Pecahan vas tersebar di lantai sekitaran Kepala Pelayan Wanita. Suara nyaring dari pecahnya vas tersebut terdengar sangat keras, membuat penjaga di luar berlari menuju sumber suara.
Kepala Pelayan yang berada di depan pintu langsung berbalik saat mengetahui mereka datang. Ia sedikit mengangkat tangannya mengisyaratkan mereka untuk tenang karena semua baik-baik saja. Percaya dengan pria itu, mereka kemudian kembali ke posisi awal mereka.
Jika tahu apa yang akan terjadi nanti, mungkin ia akan meminta para penjaga itu untuk membantunya menghentikan Ashley.
"Kenapa dipecahin? Itu vas mahal. Harusnya lo tangkep." Ucap Ashley yang tidak lagi tersenyum.
Tidak ada yang tahu pasti siapa yang bersalah, orang yang melempar atau orang yang tidak menangkap. Tentu saja seharusnya itu kesalahan Ashley. Namun bagi Ashley, itu adalah kesalahan wanita itu karena berani mengabaikan ucapannya.
Ashley mendekati wanita yang masih terkejut
dengan apa yang terjadi tersebut. Sebelum sempat mengatakan hal lain, Ashley menusukkan kedua jarinya ke leher wanita itu. Ia menusukkannya tepat di antara tulang selangka, membuat aliran udara yang masuk ke paru-parunya terhenti sesaat akibat saluran tenggorokan yang terjepit.
Saat perhatian wanita tersebut teralih, Ashley menarik salah satu tangannya yang tengah memegangi lehernya. Tanpa memberi kesempatan padanya untuk batuk dengan bebas, Ashley mencengkram baju wanita itu, membalikkan badan dan membantingnya ke lantai dengan sedikit dorongan dari kaki kirinya.
Tidak puas hanya dengan membanting tubuh wanita yang lebih besar darinya, tanpa membiarkan detik berlalu dengan sia-sia, Ashley memberikan satu pukulan lurus di hidung dan kemudian menghantamkan kaki kirinya ke arah kepala wanita itu.
Kaki kayu buatannya menancap tepat di sebelah kepala wanita yang tergelatak di lantai tersebut. Meninggalkan rasa horor kepada siapapun yang menjadi saksi. Dalam keheningan itu, Ashley seolah berkata 'aku bisa membunuhmu kapan saja jika aku mau'.
Kepercayaan diri yang hampir kembali kini pergi meninggalkan mereka lagi.
Tanpa membiarkan wanita itu bangkit, Ashley duduk di atas perut wanita itu. Ia mengangkat kepala wanita yang mulai goyah itu dengan tangan kirinya dan menggunakan tangan kanannya untuk menampar.
Satu tamparan, dua tamparan,
"Lo tuli? Mau gua buat tuli beneran? Gua bilang dilarang ngomong balik."
Ashley terus menamparnya. Daripada tamparan, itu lebih terasa seperti pukulan. Bellena yang pernah mengalaminya secara langsung, ingat jelas bagaimana rasanya hanya dengan mendengar suaranya. Ia tidak berani menyaksikan hal itu, traumanya masih mengikat erat pada dirinya.
"Gua ga niat mecat siapa-siapa juga. Lo masi ngerasa lebih tinggi dari gua?" Lanjut Ashley.
"Nona Ashelia, tolong hentikan."
Sekali lagi, hanya satu orang yang berani menghentikan Ashley saat yang lainnya hanya mampu berharap kemarahannya cepat mereda.
Kepala pelayan yang kini sudah merasa inferior di depan Ashley, memberanikan diri untuk menolong koleganya. Benar, perbuatannya selalu berhasil menghentikan Ashley, saat sebenarnya ia membuat perhatian wanita itu teralih dengan hal yang lebih tidak Ashley suka.
Dan lagi, laki-laki itu melupakan satu hal.
"Sebastian, gua udah ingetin lo." Ucap Ashley tanpa mengetahui siapa nama kepala pelayan tersebut.
Bukan nama yang ia cari sekarang, namun cara untuk membuat laki-laki itu paham atas kebodohannya.
Sama seperti halnya Ashley memiliki caranya sendiri untuk membuat orang lain tunduk, pecinta kekerasan itu juga memiliki caranya sendiri untuk mengendalikan kebencian dan rasa bersalah orang lain.
"Siapa yang kerja di bawah orang ini?" Tanya Ashley kepada seluruh orang yang ada di sana, masih memegang kepala wanita yang terbaring di bawahnya dan belum beranjak dari perutnya.
Seorang pemuda, yang terlihat seumuran dengan Bellena maju perlahan tanpa berani menatap nonanya yang berubah 180° itu.
Ia terlihat polos dan sangat penurut. Tanpa tahu apa yang akan Ashley lakukan, ia maju menyerahkan diri. Ashley benar-benar mengapresiasi pemuda itu. Meski pun begitu, sangat disayangkan, karena ini adalah hukuman yang Ashley pilih untuk Kepala Pelayan.
"Astaga. Lo masi muda tapi nasib lo sial banget. Padahal dari tadi lo nurut." Ucapnya sambil berdiri meninggalkan wanita yang beberapa saat lalu berada di bawah kendalinya.
Ashley merangkul pemuda yang tidak jauh lebih tinggi darinya tersebut. Ia dapat merasakan ketegangan di setiap otot pemuda itu.
Ashley bertanya apakah pemuda itu menghormati Kepala Pelayan sebagai atasannya, dan tentu dijawab dengan anggukan.
Posisi pemuda itu tidaklah lebih tinggi dari yang lain. Sama halnya dengan orang yang berada di divisi bereda, ia hanya bertugas sebagai orang yang membantu kepala pelayan melakukan pekerjaannya. Sama seperti seorang asisten tapi tidak memiliki hak di atas para koleganya yang lain.
"Karna kesalahan yang lo buat, dia yang gantiin lo, Bas."
Wajah pemuda itu memucat. Ashley menutup mulut laki-laki itu dengan tangan yang masih merangkul pundaknya. Tangan kiri Ashley menarik tangan kiri pemuda itu ke samping.
Kepala pelayan yang menyadari apa yang hendak Ashley lakukan, ia langsung menundukan badannya memohon maaf atas kesalahan yang ia buat.
"Saya salah, Nona! Tolong-"
"Hmmmppphhh!!"
Ashley mematahkan tangan pemuda itu dengan lututnya.
Air mata mengalir deras melewati tangan Ashley yang masih membungkam mulut pemuda itu. Kepala pelayan itu tidak lagi bersuara, jiwanya terguncang, hanya rasa bersalah yang kini menghantuinya.
"Gua cuma ngasi peringatan sekali." Ucap Ashley dingin memperingatkan semua orang yang ada disana.
Teriakan pemuda itu menggambarkan dengan jelas betapa sakitnya konsekuensi yang harus mereka tanggung jika berani mengabaikan peringatan Ashley. Teror menyelimuti seluruh ruangan. Mata mereka dipenuhi dengan ketakutan.
Bagaimana bisa ada orang sebrutal ini? Pikir mereka tanpa menyadari kesalahan yang mereka perbuat selama ini terhadap Ashelia tidaklah jauh berbeda.
"Diem." Ucap Ashley melirik ke arah pemuda yang masih merintih mencoba menahan rasa sakitnya.
Pemuda itu langsung menutup mulutnya yang masih ditutup oleh Ashley. Ia mengeratkan giginya kuat-kuat. Sambil berusaha menahan suaranya keluar, ia menekan kuat tangan Ashley.
"Gua ga mau ada kesalahan lagi." Lanjutnya memperingatkan bahwa kesempatan mereka melakukan kesalahan sudah habis.
"Jawab!"
"Baik, Nona!" Jawab mereka serentak sambil membungkukkan badan 90° sesuai standar organisasinya.
Puas dengan hasilnya, Ashley kemudian meminta seseorang untuk membawa pemuda itu ke dokter. Ia juga menyarankan kepada mereka untuk mencari penyangga, agar pemuda itu tidak menggerakan tangan kirinya yang patah secara tidak sengaja. Dikarenakan belum adanya mesin pendingin, pemuda itu harus menahan rasa sakitnya sampai dokter meringankan penderitaannya.
Ashley juga menekankan kepada Kepala Pelayan untuk mengurus sisanya karena hal itu terjadi akibat kesalahannya, sehingan itu menjadi tanggung jawabnya.
Sebelum meninggalkan mereka, Ashley juga mengatakan agar mereka memberi tahu siapapun yang tidak hadir di sana saat itu. Ia tidak ingin jika kelak ada yang membuat kesalahan dengan alasan tidak mengetahui apapun.
Ashley memanggil Bellena yang sedari tadi diam membeku ketakutan dan bertanya dimana ruangannya berada. Bellena yang tersadar pun langsung memandu jalan Ashley menuju tempat istirahatnya.
"Dan satu hal."
Ashley berbalik sebelum ia menaiki tangga menuju kamarnya.
"Gampang buat kalian masuk ke rumah ini, tapi ga ada yang bisa pergi tanpa seijin gua." Ancam wanita itu yang kemudian meninggalkan mereka di sana.
Jelas bukan hal mudah untuk dapat bekerja di kediaman seorang Count, namun kini Ashley juga menunjukan kalau keluar dari pekerjaan mereka saat ini akan jauh lebih sulit.
Ashley mengucapkannya untuk memperingatkan mereka, namun sebenarnya mereka juga tidak dapat mengajukan surat pengunduran secara bebas. Para pekerja di sana adalah pekerja yang jangka waktu kontraknya bahkan berlanjut ke generasi mereka selanjutnya.
Mereka kini hanya seperti rakyat yang hidup di bawah pimpinan raja yang kejam.
"Ada pertanyaan?"
"Tidak ada, Nona!" Jawab mereka serentak.
Dengan begini, Ashley benar-benar merasa seperti pulang ke rumahnya.
...****************...
Ashley membersihkan dirinya dengan bantuan Bellena. Saat Bellena hendak menyiapkan air panas untuknya, Ashley mengatakan tidak perlu. Ia hanya ingin segera membersihkan diri dan berendam untuk mendinginkan kepalanya.
Bellena membantu mencuci rambut dan menyeka punggung Ashley sebelum wanita itu akhirnya menyuruh Bellena kembali dan membersihkan dirinya sendiri selagi Ashley berendam.
Mungkin orang yang tidak terbiasa dengan kebiasaan ini akan merasa malu, namun tidak dengan Ashley. Sejak awal syaraf malunya sudah putus. Ia tidak pernah malu saat orang lain melihat tubuhnya, ataupun saat buang hajat sambil memberikan briefing kepada para anak buahnya dengan pintu terbuka.
Satu-satunya hal yang membuatnya malu adalah saat bertemu teman sekolah dasarnya yang tahu betapa imutnya sifat Ashley saat kecil. Untungnya, mereka bisa membaca situasi dan pura-pura tidak tahu. Tentu saja karena mereka masih menyayangi nyawa mereka.
Setelah Bellena keluar, ia mencoba menikmati waktu berendam air dinginnya untuk melepas stres. Sesekali ia menenggelamkan kepalanya di bawah air menikmati suara gemuruh air di telinganya dan pemandangan gelombang air yang terkena cahaya.
Tempatnya berendam bukanlah sebuah bathtub, melainakan seperti kolam dengan luas 4 meter persegi.
Memang akan terasa lebih nyaman jika ia berendam di air panas, namun yang ia butuhkan saat ini adalah sensasi tenggelam di dalam air.
Cukup lama ia menahan napas dengan posisi terlentang, sambil menekuk lututnya agar tubuhnya tidak terapung. Namun tetap saja, tidak bisa selama yang biasa ia lakukan. Paru-paru Ashelia masih belum terbiasa dengan itu.
Banyak hal terjadi hari ini. Tiba-tiba berpindah dunia dalam kedipan mata, menerima fakta-fakta mencengangkan, beradaptasi dengan tubuh dan lingkungan baru, ia bahkan juga harus mendisiplinkan bawahannya secara langsung saat biasanya orang lain yang melakukan itu untuknya.
Ashley merasakan rasa lelah yang melebihi biasanya. Meski Bellena memberikan beberapa bantuan, namun tanpa para anak buahnya yang sudah hafal dengan standar wanita itu, Ashley tetap harus mengurus semuanya sendiri.
"Itu anak-anak brutal emang ada gunanya." Gumamnya merindukan para anak buahnya.
Ashley mulai terpikir bagaimana keadaan di dunianya saat ini, saat ia tidak ada di sana. Apakah waktu berhenti? Atau raganya tiba-tiba terjatuh dan koma hingga saat ia kembali, atau justru sudah terkubur di dalam tanah karena dianggap mati?
Jika diingat-ingat, ia pindah ke dunia barunya saat tersambar petir, bukankah berarti ucapanya saat menghina pak tua penipu itu menjadi kenyataan? Bukankah berarti Tuhan pun masih peduli dengan orang-orang seperti mereka?
Memikirkannya saja sudah cukup membuatnya kesal. Ashley kini hanya bisa berharap tubuhnya tidak mati dan berakhir terkubur dalam tanah. Akan sia-sia baginya jika akhirnya ia berhasil membalaskan dendam Ashelia dan kembali namun harus terjebak di dalam tanah.
Ia memang sempat terpikir tentang keadaan organisasinya tanpa seorang pemimpin. Namun ia percaya, tangan kanan kepercayaannya pasti masih bisa mengatasinya jika hanya sebatas itu.
Masalahnya adalah ayahnya. Bagaimana respon yang akan ia berikan? Ashley khawatir ia akan memotong tangan kanan semua bawahan Ashley karena ketua mereka mati suri.
Wanita itu kemudian memejamkan matanya berusaha tidak memikirkan hal yang tidak bisa ia buktikan. Saat ini ia hanya perlu fokus untuk menyelesaikan perjanjiannya secepat mungkin.
Tidak pernah terbayang olehnya, sebentar lagi ia akan menemui seseorang yang sangat ia kenal dengan sifat yang sangat bertolak belakang.
^^^Bersambung...^^^
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 167 Episodes
Comments
Hasan
lanjut
2022-09-15
2