rangkaian ritual

Tomi berlutut didepan orang tuanya disaksikan oleh warga. Disebelahnya ada Kavi yang juga ikut berlutut khusu' tak bergeming mendengarkan doa-doa dari tetua.

Mereka melakukan ritual awal penebusan dosa sebelum menikah agar dewa laut tidak marah dan mendatangkan bencana lagi.

Nurani Kavi sedang berkecamuk hebat. Apa benar yang ia lakukan. Menikah dengan Tomi dan menghancurkan kebahagiaan Tomi demi dirinya.

Perlahan ada yang memegang tangannya dan menggenggamnya erat.

Tangan Tomi mengalirkan kekuatan agar Kavi yakin dengan semua ini.

"Kalian menikah dihari keempat setelah ritual pada esok hari" beritahu tetua.

"Ritual penuh kah? kalau tetua terdahulu pasti penuh agar mereka.kembali suci" ujar Mete pada pria setengah baya tersebut. Hal itu dibenarkan oleh istrinya Cica.

"Mereka menikah empat hari lagi? kau masih menginginkan mereka ritual penuh?" sergah Rajes pada Mete dengan suara meninggi.

Pemuda itu tidak suka melihat suami istri itu. Sedari tadi merekalah yang nyinyir banyak bicara.

"Mereka memang harus menjalani ritual penuh selama tiga hari" potong tetua pada rajes. Sekilas senyuman timbul disudut bibir Cica.

"Kavi baru saja dari rumah sakit, kau menyuruhnya puasa?' kali ini Tomi yang bicara.

"Ritual itu harus dilakukan, kalau tidak dewa akan menghukum orang yang tidak bersalah!!" suara tetua juga tidak mau kalah "besok pagi kalian harus menjalani ritual itu"

Kalau tetua yang bicara tidak ada yang berani membantah meskipun dihati sangat dongkol luar biasa.

Mereka pada bubar. Tomi mengulurkan tangan pada Kavi untuk membantunya berdiri. Ibu Tomi menggandeng Kavi berjalan dengan diam diikuti Safa.

Beberapa meter didepan mereka ada Feya melihat Kavi dengan penuh kebencian. Begitu Kavi melihat, Feya menghindar.

"Sebentar mama,..." Kavi melepaskan pegangan tangan ibu Tomi dan berlari mengejar Feya.

"Jangan lari-lari Kaaav! ingat kau sedang hamil!!" teriak ibu Tomi mengingatkan. Perempuan itu perhatian karena merasa yang dikandung Kavi adalah cucunya.

"Ya mama!"

Kavi memperlambat jalannya dan berbelok ke arah kiri menyusul Feya.

"Tunggu Fey!" teriak Kavi berusaha mengejar Feya. Nafasnya mulai satu-satu dan perutnya kram. Untungnya Feya sudah mentok kelautan.

"Kamu harus mendengarkan aku Fey!!"

Feya membelakangi Kavi dengan tangan dilipat didada. ia sudah tidak peduli lagi pada Kavi.

"Ini bukan seperti yang kamu kira Fey! aku dan Tomi tidak seperti yang kamu pikirkan" Kavi mengemis pada Feya untuk mendengarkan ia kali ini saja.

"Kita bukan teman lagi, teman mana yang tega mengihianati temannya?"

"Aku terpaksa Fey"

"Terpaksa karena kau hamilkan?" sergah Feya.

"Aku tau kamu suka Tomi dari dulu, aku tidak mungkin begitu dengan Tomi"

"Tidak mungkin bagaimana? terus yang itu apa?"

Kavi mencoba menetralisir karena dadanya menjadi sesak.

"Ini bukan anak Tomi, aku kecelakaan..." beritahu Kavi "harusnya bukan Tomi tapi dia bersikeras untuk menikahi aku,..aku ingat kamu fey, yang mencintai Tomi dari dulu..aku minta maaf pada kamu karena egois atas semua ini"

Kavi memutar langkahnya lalu pergi meninggalkan Feya yang membisu. Ia merasa bersalah pada Feya tapi juga tidak mau menolak kebaikan Tomi.

Kali ini ia egois tidak apa- apakan?

Keesokan harinya, sesuai dengan peraturan rangkaian ritual Tomi dan Kavi berlutut menghadap kelautan dengan puasa seharian penuh.

Matahari pagi menjilati wajah Kavi yang kemerah-merahan di sebelahnya Tomi tampak memejamkan mata menyatukan tangan kedada melaksanakan ritual itu dengan sepenuh hati.

Tetua adat beberapa kali mengelilingi mereka dengan siraman air bunga dan doa-doa. Pria itu mengawal ritual itu tanpa mengasih waktu jeda.

Wajah Kavi memucat. Ia lemas karena puasa dan sinar matahari yang mulai terik apalagi dengan tubuh tidak bergeming.

"Apa mereka sedang sembahyang?" tanya seorang pria pada seorang nelayan yang ditemuinya.

"Bukan, mereka melakukan ritual"

"Ritual apa?"

"Mereka telah berdosa karena berbuat dosa sebelum menikah, sekarang mereka melalui tahap penyucian"

Pria berkaca mata hitam itu baru tau kalau ada ritual adat seperti ini. Ia tertarik untuk melihat lebih dekat. Pasangan itu berlutut tanpa bergeming. Salah seorangnya adalah wanita waktu itu.

Mata wanita itu terpejam dan wajahnya memucat. Sepertinya ia tidak bisa untuk melanjutkan tapi dipaksakan. Bodohnya pria disebelah wanita itu yang membiarkan seorang wanita tersiksa disebelahnya.

Wanita itu juga bodoh, menyerahkan diri pada pria yang tidak tepat. Kapasitasnya kan memang sangat kecil decaknya dalam hati.

Untuk apa menjalani mitos seperti itu tanpa memikirkan kesehatan. Jika benar wanita itu hamil harusnya dia banyak istirahat bukan malah menyiksa diri.

Ia kembali kemobilnya tidak lama kemudian beberapa orang terlihat mengerumuni pasangan itu. Wanita itu pingsan.

Ia tidak bisa menjudge karena adat dan kepercayaan tidak bisa dilepaskan dengan mudah meskipun dunia sudah maju dan modern.

Pria yang tadi bersama wanita itu masih melakukan ritual dipantai itu tanpa membantu wanita bersamanya.

"Tuan!! tolong bantu kami!!"

Seorang wanita paruh baya mengetuk pintu mobilnya dengan wajah panik.

"Ya bu ada apa?"

"Tolong bantu kami mengantarkannya kerumah sakit"

Dibelakang wanita itu ada beberapa orang nelayan menggotong wanita yang tengah pingsan tadi.

Aku mohon tuan!" wanita paruh baya itu menyatukan tangan didada memohon dengan amat sangat.

Tidak mau di cap jelek, pria itu mengangguk.

"Terima kasih tuan, terima kasih!!" ucapa wanita itu menghapus air matanya. Wanita bodoh yang tengah pingsan itu dimasukan kemobilnya di bantu oleh dua orang wanita tengah baya, kemungkinan mereka adalah ibu dari pasangan itu. Hanya dua orang itu yang ikut sedangkan yang lainnya kembali ke aktivitas mereka.

"Kemana?"

"Puskesmas"

"Kenapa gak kerumah sakit saja?" tanya pria itu.

Kedua Wanita itu menggeleng, mungkin karena keterbatasan biaya. Pria itu mengantarkan mereka ke puskesmas yang dimaksud. Ia juga membantu membukakan pintu mobil untuk mereka.

"Kav..bangun Kavi" ibu wanita itu menepuk pipi anaknya.

Oh jadi nama wanita bodoh ini Kavi.

Kedua wanita itu kepayahan membawa perempuan yang bernama Kavi itu. Pria itu membantu untuk membawa kedalam.

"Nona Kavi pingsan lagi?" sambut seorang suster. Rupanya sebelum ini Kavi pernah mengalami seperti ini juga.

"Iya suster, tolong bantu dia" mohon Safa.

Kavi dibaringkan disebuah bangsal. Seorang dokter memeriksa Kavi bersama dengan suster.

"Cepat sadarkan dia dokter, dia harus melanjutkan ritualnya" ujar wanita satunya lagi yang sedari tadi hanya diam tapi wajahnya lumayan cemas.

"Tekanan darahnya sangat lemah, dia harus istirahat" beritahu suster dengan sabar.

"Tidak bisa suster, dia harus suci sebelum pernikahan tiba!!!!" wanita calon mertua Kavi setengah membentak pada suster tersebut.

"Ayolah cepat Safa, kau jangan banyak melamun! kalau tidak ritual mereka hancur,.pernikahan mereka akan banyak kendala!! tak apa Kavi susah sekarang asalkan dia bahagia kelak"

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!