pedang itu.
"Nona! Apa yang Anda lakukan?" Protes pemilik toko menyayangkan barang daganganya yang sudah tidak bisa dijual lagi.
Ashley terkekeh tanpa peduli dengan kerugian si pemilik toko. Ia mengoper pelindung pedang atau badan tongkat itu kepada Bellena.
"Tahan." Ucapnya singkat sebelum mengayunkan pedangnya ke Bellena.
Sambil menggenggam tongkat itu erat, Bellena berteriak. Begitu pula si pemilik toko yang terlambat menyadari perbuatan Ashley.
Pedangnya mengenai tongkat itu dan membuat pegangan Bellena terlepas. Kini kekuatan Ashelia tidak lagi selemah dulu. Ashley melatih fisiknya selama dua hari terakhir ini dan merasakan kram di sekujur tubuhnya hari ini.
Namun itu tidak cukup untuk membuatnya 'melemah'. Ia justru sedikit memaksakan tubuh lemah Ashelia agar terbiasa. Hal ini mengingatkan wanita itu pada masa kecilnya, saat ia baru mulai melatih fisiknya.
Tidak begitu signifikan, namun lebih baik. Hanya Ashley yang bisa merasakannya. Dari tubuh yang kuat tiba-tiba berubah menjadi sangat lemah dalam sekejap, membuat perubahan sekecil apapun dapat ia rasakan dengan jelas.
Syok, Bellena jatuh dengan posisi duduk di lantai. Tubuhnya gemetaran memikirkan bahwa ia baru saja berpapasan dengan maut.
Ashley sudah menyadari ketajaman pedangnya. Terlebih lagi karena pedang itu baru, tidak seperti yang ia miliki dirumahnya, pedang antik yang ia asah setiap hari saat kecil. Meski memiliki umur yang jauh berbeda, keduanya terasa sama. Kuat, cukup ringan, dan tajam.
Ashley bukan ahli pedang, namun ia juga bukan amatir. Setidaknya, ia ingin memastikan pelindung pedangnya juga cukup kuat untuk menangkis pedang. Agar ia bisa memadukan serangan dan pertahanan dengan lebih efisien.
"Bangun Bell, lo harus nangkis serangan gua kalo ga mau mati."
Bellena mencoba bangun perlahan. Melihat gadis malang di depannya kesulitan berdiri, pemilik toko itu mencoba menghentikan Ashley.
"Nona, tolong jangan bercanda seperti itu." Ucapnya sambil berjalan keluar dari meja konter.
Ashley harus memperkirakan arah tebasan dan kekuatannya agar tidak mengenai Bellena. Gadis malang itu bukan hanya tidak memiliki kekuatan untuk menangkis namun ia juga tidak memiliki keberanian untuk membuka matanya. Ia langsung memejamkan matanya saat melihat Ashley bergerak.
"Atas!"
Tanpa menghiraukan si pemilik toko, Ashley mengayunkan pedangnya lurus ke bawah. Wanita itu terlihat begitu bersemangat, berbeda dengan Bellena yang ketakutan setengah mati saat mencoba menangkisnya.
Bellena belum bangun sepenuhnya namun sudah kembali ke posisi duduk karena kehilangan kekuatannya. Tanpa mengeluarkan suara, air mata gadis itu mengalir. Tangannya masih gemetaran menggenggam tongkat Ashley, tidak kuat untuk mengangkatnya.
"Nona! Anda-"
Dengan cepat Ashley mengayunkan pedangnya ke tujuan berikutnya.
Pemilik toko yang hendak menolong Bellena harus mengurungkan niatnya, karena sekarang mata pedang Ashley telah menyentuh lehernya.
"B-c-t-b-g-t."
^^^Bersambung...^^^
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 167 Episodes
Comments