Tersangka Marion kini telah ditetapkan sebagai target. Namun sebelum melaksanakan eksekusi sepihak itu, Ashley harus mengamati Marion terlebih dahulu.
Hal ini bertujuan untuk menemukan waktu dan tempat yang tepat, kemudian menuliskannya di buku catatan Dewa Kematian. Tentu Ashleylah yang akan menjadi Dewa Kematian itu.
Selain itu, pengamatan ini juga bertujuan untuk mengetahui siapa Marion. Tidak ada yang tahu apa yang akan terjadi di masa depan, mungkin saja Marion menyembunyikan kemampuannya dan membuatnya berhasil meloloskan diri dari Ashley. Hal itu jelas akan mempersulit Ashley. Karna itu, ia harus bersabar sampai informasi yang ia dapatkan cukup.
Masalah lainnya adalah, bisakah wanita itu 'bersabar'?
Hal yang jauh lebih meragukan daripada mendengar jerapah bicara. Jika kebanyakan orang tidak dapat mendengar suara jerapah karena frekuensinya yang rendah, maka kesabaran Ashley jauh lebih rendah.
...****************...
Sudah cukup lama Ashley duduk di sofa kamarnya, hanya dengan pakaian dalamnya, sambil ditemani sebotol anggur yang ia sambar saat keluar mencari cermin.
Toleransi alkohol Ashelia sangatlah rendah jika dibandingkan dengan tubuh Ashley. Ia jadi harus menahan diri sampai tubuh gadis itu terbiasa.
Terlepas dari itu, rasa kesalnya terhadap Marion terobati akibat minuman fermentasi anggur tersebut. Tidak terdapat label apapun pada botolnya. Ia tidak mengetahui berapa usia anggur itu namum rasanya sudah cukup memuaskan. Rasa asam, manis, dan kekentalannya pas dan berpadu dengan sempurna, mungkin sudah 10 tahunan.
Entah karena mabuk atau tidak, Ashley tersenyum setiap ia meneguk minumannya dan memasang wajah serius setiap memikirkan rencananya menyerang Marion. Jika dilihat langsung, orang sudah pasti menganggapnya mabuk.
Bellena sudah kembali tidak lama setelah Marion berulah. Saat itu Ashley sudah berada di kamarnya, tengah memutar pisau pembuka surat yang tertancap di penyumbat botol anggurnya.
"Nona, saya-" Ucapannya terhenti saat melihat apa yang Asley lakukan.
"Saya ambilkan kotrek dan gelas." Lanjut Bellena mengubah topik pembicaraannya dan berbalik untuk pergi ke dapur.
Plop!
Suara terbukanya botol itu seakan menjawab ucapan Bellena bahwa Ashley tidak memerlukan kotrek lagi. Ditambah, saat Bellena menoleh, Ashley tengah meminum anggur itu langsung dari botolnya sambil menatap Bellena.
"Em... Anda mau saya ambilkan gelas, Nona?"
"Ga, lo balik aja."
Sambil meletakan botolnya di meja dan hendak melepas gaunnya, Ashley menyarankan Bellena untuk kembali dan beristirahat, tanpa mengatakan apa yang terjadi di ruang penyimpanan anggur.
Bellena, hanya bisa membungkukan badannya dan pamit pergi meski belum menyiapkan baju tidur Ashley atau membantu nonanya membersihkan diri.
Setelah itu, Ashley duduk di sofa berjam-jam memikirkan apa yang akan ia lakukan.
Hari sudah larut. Setelah menutup penyumbatnya kembali, Ashley meletakan botol itu di sela-sela ranjang dan meja tidurnya. Mungkin tidak berefek banyak namun setidaknya sedikit terlindung. Ia kemudian memutuskan untuk istirahat dan melanjutkan rencananya besok.
Bagaimana perasaan Ashley tidur di tempat baru di dunia baru?
Biasa saja. Tempat bersih, dan nyaman dapat membuat siapapun tidur dengan mudah. Ia bahkan pernah tidur di dalam peti penyimpanan senjata saat kecil untuk menyelinap ke gudang persenjataan lawan ayahnya.
Saat menjadi bos pun ia sering tidur di tempat-tempat yang tidak wajar seperti loker, meja kabinet, kontiner, atau pun alam terbuka saat menjalankan operasinya. Menjadi bos mafia bukan berarti menjadi anak manja yang hanya bisa tidur di tempat mewah.
Mungkin juga karena Ashley yang tidak ingin membiarkan anak buahnya 'bersenang-senang' sendirian, saat ketua yang lain tidak ingin repot-repot turun tangan.
Terlebih lagi, kamar seorang putri bangsawan yang kita bicarakan disini, yang tidak mungkin tidak nyaman. Meski tidak senyaman kasur hotel bintang lima karena perbedaan teknologi, kamarnya sudah sangat mewah jika dibandingkan dengan rakyat biasa.
Setelah tidur tanpa gangguan apapun, Ashley terbangun tanpa merasa bahwa ia telah tidur. Rasanya ia hanya memejamkan mata selama berjam-jam namun tubuhnya terasa lebih segar tanpa tanda-tanda pengar.
Memang seperti itulah kebiasaan tidur wanita itu, karena setengah kesadarannya tetap terjaga. Posisinya membuat orang-orang akan mengincarnya saat kewaspadaannya turun.
Bellena mengetuk pintu kamarnya sesaat setelah Ashley bangun. Ia membawa sebaskom air hangat dan handuk yang digunakan untuk menyeka wajah nonanya.
Karena perbedaan iklim dengan kota asal Ashley, budaya di sana pun sedikit berbeda. Mereka tidak terbiasa mandi di pagi hari. Hanya sekali saat sore atau setelah bekerja. Karena suhunya yang dingin dapat memperlambat perkembangan bakteri, membuat orang-orang di sana tidak merasa perlu mandi berkali-kali.
Setelah membantu nonanya bersiap, mereka pun pergi untuk belanja pakaian.
Seperti biasa, Ashley menghabiskan banyak waktu untuk membujuk dirinya sendiri mengenakan gaun. Terlebih lagi, Ashelia hanya memiliki sepatu hak tinggi.
Memang Ashley beberapa kali memakai sepatu hak tinggi pada saat-saat tertentu, namun ia tidak menyukainya karena membuat kakinya lelah.
Sebenarnya mereka bisa saja memanggil penjahit untuk mengukur tubuh Ashley daripada harus repot memakai gaun dan sepatu hak tinggi, namun ia juga menggunakan kesempatan ini untuk mempelajari masyarakat dan lingkungan barunya.
Keluarlah mereka menggunakan kereta biasa agar tidak menarik perhatian. Mereka mendatangi toko baju yang satu dan yang lain, membeli pakaian-pakaian laki-laki yang sudah disesuaikan ukurannya.
Para penjahit itu awalnya bingung, namun Bellena memegang peran penting dalam membujuk mereka semua. Alhasil, mulailah mereka berlomba-lomba membuat setelan celana untuk wanita yang dibuat khusus untuk Ashley. Entah apa yang dikatakan pelayan pribadinya itu.
Setelah itu, mereka lanjut mencari sepatu, melewati berbagai macam toko dan restoran. Karena berada di pusat kota, area itu sangat ramai dengan orang-orang yang berlalu lalang dengan segala urusannya masing-masing. Tidak jauh berbeda dengan dunianya, orang-orang di dunia barunya juga cukup individual. Tanpa mempedulikan hal-hal di sekitarnya, mereka hanya fokus dengan apa yang hendak mereka lakukan.
Karena terlalu nyata, Ashley bahkan lupa jika ia berada di dunia novel. Novel yang berisi dengan orang-orang busuk. Saat itu Ashley belum menyadari hal apa yang sudah menantinya di masa depan, karena penolakannya untuk mengingat novel yang tidak ia suka.
Tidak disangka, aktivitas mereka memakan banyak waktu. Bahkan setelah berkeliling, mereka hanya mendapatkan 1 sandal dan 1 boots. Mereka harus memesan secara khusus untuk menyesuaikan dengan ukuran kaki Ashelia.
Karena toko-toko itu hanya buka sampai sore, mereka pun kembali ke kediaman. Sepanjang jalan pulang, Ashley menyaksikan perubahan kota itu. Beberapa orang menutup tokonya, saat toko-toko lain masih beroprasi hingga malam. Bahkan ada yang baru saja buka.
Pakaian orang yang berlalu lalang juga berubah. Menjadi sedikit lebih elegan dan berani. Tidak ada lampu warna warni yang menghiasi kota namun kesannya masih tetap terasa. Kota malam yang mulai hidup sejak terbenamnya matahari.
...****************...
Selama dua hari terjebak di dalam rumah karena harus mengistirahatkan kakinya sembari memantau pergerakan Marion, membuat waktu yang ia lalui terasa lebih lama. Alhasil, kesabaran Ashley yang nyaris tidak ada itu terkuras habis.
Parahnya lagi, pengamatan itu tidak membuahkan hasil. Ashley tetap tidak menemukan celah dalam kegiatan ibu tiri Ashelia itu. Memang hanya 2 hari, namun Ashley dapat melihat rutinitas Marion ke depan tidak akan jauh berbeda.
Kegiatan Marion dipenuhi dengan acara berkumpul di kediaman orang lain. Ia juga menghabiskan waktunya dengan Vincent saat berada di rumah, meski hanya sekedar menemaninya bekerja di ruang kerjanya.
Ashley membutuhkan bantuan orang lain jika ingin melancarkan misinya saat Marion meninggalkan rumah, namun Bellena bukanlah orang yang tepat untuk hal itu. Alasannya tidak bisa turun langsung adalah, satu, Marion dijaga oleh seorang kesatria, dua, Ashley tidak memiliki senjata.
Semakin lama waktu berlalu, Ashley menjadi sangat tidak sabaran. Namun di sisi lain, ia juga merasa ragu karena kurangnya informasi mengenai Marion.
Sebagai alternatif, ia juga menunggu Marion berulah, namun setelah kejadian yang terjadi di ruang penyimpanan anggur, Marion tidak pernah melakukan apapun. Bahkan saat makan bersama, Marion hanya fokus kepada Vincent tanpa melirik atau menatap Ashley sedikit pun.
Sama halnya dengan Marion, Ashley juga tidak berani berulah di depan orang yang mirip dengan papanya tersebut. Membuatnya tidak bisa memancing Marion.
"Nona." Panggil Bellena lirih.
"Paan?" Jawab Ashley garang karena merasa kehabisan waktu.
Sebenarnya bukan benar-benar kehabisan waktu. Ia hanya ingin segera mengakhiri ini dan kembali ke dunianya.
"P-pesanan Anda. A-apa perlu saya saja yang mengambilnya?" Tanya Bellena ketakutan melihat sikap nonanya yang menghawatirkan sejak kemarin.
Tentu bukannya ia khawatir dengan keadaan Ashley, namun ia khawatir Ashley akan melampiaskan kemarahannya kepadanya kapan saja.
Ashley bahkan sampai lupa dengan kaki kayu pesanannya. Suasana hatinya seketika membaik saat mengetahui salah satu rencananya berjalan dengan baik.
Namun perubahannya itu justru membuat Bellena semakin was-was.
"Ga. Gua juga pergi." Jawabnya menyeringai bak antagonis dengan seribu rencana jahatnya.
Ashley berencana mengambil pesanan kaki palsunya bersama Bellena karena ingin melihat produknya secara langsung. Dengan kata lain, jika tidak sesuai, ia bisa langsung menghancurkan tempat itu bersama dengan orangnya.
Ashley bangkit dari sofa di kamarnya. Dengan ditemani oleh pelayan setianya, Ashley pergi ke toko tempat Bellena memesan kaki palsu dan tongkat miliknya.
Sama halnya seperti di rumah lamanya, kini, setiap pekerja yang melihat Ashley meski dari kejauhan, akan menunduk dan memberi salam. Meski Ashley tidak menjawab ataupun memberikan respon, hal itu tetaplah kewajiban bagi mereka.
Sesampainya di luar, seorang kesatria menghampiri mereka berdua dan memberi salam.
Entah ia tidak diberi tahu atau keras kepala karena merasa derajatnya lebih tinggi daripada pekerja biasa, salam yang ia berikan tidak memenuhi standar yang ditetapkan Ashley. Siapapun dia, apapun jabatannya, di mata Ashley ia tetaplah bawahannya, bahkan bila mereka adalah sesama bangsawan.
Laki-laki yang terlihat beberapa tahun lebih tua dari Ashelia itu hanya membungkuk 75°. Bellena terlihat sangat gelisah karena tidak bisa memaksa kesatria yang juga merupakan keturunan bangsawan itu untuk membungkuk lebih.
Pada detik selanjutnya ia mengangkat kepalanya dan bertanya apakah nona tunggal keluarga Midgraff itu hendak keluar, melihat kereta mereka yang sudah siap menunggu. Kesatria itu bermaksud untuk mengawal mereka karena belakangan nonanya sering pergi keluar.
Memenuhi kewajiban?
Tidak. Dimata Ashley pria itu terlihat seperti orang yang sedang mencari muka. Atau mungkin sedang berusaha mencari informasi. Jelas sekali jika wanita itu tidak merasakan respek dari orang di depannya. Ashley yang sedari tadi hanya terdiam menatapnya dingin, mulai menyuarakan pikirannya.
"Gua ga butuh orang yang ga tau siapa majikannya buat ngawal gua."
"Gimana kalo lo malah lari waktu liat bahaya?"
Ucapan Ashley membuatnya terkejut. Hal itu adalah penghinaan terdalam bagi seorang kesatria.
"Atau justru lo yang niat ngebunuh gua." Lanjut Ashley sinis.
Ia tersentak dan langsung menundukkan badannya. 90° kali ini. Rasa bersalah ataupun permohonan maaf, adalah alasan utama seseorang menurunkan derajatnya.
"Saya tidak akan berani, Nona! Tolong jangan berkata seperti itu." Ucapnya sambil membungkuk.
Tanpa menghiraukan kesatria itu, Ashley melanjutkan langkahnya dan pergi meninggalkannya di sana masih membungkukkan badannya.
^^^Bersambung...^^^
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 167 Episodes
Comments
Miken Mayasari
keren author. bisa sampai banyak gitu per episode. dan gak ilang saling keterkaitannya
2022-05-22
4