keluarga chiang

Sebuah rumah terpencil dikaki gunung sebelah kota madrid mendadak ramai pagi itu. Deretan mobil dari berbagai merk terparkir dari ujung jalan masuk sejauh lima ratus meter dari jalan umum. Kiri kanan jalan menuju rumah tersebut ditanami pohon akasia berderet meneduhi jalan. Pohon-pohon tersebut tertawa apik. Tidak ada satupun sampah daun kering yang ada dibawahnya

Semua orang datang hampir berbarengan. Masing-masing saling melihat jam tangan lalu bergegas masuk kedalam rumah bergaya cina itu tanpa sempat saling menyapa. Ada diantaranya membawa anak kecil dan beberapa orang remaja.

Wajah mereka terlihat biasa saja. Begitu tiba di sebuah ruangan wajah yang tadinya datar sekarang berubah sedih melihat seorang wanita tua terbaring di atas tempat tidur ditemani lima orang suster.

"Ibu...!!" dua orang laki-laki dan tiga orang perempuan meraup wanita itu dengan tangisan. Anak-anak mereka yang sudah remaja dan balita hanya bisa melihat orang tua mereka dengan bola mata diputar, jengah. Mereka adalah menantu dan anak dari wanita tua tersebut.

Wanita tua itu membuka mata. Tidak kaget dengan keadaan karena serba tiba-tiba itu. Ia melihat sekeliling lalu melihat jam dinding kuno disudut ruangan. Pas dengan waktu yang ditentukan. Semuanya telah hadir kecuali anak itu.

"Mana putramu Amapola?" tanya wanita itu pada salah seorang anaknya. Dua orang saudaranya melihat kewanita itu. Satu laki-laki dan seorang lagi perempuan. Mereka datang kesana dengan keluarga mereka kecuali Amapola.

Amapola melihat sekeliling, putranya tidak kelihatan padahal tadinya ia bicara setengah memohon pada anak itu untuk datang tepat waktu karena neneknya tidak suka dengan orang yang tidak on time termasuk pada keluarga mereka sendiri. Keluarga itu menerapkan kehidupan yang disiplin karena itulah Chiang, wanita tua itu berhasil merubah hidupnya yang tadinya miskin sekarang berubah menjadi kaya raya termasuk mendidik para anaknya untuk menjadi orang yang berhasil.

kedua saudaranya menggeleng, menyesalkan Amapola mendidik putranya.

"Kasihan Amapola, dia melahirkan dan mendidik putranya sendirian, itu sangat berat, jadi jangan diperpanjang" ujar Irata suami dari Bushra, kakak Amapola. Amapola tau, Irata hanya menyindirnya. Ia sudah peka dengan sindiran itu dan juga tidak menghiraukan lagi karena dia sudah melupakan masa lalu itu.

Bushra tidak pernah membela Amapola didepan istrinya karena ia lebih takut pada Irata dari pada apapun di bumi ini. Bahkan kendali rumah tangganya pun di kendalikan oleh Irata.

Amareya anak kedua Chiang melirik ke kakak dan adiknya Amapola. Ia dan suaminya Canaka seperti pohon diatas bukit kemana angin kencang kesanalah mereka berpihak.

Sekarang mereka membenarkan ucapan Irata.

Chiang berusaha duduk dibantu oleh suster yang merawatnya. Sebetulnya keadaan Chiang tidak begitu parah mungkin hanya demam biasa tapi setiap mendengar ibu mereka sakit. para anak-anaknya akan kesana dengan cepat. Yang pastinya bukan karena peduli tapi karena harta warisan.

"Mana anak haram itu?"

Amapola tidak kaget dengan label itu pada putranya. karena memang anak haram dan itu tidak salah. Apapun sebutan untuk dia dan anaknya ia tidak peduli yang penting dia dan anaknya baik-baik saja.

"Katakan! mana dia?" suara Chiang meninggi bertanya pada Amapola.

"Dia mungkin,...."

Diluar terdengar suara detak sepatu berirama. Amapola berharap itu adalah putranya. harapannya terkabul. Dipintu kamar muncul seorang pemuda dengan wajah tengil.

"Hay brother and sister,..how are you?"

Tiga orang anak kecil dan dua orang remaja tanggung langsung heboh memburu pemuda tersebut.

"Kak dera!!!!"

"Kenapa kakak lama sekali? hampir saja,....." seorang anak kecil tanggung tidak meneruskan ucapannya karena sorot para orang tua sudah seperti laser melihat padanya.

"Kakak tadi naik jet,...shiuuuuuuu, singgah di Paris, Jerman, .." Dera memperagakan gerakan jet dengan tangannya seperti anak idiot.

"Ngapain kakak ke Jerman?" tanya Ameli, bocah tiga tahun putri Amareya.

"Beli telur dadar" jawab Dera seenaknya. Dua orang anak tertua Irata menahan tawa. mereka tau Dera sengaja membuat semua orang kesal terutama oma Chiang.

"Hay oma! apa kabar? oma sehat?" Dera menuju ranjang Chiang dan memeluk wanita tua itu dengan erat.

"Oma makin cantik kalau ngambek seperti ini, oma pasti nungguin aku ya?" Dera pede bicara demikian aslinya ia menyindir omanya yang tidak suka padanya.

"Untuk apa aku menunggumu?" balas Chiang marah.

"Oma ternyata gak sakit, lihat masih bisa marah" Dera terkekeh geli. Chiang membola lalu melirik ketongkatnya yang tersandar didinding, jauh darinya. Kalau tidak tongkat itu akan mengasih salam pada kepala anak ini.

Pertemua keluarga itu hambar dan saling mencurigai satu sama lain. Inilah yang Dera benci. Mereka hanya harap dengan harta. Masing-masing dari mereka ingin dapat bagian terbanyak.

"Sampai kapan kau bermain-main? bantulah ibumu, dasar anak tidak tau diri" ujar Chiang pada dera.

Dera membalas dengan tawa. Irata mencibir, Amapola melahirkan anak yang tidak waras pasti ayah anak itu adalah orang jalanan yang bodoh.

"Oma hanya mengasihkan sebuah pantai pada ibuku, apa sulitnya mengelola itu?" tanya Dera.

"Hanya? kau menyepelekan pantai itu? pantai itu hampir terjual!..." suara Chiang meninggi.

Dera melihat ke ibunya bertanya lewa tatapan tapi ekspresi ibunya tampak datar seperti tidak ada masalah. Ibunya memang sangat bisa menyembunyikan masalah termasuk menyembunyikan identitas ayah kandungnya dari siapapun.

"Tidak ada yang perlu dicemaskan ibu, aku akan berusaha" balas Amapola meyakinkan ibunya.

"Hiroko bukanlah orang sembarangan" tubuh Chiang mengigil dan ia kembali merebahkan diri.

"Hiroko siapa? apakah Hiroko putra Pich keturunan Jepang dan Brazil" tanya Bushra pada ibunya.

"Tanya pada adikmu!!" suara Chiang. Bushra melihat ke Amapola minta jawaban.

Amapola mengangguk. Wajah Bushra berubah lalu berdesis "mampus,..lebih baik kita menyerah saja" desisnya.

"Benar kakak, Hiroko adalah yakuza, bulan lalu ia memb*nuh Clister dari Amerika dengan mudah, dibanding Clister kita hanyalah sebesar debu" Canaka mengasih tau semuanya tentang Hiroko.

"Jangan cemas, adik kita Amapola pasti bisa mengatasinya" sela Irata dengan senyuman mengejek "kalau Amapola tidak bisa mempertahankan resort itu berarti dia dan anaknya akan jadi gembel, betulkan ibu?"

"Ini bukan perkara mereka saja, almarhum ayah punya masalah dengan Pich, bisa jadi ini adalah dendam mereka" jelas Bushra. Ia paling tau dengan sejarah keluarga mereka.

Melihat kondisi omanya, Dera berpikir kalau masalah mereka dengan orang yang bernama Hiroko itu tidaklah mudaj bisa jadi omanya sakit karena memikirkan itu.

Yang pasti, pertemua keluarga itu tidak menemukan titik terang. Keluarga besar Amapola tidak ada yang berniat membantunya untuk menyelesaikan masalah itu.

Dera kasihan pada ibunya. Langkahnya maju mundur. Disatu sisi ia tidak ingin mengelola harta keluarga besarnya karena perlakuan mereka pada ibunya.

Lalu ia ingat dengan kejadian di pantai itu. Apakah anaknya juga akan seperti dia dan ibunya?

Tiba- tiba ia gelisah.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!