gadis tangguh

Perumahan nelayan terletak dilepas pantai menjorok kelaut. Ada sebuah jalan yang tidak begitu besar menuju kesana sepanjang beberapa meter. Kiri kanan jalan itu berdempetan rumah panggung terbuat dari susunan kayu bakau. Dari arah dapur rumah-rumah panggung itu menggulung asap keudara sebelum ditiup angin laut.

Dijalanan itu ada segerombolan anak-anak yang sedang berlarian. Kadang anak -anak tersebut sengaja pergi keujung jalan untuk berlari lalu mencebur kelaut. Kavi, Feya dan Tomi juga sering seperti itu waktu kecil. Mereka akan tertawa-tawa. Tapi sekarang, tawa itu jarang muncul dari hati terdalam karena himpitan beban kehidupan dan mereka asyik menjalani kehidupan yang entah kapan sampai finish menuju bahagia. Semakin dewasa, semakin terasa bahwa hidup itu sangatlah sulit.

Kavi menaiki lima buah anak tangga dan dorong pintu rumahnya yang suha mulai reyot. Rumahnya terletak di deretan paling ujung. Rumah kecil dengan peralatan seadanya itu kosong padahal hari hampir malam ibunya masih belum pulang dari jualan.

"Inka!! apakah ibu aku belum pulang dari tadi?" tanya Kavi pada Inka tetangga depan rumahnya. Inka, wanita dua puluhan itu menjulur kepalanya dijendela setengah terbuka.

"Belum! dari tadi aku belum ada melihat ibumu Kavi" balas Inka. Kavi bertanya pada Inka karena Inka beraa dirumah seharian. inka baru saja melahirkan.

kavi menutup pintunya kembali dan bergegas menyusul ibunya ketempat julanan. Ia kembali menyusuri jalanan kecil menuju perumahan. Ia berpapasan dengan Feya, Tomi, Rajes dan Boli. Feya berjalan disisi Tomi sambil bercengkrama.

"Kamu mau kemana kav?" tanya Tomi.

"Menyusul ibuku Tom, ibuku masih belum pulang"

"Hampir malam kau jalan sendirian nanti kau diculik hantu laut" ujar Rajes.

"Hantu tidak bakal kuat nyulik aku, aku banyak makan" balas Kavi tidak mau kalah.

"Apa perlu ditemani Kav?' tanya Feya.

"Tidak usah Fey, dekat kok"

Kavi menolak tawaran Feya untuk menemaninya tapi siapa sangka seorang hantu berbalik langkah diam-diam mengikutinya. Hantu itu adalah Tomi.

"Kau mau kemana Tom?"

"Jalan" jawab Tomi.

"Jalan kemana?'

"Menemani kamu"

"Gak usah" Kavi melihat kebelakang, feya terlihat kecewa dengan Tomi tapi masih menyempatkan diri untuk melambaikan tangan dengan senyuman.

"Aku bisa sendiri"

'Iya, aku tau, kamu kan juga punya kaki"

Tomi berjalan disebelah Kavi. Penampilan Tomi begitu sederhana dengan sepatu butut dan celana robek bagian lutut. Yang Kavi tidak terima adalah tinggi Tomi yang menjulang disebelah Kavi padahal mereka seumuran.

"Kamu itu ketinggian! jauh -jauh sana" Kavi mendorong Tomi agar jauh darinya.

Tomi tertawa, Kavi sewot karena tubuhnya masih saja pendek. Ia meraih kepala Kavi dan menarik mendekatinya aku tinggi supaya bisa melindungi kamu, jangan iri"

"Aku tidak iri, kamunya saja yang merasa" Kavi tidak bisa lolos dari kungkungan Tomi yang merangkulnya sambil jalan. Kavi merasa hanya pada dialah Tomi yang begini, kalau dengan Feya, Tomi tidak pernah terlalu akrab. Mungkin karena Tomi dan Kavi terlalu akrab makanya begitu.

"Kamu ingat waktu kita habis mencuri gulali dipasar?" tanya Tomi tertawa. Bagaimana Kavi lupa tentang hal itu. Ia dan Tomi pernah mencuri waktu kecil karena tidak punya uang. Waktu itu mereka tidak jauh beda dari sekarang. Seperti anak gembel dan tidak punya uang. Karena panik, Ia dan Tomi mencebur kelaut dan tidak muncul selama berjam-jam. Orang-orang yang mengejar akhirnya mencemaskan mereka. Sampai semua orang kampung nelayan ikut panik.

"Karena kamu kita hampir saja out" balas Kavi.

"Itu sangat melekat dingatan aku Kav, hanya karena permen kita mengadu nyawa, ternyata hidup kita tidak semudah itu lalu menyusul peristiwa lainnya yang membuat kita berdarah-darah, akankah dimasa mendatang kita mempunyai kehidupan yang cerah?"

"Entahlah.."

"Tapi apapun kehidupan kita aku harap kita masih bersama untuk saling menguatkan"

Kavi setuju, pikirannya terlalu naif dengan ucapan Tomi. Ia tidak mengangkap ihwal apapun. Ia juga tidak menyadari betapa jantung Tomi sudah marathon jauh.

Mereka melewati jalanan tepi pantai dimana anak-anak kecil dan orang-orang biasa berkumpul sekedar menghilangkan jenuh. Tidak jauh dari mereka ada sebuah resort mewah yang tidak pernah sepi pengunjung. Orang-orang kelas atas selalu bersiliweran dengan mobil mereka. Tempat itu bagai bertemunya bumi dan langit. Orang perkampungan jarang kesana termasuk Kavi.

Seorang wanita paruh baya berjualan makanan dan aksesoris dari laut dibawah lampu jalanan. Ia dikelilingi oleh anak kecil yang sedang jajan. Kelelehan diwajah wanita iu berganti dengan sumringah. Mungkin karena baru sekaranglah jualannya agak laku sejak tadi pagi.

"Hey nak! kamu kesini?" sapa wanita itu pada Kavi.

"Iya ibu, ibu belum pulang"

"Sebentar lagi"

Kavi melihat ada banyak aksesoris dari kerang laut yang masih berjejeran di lapak ibunya. Ada bermacam cindera mata yang dibuat oleh kampung nelayan yang dititipkan untuk dijual. Ada kalung, gelang dan bermacam bentuk hewan.

Ia membantu ibunya melayani anak-anak yang belanja. Ia ikut meracik bumbu sedangkan Tomi menunggunya duduk diatas pagar pembatas yang biasa digunakan orang-orang untuk duduk.

Sebuah mobil mewah berhenti didepan mereka dan seorang wanita cantik turun dari sana. Wanita itu melihat aksesoris kerang dengan berbagai macam bentuk. Kavi meninggalkan pekerjaannya dan melayani perempuan tersebut dengan ramah.

"Silahkan dilihat nyonya, ada bermacam bentuk, silahkan nyonya pilih mana yang suka,..selain cantik juga tahan lama, nyonya bisa menghadiahkan untuk orang tersayang"

"Aku ingin yang berbentuk burung itu " wanita tersebut menunjuk sebuah kerajinan tangan berbentuk burung dengan ekor panjang berwarna kebiruan, berbulu putih dan bermahkota emas berdiri diatas rumput karang putih.

"Oh ini nyonya, ini memang sangat cantik

Kavi mengasihkan burung itu pada siwanita tersebut.

"Berapa?"

"Sangat murah nyonya, 20 keping saja"

"Aku bisa minta bantuan? tolong bungkus ini dengan rapi lalu kasihkan pada seorang anak yang bernama Dera, ia berada diresort"

Kavi tidak menolak bantuan wanita tersebut apalagi tips yang dikasihnya melebihi harga kerajinan barusan. Setelah wanita tersebut pergi, Kavi melaksanakan permintaan wanita tersebut. Ia permisi pada ibunya tanpa memanggil Tomi karena resort sangat dekat dari sana tidak perlu ditemani.

Ia membungkus kerajinan tersebut dengan rapi disebuah warung sesuai permintaan pelanggan. Setelah itu ia menghampiri resort tersebut.

"Kamu ada keperluan apa nona?" tanya beberapa orang security dipintu masuk bertanya pada Kavi.

Kavi memperlihatkan pesanan pada mereka dan barulah mereka membukakan gerbang.

Meskipun Kavi sering berada dipantai tapi aura resort tersebut sangatlah berbeda. Perpaduan keindahan alam dan campur tangan manusia berseni tinggi bertemu disana. Kamar pengunjung terpisah berjauhan sepanjang pantai. Ada jalanan pesepeda yang sangat mulus dengan pohon palm dan rerumputan hijau sampai ke lapangan golf. Arah pantai berjejer payung-payung tempat duduk santai dan ada banyak olahraga laut didepannya. Dibelakang resort tersebut ada kolam renang menyatu dilautan.

Jadi orang kaya itu sangatlah enak, mereka menikmati kehidupan yang sesungguhnya. Mereka tidak akan pernah memikirkan apa yang akan mereka masak hari ini. Terbukti para pengunjung disana sangatlah berbeda dengan orang kampung nelayan. Tubuh pria mereka lebih tinggi dan bersih lalu para wanitanya cantik, kinclong dan harum serta memakai pakaian terbaik.

"Aku mencari seorang anak yang bernama Dera, ada titipan untuknya" ujar Kavi pada resepsionis yang cantik.

"Seorang anak? apa nona tidak salah?"

"Tidak,...seorang wanita meminta aku untuk mengantar ini, mungkin saja wanita itu ibunya"

"Maaf, disini hanya ada seorang yang bernama Dera, dan dia berada dikamar 334"

"Oh begitu ya, saya akan mengantarkan pesanan ini, terima kasih nona" Kavi berjalan keluar dari ruangan tersebut dan mencari kamar resort tempat menginap bernomor 334 sepanjang pantai. Kamar resot bergaya tradisional. Tiap kamar resort terbuat dari kayu pilihan berwarna coklat tua dan dengan atap ijuk yang dirangkai cantik sedemikian rupa. Disetiap penginapan resort ada teras kecil menghadap kelaut.

Akhirnya Kavi menemukan tempat yang ia cari. Nomor 334 terpampang didepan kamar. Sejenak ia ragu untuk mengetuk pintu. Ini tempat wisata, banyak yang membawa pasangan kesana.

Baru saja Kavi mengangkat tangan hendak mengetuk pintu. Pintu terbuka dengan sendirinya. Seorang gadis cantik keluar dari dalam dengan wajah cemberut.

"Seina, tunggu!"

Gadis itu tidak menghiraukan panggilan dari dalam ia terus melenggang pergi. Meskipun marah gadis itu tetap anggun berjalan.

"Sania!! kau salah paham!!"

Seorang pria mengikuti gadis itu dan berteriak dari teras.

"Tunggu Sania!"

Pria itu menghembuskan nafas dan mengusai rambutnya dengan kesal sebelum ia menyadari ada orang asing disana.

"Kau?"

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!