"Karma."
Seorang laki-laki duduk tertunduk menyaksikan ruangan kantornya porak poranda dihancurkan sekumpulan mafia.
"Karma itu nyata, anda cuma perlu inget itu." Ucapnya penuh amarah namun tidak berani menghentikan kebrutalan mereka.
Semua orang di ruangan itu berhenti sejenak membuat ruangan yang sebelumnya penuh dengan suara pecahan kaca dan barang, tiba-tiba sunyi.
Pada detik berikutnya, seorang wanita yang duduk di depannya tertawa lepas sejadi-jadinya. Tawanya kemudian diikuti oleh semua anak buahnya.
"Ga, ga, justru sekarang ini karma buat lo. Nipu orang sana sini, sadar dong!"
Wanita itu kemudian mencondongkan badannya kedepan, bertumpu pada kedua lengannya di lutut.
Hari itu hujan lebat. Gemuruh petir mengiringi aktivitas mereka, memperdalam kengerian yang terjadi disana.
"Kalo Tuhan masih peduli sama orang kaya lo, gua keluar kesamber petir."
Dalam ruangan yang minim pencahayaan itu, wanita tersebut menyeringai. Senyumnya menggambarkan bayangan mengerikan saat cahaya kilat menerangi ruangan itu untuk sesaat. Beberapa orang berdiri tersebar di belakangnya, dengan panorama ruangan yang hancur berantakan.
Dewi Kehancuran,
itulah sebutan yang mereka berikan kepada Ashley Miller, ketua mafia yang menguasai kota tersebut. Kekerasan adalah nama tengahnya dan menghancurkan adalah kegemarannya.
"Lo punya waktu 1 bulan."
Ashley menepuk pipi laki-laki paruh baya itu dan berkata, "Gausah berulah lain kali."
Sambil menyisir rambut hitam pendeknya ke belakang menggunakan jari, ia bejalan meninggalkan ruangan tersebut diikuti oleh para bawahannya.
Salah seorang anak buahnya membukakannya pintu dan sederet orang dengan badan kekar dan wajah garang sudah menunggunya di luar. Mereka kemudian mengikutinya dari belakang, meninggalkan rasa intimidasi mendalam bagi siapapun yang melihatnya.
Melewati tangga menuju lantai 1, mereka berjalan menuju pintu keluar. Beberapa orang dengan jas hitam sudah menunggu di depan pintu. Salah seorang darinya sudah menyiapkan payung untuk menghindarkan wanita itu dari basah.
Baru beberapa langkah menuju mobilnya, Ashley berhenti dan menengok ke arah ruangan yang ia datangi beberapa saat lalu.
Sebuah gedung 4 lantai dengan berbagai macam bisnis yang bahkan tidak memiliki lift. Matanya tertuju pada lantai paling tinggi dan satu-satunya ruangan yang lampunya padam karena dipecahkan oleh anak buahnya.
Bukan hal pertama baginya melakukan hal seperti ini. Dari perusahaan kecil hingga besar, tidak ada yang bisa menghentikan Ashley dan orang-orangnya. Bahkan pemerintahan bekerja sama dengan mereka untuk menertibkan masyarakat.
Benarkah tidak ada yang bisa menghentikannya?
Secara tiba-tiba wanita itu melihat kilatan cahaya menuju ke arahnya. Ia spontan mendorong anak buahnya yang membawa payung menjauh.
Gledar!
Hanya itu hal terakhir yang ia dengar, sebelum kesunyian menyelimutinya.
"...Dewi?"
Seorang gadis memastikan kesadaran orang yang tergeletak di depannya telah kembali setelah terdiam sekitar satu menit.
'...hah?'
Ashley mendengar suara gadis yang sangat asing baginya. Ia langsung membuka matanya dan melihat ke arah sumber suara.
Seorang gadis muda yang terlihat baru saja menginjak usia dewasa menatapnya dengan tatapan takut. Ia mengenakan pakaian pelayan wanita, seperti kostum yang biasa digunakan hanya untuk bermain peran.
Ia bangun dari posisi tidurnya sambil terus menatap gadis itu. Kewaspadaan Ashley sedang berada pada level tinggi. Bukan hanya tiba-tiba melihat orang asing di tempat yang asing, ia juga merasakan hal aneh saat ia hendak duduk.
Ia mengubah fokus pandangannya sejenak untuk mengecek keadaannya. Diatas meja batu dengan coretan-coretan mencurigakan ia duduk mengenakan gaun panjang.
Saat pikirannya dipenuhi dengan hal membingungkan, pendengarannya tetap terbuka lebar. Pergerakan kecil yang dilakukan gadis itu membuat Ashley kembali fokus padanya.
Dengan cepat Ashley meraup lilin yang ada di sebelah kirinya dan melemparkannya ke arah wajah gadis itu. Ashley berguling ke kiri menjauhi gadis itu, menjadikan meja tempatnya tertidur sebagai blokade.
Gadis muda tersebut berteriak saat lelehan panas lilin mengenai kulitnya.
Diantara teriakan gadis itu, pikiran Ashley mencoba menangkap segala informasi yang ada. Termasuk rasa janggal yang ia rasakan saat berguling barusan.
Ia menyingkap gaunnya hingga lutut dan mendapati bahwa setengah dari kaki kirinya menghilang. Pandangannya juga terhalang untaian-untaian rambut pirang yang berakar dari kepalanya.
Saat ia mencoba menelaah semua hal yang tidak masuk akal tersebut, gadis dengan pakai pelayan itu berteriak memohon ampun sambil bersujud.
"Ampuni hamba Dewi! Hamba hanya pelayan utusan nona Ashelia. Tolong jangan-"
Kata-katanya terputus. Bagaimana tidak, saat ia sedikit mengangkat kepalanya karena mendengar suara, ia dikejutkan dengan Ashley yang sudah berguling ke arahnya.
Gadis itu langsung mengagkat kepalanya tegak lurus menghindari kaki Ashley yang mengarah tepat di kepalanya. Suara hentaman tumit Ashley yang semula ditujukan pada dirinya membuatnya merinding.
"Siapa?"
Dengan cepat Ashley menarik kaki kanannya kesamping dan memutarkannya searah jarum jam. Ia menjatuhkan badannya ke kanan dan bertumpu pada kedua lengannya. Sambil memberikan dorongan untuk mengangkat tubuh bagian bawahnya,
"Nona Asheliagh-" Ashley menghantamkan kakinya ke kepala gadis itu.
Serangan Ashley mengenai pelipis kanannya dengan keras, membuatnya pingsan seketika. Ashley menggunakan kesempatan itu untuk menggeledahnya.
Tidak ada senjata api atau senjata lainnya. Mereka hanya berdua di dalam sana, dikelilingi dinding batu dan lilin-lilin.
Ashley menggunakan tali pada jubah yang ia pakai untuk mengikat kedua ibu jari gadis itu kebelakang. Ia juga merobek jubahnya dan menggunakannya untuk mengikat kaki gadis itu.
Sembari menunggu gadis itu bangun, Ashley memikirkan apa yang sebenarnya terjadi. Namun, tidak ada hal masuk akal yang bisa menjawabnya. Satu-satunya orang yang dapat memberinya jawaban adalah gadis yang terbujur lemas di hadapannya.
Ashley mendekatinya dan menamparnya dengan keras. Kesadaran gadis itu pun perlahan kembali.
Sesaat setelah ia membuka mata, tubuhnya gemetar melihat Ashley di depannya, ia semakin ketakutan saat menyadari kedua tangan dan kakinya terikat.
Ia mulai menangis. Gadis itu memohon-mohon agar ia diampuni. Tanpa mengatakan hal lain yang dapat menjawab pertanyaan Ashley, gadis itu terus menangis dan meminta pengampunan.
Geram, Ashley mencengkram mulut gadis itu dan menatapnya tajam.
"Diem atau gua robek mulut lo."
Dengat cepat gadis itu menganggukan kepalanya berkali-kali.
"Lo cuma boleh ngomong kalo gua tanya."
Ia mengangguk sekali lagi.
"Dimana ini?"
"I-ini tower kosong di gunung Halla. Uh- A-anda- kita ada di kerajaan Durman, w-wilayah Lozan. A-anda ada di bumi sekarang."
Ashley mengerutkan dahinya sedikit dan gadis itu langsung meminta maaf. Namun ia tidak mengoreksi jawabannya sebelumnya.
"Siapa Ashelia?" Lanjut Ashley.
"Pu-putri tunggal Count Vincent Faramis Middgraff. N-nona Ashelia yang melakukan perjanjian dengan Anda."
Ashley menatapnya tajam tanpa berkedip. Bukan karna kagum namun lebih ke 'jangan main-main jika masih ingin hidup'. Namun, apakah semua ini masuk akal?
"Kenapa penampilan gua kek gini?"
"Uh- Anda- Anda ada didalam tubuh nona Ashelia."
Dalam sekejap tangan Ashley meraih leher gadis itu dan mencekiknya. Mata gadis itu terbelalak karena serangan Ashley yang begitu tiba-tiba. Ia menangis dan meminta maaf kepada Ashley meski ia tidak tahu apa kesalahan yang telah ia perbuat.
"Ngomong yang jelas b*ngsat."
Gadis itu terus meminta maaf meski kini suaranya tidak lagi terdengar.
Ashley melepaskan cekikannya. Gadis itu terbatuk-batuk seakan tersedak oksigen yang beberapa detik lalu sangat ia inginkan. Rasa cengkraman tangan Ashley di lehernya masih tetap tertinggal, memperdalam teror yang ia rasakan.
"Sa- Hamba- Nona Ashelia dan hamba melalukan ritual pemanggilan untuk memanggil Anda turun ke bumi. Nona Ashelia memberikan tubuhnya sebagai mediator untuk Anda, d-dan saya yang bertugas memberi penjelasan kepada Anda."
Semakin lama mendengar penjelasan yang tidak masuk akal tersebut, Ashley semakin naik darah.
Gerakan sekecil apapun yang dilakukan Ashley mampu membuat gadis itu tersentak. Ia tampak sangat ketakutan. Dan lagi, entah ektingnya sangat bagus atau memang ia terlihat tidak sedang berbohong. Satu hal yang Ashley tahu pasti, tubuhnya saat ini jelas bukan miliknya.
"Jadi, lo sama majikan lo manggil gua pake ritual apalah, trus sekarang gua didalem badan majikan lo? Orang yang bikin perjanjian sama gua?"
"I-iya, Dewi."
Kepalan tangan kanan Ashley melayang ke pipi kiri gadis itu. Tubuh gadis itu gemetar hebat, air matanya mengalir tanpa henti, suara isakan tangis terdengar menggema memenuhi ruangan tak bersudut tersebut.
"Lo ga sadar posisi lo? Ngaco ada batesnya, s*alan."
Ashley menarik rambut gadis itu kebelakang.
"Lo bilang kita di bumi, dan lo paham bahasa gua. Lo pikir gua elien?"
"Ha... hamba... j-juga tidak tahu... kalau Anda juga menggunakan bahasa D-durman." Jawab gadis itu di sela-sela isakannya.
Ashley semakin bingung dibuatnya, karena setiap ucapan dari gadis itu terasa jujur meski sangat tidak masuk akal. Ia menyibak dan menarik rambutnya sendiri kebelakang karena frustasi.
Kulit putih pucat, tangan kurus tanpa otot sedikit pun, tubuh lemah tidak gesit, kelenturannya juga kurang. Setiap pergerakan yang Ashley lakukan, seolah memaksa tubuh yang kurang gerak itu untuk bergerak. Terlebih lagi batasan pergerakan yang bisa ia lakukan karena hanya memiliki satu kaki. Tubuh lemah ini jelas bukan miliknya.
"...anggep aja gua percaya. Trus, apa isi perjanjiannya?" Ashley berdiri dan duduk di meja altar tempatnya terbaring.
"I-itu..." Gadis itu terlihat ragu untuk melanjukan kalimatnya namun juga tidak bisa mengelak.
"...hamba tidak diberi tahu." Lanjutnya.
Tatapan Ashley yang menjadi tajam saat ia memiringkan kepalanya sedikit karena tidak habis pikir membuat gadis itu membenturkan keningnya ke lantai dan meminta maaf.
"N-nona Ashelia hanya berkata jika saya ingin hidup saya harus ikut dengannya ke tempat ini."
"Se-seharusnya Anda yang tahu isi perjanjianya."
Seolah ia pernah mendengar suara permohonan seseorang, Ashley mengingat-ingatnya sejenak. Sekilas, ia samar-samar ingat ia mendengar suara sebelum tersambar petir.
Wahai Dewi Kehancuran-
"Tolong saya?"
"Apa-apaan? Itu? Itu perjanjiannya?" Ucap Ashley heran.
Bukan hanya permintaannya sangat tidak jelas, namun juga tidak ada bukti hitam di atas putih. Ashley merasa ia tidak harus mengikuti keinginan Ashelia.
Ia berpikir bahwa ia hanya perlu mencari tahu bagaiman cara ia kembali ke tubuhnya.
Ashley bertanya pada gadis itu, ritual macam apa yang mereka lakukan. Gadis itu terdiam mendengar pertanyaan Ashley. Ia terkejut karena Dewi yang mereka panggil justru tidak mengetahui apapun.
Menyadari perubahan ekspresi Ashley saat ia tidak menjawab pertanyaan sang Dewi Kehancuran, gadis itu langsung memberikan penjelasan. Cukup singkat dan jelas.
Mereka melakukan ritual terlarang pemanggilan Dewi Kehancuran untuk membalas dendam dengan bayaran jiwa dari si peminta permohonan. Kemudian, sang Dewi akan memasuki tubuh si pemohon untuk membalaskan dendamnya. Setelah dendamnya terbalas, sang Dewi akan kembali ke dunianya.
Ashley hanya diam menatap gadis itu, membuatnya kesulitan, bahkan untuk menelan ludah karena gugup.
"Jadi, maksud lo,"
Gadis itu merinding merasakan ketidak puasan Ashley atas jawaban yang ia berikan.
"Gua harus ngabulin permintaan yang ga jelas targetnya, atau gua ga akan bisa balik?"
"Ah, em, i-iya? Ampun." Ucap gadis itu terbata-bata menyadari bahwa nonanya tidak pernah menyebutkan dengan jelas siapa target balas dendamnya.
"Gua bahkan ga dapet keuntungan apapun?"
Ashley bangkit dari posisi duduknya, dengan senyum di bibir dan mata penuh amarah. Gadis itu mematung, merasakan hawa dingin di sekujur tubuhnya. Ia tahu, hal buruk akan menimpanya dan ia tidak bisa melakukan apapun.
"Orang yang minta tolong harus tau diri, kan?"
"...ampun."
^^^Bersambung...^^^
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 167 Episodes
Comments
Lhina Bright
aduuuuh inj kan jiwanya udh berpindah ke zaman kerajaan. jdi thor gak usa lagi pake bahasa lo, gua atau bahasa gaul gto. kan gak nyambung bgt toh klo masih pake bahasa lo ,gua.
2025-02-12
0
zida_mufida
masih mantau belum ngeh sama ceritanya.
2022-06-17
5