Ketika Musim Berganti
Ombak setia mencumbu bibir pantai, setia menghapus jejak insan yang berhamparan di dipasir putih yang berkilau diterpa sinar matahari. Binatang-binantang laut merangkak tanpa meninggalkan jejak. Pohon kepala berayun-ayun, daunnya serupa rambut dara yang kena hempasan angin.
Cekikikan tawa menggema dari arah timur pantai berpasir putih itu. Segerombolan perempuan pemanen rumput laut baru keluar dari laut dengan pakaian basah. Sepertinya mereka bahagia dengan apa yang barusan mereka kerjakan.
Ditepi pantai ada beberapa buah mobil angkut untuk mengangkut hasil panen barusan. Ada beberapa hektar pembudidayaan rumput laut dengan petani berbeda. Setiap hari para pemanen itu berpindah tempat sesuai permintaan dan kebanyakan pemanan tersebut adalah para wanita yang bekerja sampingan ketika suami mereka pergi melaut.
Ada juga beberapa gadis remaja bekerja disana membantu ibu mereka mencari uang tambahan. Masing-masing membawa botol air minum berjalan berlainan arah menuju pulang.
"Apa kamu langsung pulang Kavi?"
Seorang gadis berkulit coklat bertanya pada temannya yang bernama Kavi yang juga berkulit kecoklatan dan berambut agak pirang karena sinar matahari. Usia mereka sebaya dan sama-sama anak nelayan dan juga pemanen rumput laut. Mereka berjalan berdua dengan arah yang berbeda dari yang lainnya. Feya dan Kavi berjalan tanpa alas kaki menyusuri pantai menuju perumahan nelayan yang terletak beberapa puluh meter dari sana.
"Tidak Feya, aku ada janji dengan Cines membantunya mengumpulkan jemuran ikan asin" balas Kavi pada temannya.
"Ikan asin Cines pasti sudah kering, panas sangat terik" Feya mengibaskan rambutnya yang juga kepirangan. Rambutnya tadi basah dan sekarang sudah hampir kering. Meskipun sudah mulai sore matahari masih menghujam kulit.
Dari kejauhan kapal nelayan sudah mulai menepi kedermaga. kebanyakan dari nelayan itu adalah nelayan harian, pergi dini hari dan pulang sore hari. Hanya beberapa sebagian dari nelayan dikampung itu yang memiliki kapal agak besar dan berlayar selama seminggu.
Feya melongok kearah lautan dan meletakkan telapak tangannya diatas matanya untuk meneduhkan penglihatannya yang buram karena sinar matahari yang terik.
"Tomi masih belum kembali" gumam Feya. Kavi tersenyum, Feya menyukai seorang pria yang bernama Tomi, temannya. Tapi Feya tidak pernah berani mengungkapkan secara langsung. Didepan Tomi, Feya bersikap biasa layaknya teman tapi dibalik itu ia menyimpan rasa yang cukup besar. Salah satu alasan Feya tidak kemana-mana sehabis bekerja adalah karena Tomi. Setiap sore Feya akan stanby didermaga dengan alasan menunggu bapak dan adiknya.
Dulu, Kavi juga sering kesana menunggu bapaknya pulang melaut. Tapi semenjak kapal bapaknya karam dan jasad bapaknya tidak ditemukan, sejak itu Kavi jarang ke dermaga.
"Ungkapkan saja apa yang kamu rasakan ke Tomi"
Feya terdiam, mana mungkin dia berkata untuk merusak perjalanan panjang kisah pertemanan mereka antara dia, Kavi dan Tomi.
"Tidak semudah itu Vi, perlu mental yang cukup" balas Feya. Ia takut kalau Tomi menjauhinya setelah ini.
"Sampai kapan Fey? sebaiknya ungkapkan saja"
"Gak usah, mencinta itu tak harus memiliki" Feya tertawa ringan seolah hal itu adalah biasa tapi nada suaranya mengandung beban.
Feya selalu bilang begitu, Kavi tidak tau sebesar apa rasa suka Feya pada Tomi. Ia sendiri tidak pernah merasakan hal yang dinamakan cinta. Ia terlalu asyik untuk bertahan hidup. Kavi menganggap keputusan Feya adalah wajar. Demi teman Feya rela menyingkirkan rasa.
Mata Kavi menangkap sebuah kotak merah diantara hamparan pasir putih didepannya. Ia membungkuk mengambil benda itu. Sebuah kotak perhiasan dari beludru berbentuk hati. Ia membuka kotak itu. Ada sebuah kalung emas putih berliontinkan batu putih seperti berlian.
"Cantik bangat" Feya juga melihat hal itu "lihat"
Kavi mengasihkan kalung itu pada Feya dan temannya itu menelitinya dengan penuh kekaguman.
"Mungkin punya wisatawan yang jatuh" ujar Kavi.
"Bisa jadi, sepertinya ini adalah berlian asli,..cantik" Feya mendekatkan kalung itu kelehernya.
Apa yang dibilang Feya sangat benar, kalung itu cantik sekali. Seumur-umur baru kali ini Kavi melihat kalung dengan berlian asli begitu nyata.
"Coba pakai Kav, kamu pasti cocok memakainya"
"Gak Fey, nanti orangnya liat..lebih baik simpan saja, kalau orangnya datang kasihkan"
"Sebentar saja kok, orangnya gak bakal lihat apalagi kalau yang punya orang kaya, kalung segini mah murah bagi mereka"
Kavi tidak menolak saat Feya memakaikan kalung itu kelehernya. Ini pertama kalinya Kavi mencoba pakai kalung. Ia penyuka aksesoris tapi tidak pernah mampu untuk membelinya karena ada yang jauh lebih penting dari itu meskipun dengan harga murah sekalipun.
"Kamu cantik memakainya Kav" puji Feya. Kavi melihat ke lehernya. Ia hanya melihat ujung kalung itu sedikit dan itupun susah. Sayang gak ada cermin disana.
"Sudah, ungkai lagi Fey" Kavi meminta Feya meungkai kalung itu kembali.
"Dirumah saja Kav, ada Tomi" bisik Feya. Seluruh atensi Feya terarah ke Tomi yang baru menginjakkan kaki didermaga bersama tiga orang temannya.
Tomi melambaikan tangan pada mereka. Feya semangat membalasnya.
"Kalian sudah pulang?"
"Ya baru saja" balas Feya.
"Kavii! hey! ayo kita minum dulu" Tomi menunjuk sebuah warung tempat melepas penat para nelayan tidak jauh dari dermaga.
"Tidak Tom! aku masih ada pekerjaan" balas Kavi.
"Sebentar saja"
Kavi menggeleng, ia berbelok dari arah dermaga memasuki perkebunan kelapa. Tidak lama kemudian ia tiba di tempat penjemuran lautan ikan asin. Seorang wanita paruh baya berbadan pendek dan gemuk memakai tudung dikepalanya menyambut kedatangan Kavi dengan senyuman.
"Aku kira kamu tidak bakal datang kavi, aku sudah sangat cemas kalau hujan turun tiba-tiba"
"Tidak bakal Cines, matahari sangat terik" kavi mengambil keranjang ikan asin dan dengan cekatan membantu wanita paruh baya itu membangkit ikan asin dari penjemuran lalu mengangkutnya kegudang. Sejenak Kavi lupa dengan kalung yang ia pakai. Setelah pekerjaannya selesai ia mendapatkan sedikit bayaran lalu ia pulang setelah.mngucapkan terima kasih pada Cines.
Ketika jalan pulang ia melewati jalan lepas pantai. Pantai mulai lengang dan matahari sudah mulai tenggelam meninggalkan bayang- bayang hampir redup.
Rambut ikal kemerahannya ditiup angin laut . Ia menyisiri pantai dan membiarkan kakinya di basuh lidah-lidah ombak.
Sebuah mobil jeep terparkir ditepi pantai dan seorang pria tampak bersandar ke kap mobil seperti orang ling lung. pria itu mungkin adalah wisatawan karena wajahnya terlihat oriental.
Begitu Kavi lewat, sorot mata pria itu berubah tajam. Kavi mendadak takut. Tidak ada seorangpun yang bisa minta tolong.
"Hey! berhenti!"
Kavi gelagapan mendadak perasaannya tidak enak. Ia memang tidak kaya dan tidak ada yang bisa untuk dirampok tapi yang namanya kejahatan bisa terjadi karena apa saja.
Karena takut, Kavi tidak berhenti melainkan lari.
"Hey!!"
Baju Kavi tertarik ke belakang dan mendadak ia lari ditempat.
"Kau mau aku bilang pencuri ha?"
Pencuri? memang apanya pria itu yang ia curi? hatinya gitu? jangan ngaco!
"Anda siapa? saya tidak kenal anda! jangan macam-macam ! anda bisa dihukum massa"
Kavi membalikkan badan dan tidak mau kalah, ia menggertak pria tersebut.
"Buka!"
"Hey! jangan cabul! kau kira aku ini perempuan murahan?"
PLAK!
Tangan Kavi berhasil mendarat dipipi pria tersebut. Wajah pria itu memerah dan sorot matanya menyala karena amarah.
"Siapa yang bernafsu melihat kamu? kamu tidak pernah ngaca ya? lihat!" pria itu menunjuk Kavi dengan geli.
"Buka kalungnya! kau tidak cocok pakai itu!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 37 Episodes
Comments