yang pergi

***

Villa-villa yang berjejer disepanjang pantai tampak agak ramai. Para wisawatan dari berbagai negara bersilewaran bersama pasangan dengan mesra.

"Ehm! iri ya?"

Kavi tersentak karena seseorang tiba dibelakangnya mengagetkan.

"Ngapain iri?"

"Karena gak jadi kawin" kekeh Dera seenaknya.

Raut wajah Kavi jadi masam dan pria itu makin senang membully.

"Udah, jangan sok sedih balon!"

"Sekali lagi kamu panggil aku balon, aku lempar kelaut"

"Aku bisa berenang"

"Gak nanya"

"Aku ngasih tau"

"gak perlu!"

Kavi sewot bukan main, niatnya melihat kesana untuk melihat dimana dera tinggal, eh malah pria itu ada didekatnya.

"Kamu nyari siapa?"

"Gak nyari siapa-siapa"

"Nah kan ngaku juga kalau kamu disini ngintip" tawa Dera makin kencang.

"Sembarangan saja nuduh!" Kavi memukul Dera tapi pria itu mengelak dengan tawa. Perempuan itu meninggalkan resort dan pulang kerumahnya. Matahari sore menemaninya sepanjang jalan menuju rumah.

Setiba dirumah ia langsung masuk seraya memanggil ibunya. Namun panggilannya terhenti ketika melihat seseorang dikursi ruang tamu yang terbuat dari batang bakau.

Kavi melemparkan senyuman pada wajah yang sedang di tutupi awan mendung itu.

"Sudah lama Tom?"

Bukannya menjawab, pria itu bangkit dan langsung memeluk Kavi. Safa yang sedang membawa teh dengan baki terpaksa kembali undur kedapur. Ia sering melihat Tomi dan Kavi terlalu dekat tapi sekarang mereka sudah dewasa.

"Maaf"

Kavi melepaskan pelukan Tomi lalu tersenyum "gak apa-apa lagi"

"Tapi pernikahan itu sangat berarti buat aku" balas Tomi lirih.

Kavi tidak tau harus bagaimana. Harusnya kavi yang terluka karena gagalnya pernikahan mereka.

"Kamu ngambek an Tom , kayak anak kecil" tawa Kavi mengalihkan pembicaraan yang menyedihkan itu.

"Aku serius kav"

"Nanti saja bahasnya, kamu udah minum? kalau belum air laut banyak noh!"

"Air mataku udah asin jangan tambah lagi deh!"

"Oh gituya, janganjangan air laut itu air mata para buaya"

"Bisa saja kamu Kav"

Tomi dipersilahkan duduk kembali oleh Kavi dan dia permisi untuk kekamarnya. Barulah Safa muncul dengan teh ditangannya.

"Tidak usah repot-repot mama" sambut Tomi dengan rasa bersalah.

"Tak apa, kau pasti haus kan? menunggu Kavi membuatkan minuman tidak ada sejarahnya palingan kamu yang disuruhnya untuk melayaninya"

"Itulah bu, beruntung Tomi tidak jadi menikah dengan aku, dia bebas dari perbudakan" sela Kavi dari dalam kamarnya.

Tomi tau Kavi berusaha untuk menghiburnya. Disaat seperti ini Kavi selalu tegar.

"Makanya Kav, jadi perempuan itu yang rajin" balas Safa.

"Aku kan bukan pembantu ibu"

Kavi keluar dari kamarnya dengan baju yang sudah berganti. Katanya ia bau tapi tetap saja gak mandi.

"Aku minta maaf waktu itu aku tidak ada....."

"Jangan dilanjutkan Tom, kami paham lagi pula ibu kamu tidak bersalah, harusnya kamu bangga punya ibu yang sayang pada kamu, dia tau mana yang terbaik untuk kamu, itulah cinta seorang ibu yang tidak akan pernah pudar sampai kapanpun" jelas Safa.

Tomi tidak menyela lagi. Ia hanya mengangguk lalu berkata "tapi izinkan aku untuk mengulanginya sekali lagi mama"

"Tak usah buru-buru"

Tomi mengangguk mengerti. Ia melihat ke Kavi penuh harap. Tapi Kavi tidak melihat hal itu. Dalam otak Kavi, Tomi begini karena kasihan sebagai seorang teman, tak lebih.

Malam itu mereka mengobrol ringan tentang banyak hal termasuk berubahnya ibu Tomi dan senyapnya perumahan. Mereka mempertanyakan dari mana api itu berasal dan siapa yang mengurung Safa dalam rumah. Padahal Safa sudah akan mau pergi keseberang waktu itu.

Tidak ada yang bisa dicurigai. Kavi saja yang sudah pasti siapa yang berulah tidak pernah bisa menyentuh orangnya. Hanya saja ia bersumpah akan membalas dengan tangannya sendiri.

***

"Satu,..dua,..tiga!

Dera memotret modelnya dikolam renang pakai bikini sedangkan pria itu celananya basah dan memamerkan dada bidangnya yang tampak berkilau diterpa pantulan air.

Mata elang Dera melihat para modelnya dengan mata berbinar. Senyuman yang terciptapun adalah senyuman maut.

"ya, angkat dagu dikit lagi, senyum..." Dera mengasih intruksi pada modelnya dengan sorot kagum dan memuja tiap inci tubuh wanita didepannya.

"Dasar pria mata keranjang! badjingan!" Kavi melihat pria itu benci dari balik kaca kamar dekat kolam renang itu. Dari tadi ia melihat gerak gerik Dera dan ia mual. Semoga anak ini tidak setan seperti bapaknya.

Dan sisetan itu melihat ke arah Kavi sambil melempar senyuman. kavi memundurkan langkah dan menampik kalau Dera pasti tersenyum pada seseorang, bukan pada dirinya.

Kavi melanjutkan pekerjaannya sambil melampiaskan kebenciannya pada perabotan yang ia bersihkan. Dalam hati sangat mengutuk marah.

"Ehm!!"

Kavi kaget apalagi melihat siapa yang masuk.

"Kecurigaanku benar, kau bisa merusak barang-barang dikamar aku"

Dera muncul dengan pakaian basah dan seenaknya menginjak lantai yang sudah dipel.

"Hey! kamu kenapa jalan disitu! pekerjaan aku sudah beres disini" Kavi kesal karena harus mengulangi pekerjaannya lagi.

"Itu kerja kamu jangan protes"

"Kebiasaan seenaknya saja, tidak semua orang memujamu! membenarkan perbuatanmu! bajing*n"

Ucapan mulut Kavi membuat Dera juga tersulut emosi. ia tidak pernah bersalah pada gadis itu tapi Kavi seperti punya dendam padanya.

Pria itu meraih bahu Kavi dan memutar tubuh gadis itu. Netra mereka bertemu dengan bola api yang sudah terbakar hebat.

"Kau bicara dengan siapa? ha?"

Kavi menanggapi dengan senyuman sinis menahan sakit dibahunya.

"Dengan kamulah, setan!" Kavi mendorong Dera dengan tangannya tapi dengan cepat pria itu berhasil menangkap tangan kecil itu.

"Lepaskan!"

"Tak akan, sebelum minta maaf"

"Aku tidak akan pernah minta maaf padamu!"

"Ya sudah begini saja, aku juga tidak akan melepaskan kamu"

Pijakan Kavi sangat lemah, bahunya dicekal dan juga gerakan tubuhnya terbatasi. Rasanya ia tidak akan tahan lama-lama begini.

"Awh!" Kavi meringis hampir jatuh. Tangannya juga terasa kram.

Dera yang sedang marah tersadar kalau sibalon sedang hamil. Dengan cepat ia melepaskan cekalan dan pegangannya. Hampir saja Kavi terbanting kelantai.

"Lain kali jangan sok hebat! urus saja diri kamu" Dera berlalu kekamar mandi.

Perempuan itu meringis karena tangannya memerah dan juga bahunya sakit. Pria itu bisa meremukkan tulang belulangnya.

"Hiii dasar Dera setan! kau menambah kerja aku" teriak Kavi begitu melihat lantai yang kotor oleh jejak kaki Dera sepanjang ruangan.

Mengapa pria itu selalu menyengsarakan hidupnya dari segi apapun.

"Ku bun*h kau!!" teriak Kavi.

"Kalau berani kesini! atau aku yang kesana?"

Kavi mencak-mencak tidak karuan. Dari arah kamar mandi terdengar guyuran air. Si set*n itu sudah mandi. Tidak lama kemudian Dera keluar dari sana dengan handuk di pinggulnya "jadi mau bun*h aku?"

"Mesum!"

"Jangan berlagak sok suci deh, kamu kan senior tuh buktinya balon"

"Kamu tuh ya seenaknya saja bilang anak aku balon"

Sebuah otak melayang pada Dera dengan sigap pria itu mengangkapnya

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!