teman sejati

Kavi dan ibunya lega ketika Amirago pergi membawa anak buahnya. Setelah semuanya pergi barulah Kavi membuka pintu.

Tetangga Inka yang bernama Mete dan istrinya Sicca mengira kalau Kavi beneran tidak dirumah. Ketika kepala Kavi menjulur, Sicca mencibir dan berbisik pada suaminya. Mereka menilai Kavi dan ibunya tidaklah sopan pada orang seperti Amirago. Amirago orang baik dimata mereka karena mau meminjamkan banyak uang untuk memperbaiki sampannya yang bocor tempo hari.

Kavi tadi mendengar suara Tomi, kepalanya menjulur untuk mencari anak itu. Yang ada diteras hanyalah orang tua Tomi sedang duduk minum teh mengobrol dengan tetangga kiri kanan.

"Mana Tomi mama?" tanya Kavi pada ibu Tomi dari teras ke teras. Ibu Tomi yang biasa mereka panggil mama oleh semua penduduk situ.

"Dia tadi....." mama Tomi melihat sekitar "tadi dia bersama Feya, tapi sekarang entah kemana, mama tidak melihatnya"

"ooh" syukurlah kalau Tomi dengan Feya iti berarti Tomi aman dari Amirago. Kavi kembali kedalam menemui ibunya. Sang ibu melihat ke Kavi.

"Bagaimana kalau kamu menikah saja Kav? terserah mau menikah dengan siapa asalkan dengan pria pilihan kamu"

"Aku belum mau menikah ibu" tegas Kavi.

"Kamu harus menikah kalau tidak Amirago tidak akan terbendung"

"Kita tidak ada urusan dengannya ibu, biarkan saja nanti dia lelah sendiri"

"Obsessi Amirago begitu besar terhdap kamu, ibu cemas"

"Itu karena ibu memikirkan yang tidak-tidak, selagi kita tidak ada urusan dengannya kita tidak akan apa-apa ibu"

"Ibu tau, tapi dia punya kuasa takutnya dia menggunakan kuasanya Kavi"

"Ibu tau orang kaya menginginkan sesuatu untuk koleksi bukan untuk dipakai dengan layak" balas Kavi dengan yakin. Amirago itu suka mengoleksi wanita.

Untuk sekarang Kavi tidak takut dengan apapun termasuk dengan Amirago. Yang ia takutkan sekarang adalah tentang dirinya yang akan membuat suaminya kelak kecewa. Inilah yang akan membuatnya takut untuk menikah. Meskipun ada pria yang dicintanya kelak tapi dia tidak akan berani. Dirinya telah rusak. Tidak ada lagi kebanggan yang ia agungkan.

"Setidaknya kamu sudah mulai memikirkan pernikahan" ujar Safa pada putrinya "Menikah saja dengan Rajes atau Tomi atau dengan siapa...."

"Aku belum mau membahas pernikahan ibu"

"Tomi, sepertinya dia mau sama kamu"

"Aku dan Tomi itu teman ibu,..jangan pikirkan yang tidak-tidak" balas Kavi agak kesal. Agar tidak menjadi perdebatan panjang, Kavi permisi dan beralasan ada perlu dengan Feya.

Safa tidak bisa memaksa Kavi. Ia tau anaknya lari dari permasalahan yang akan ia hadapi. Pikiran Safa melayang, siapa yang mau jadi suami Kavi? Jika ia melamarkan seorang pemuda untuk suami Kavi maka itu akan jadi aib karena tradisi mereka laki-lakilah yang melamar duluan. Perempuan melamar akan menjatuhkan harkat martabat seorang gadis.

Pikiran Safa berputar-putar tidak berujung.

***

"Kak Kavi!!!!"

Byur!!

Anak-anak menceburkan diri kelaut mengikuti Kavi berenang bersama dengan ombak.

Feya dan Tomi duduk diatas batu karang dimandikan cahaya sinar matahari sore berwarna jingga. Kaki mereka basah oleh jilatan ombak yang datang menggulung. Bibir Tomi tidak pernah berhenti tertawa melihat aksi Kavi yang mirip bocah. Sementara disebelahnya Feya duduk diam menikmati kebersamaan itu.

"Ayo mandi Tom! Fey!" ajak Kavi.

"Tidak Kavi! kami sudah kebanyakan garam bergelut air laut dari kecil , harusnya kami mencari asam biar komplit" balas Feya. Ia malas beranjak dari dekat Tomi. Lebih baik ia menikmati sore bareng pria yang disukainya dari pada mandi bareng bocah.

"Pergi saja kebukit, ajak Tomi setelah itu terjun bareng"

"Kamu menyuruh kami berakhir didunia ini?" tanya Feya. Bukit yang dimaksud Kavi adalah bukit dibelakang mereka yang berbatasan dengan laut. Tebingnya terjal dan curam. Ombak disana juga sangat tinggi. Biasanya mereka kesana hanya pada malam tertentu untuk bersuka ria semalaman dengan api unggun.

"Kak Kavi, sini!"

Seorang anak kecil laki-laki mengasihkan ban karet ke Kavi untuk berenang. kavi dengan senang hati menerimanya lalu berenang bersama anak-anak menggunakan ban itu. Ketika gulungan ombak datang ia ketengah bersama ombak itu lalu kemudian kembali terhempas ketepi.

Tiba-tiba perut Kavi terasa mual dan kepalanya tiba-tiba pusing. Mungkin karena terlalu lama dalam air dan berenang.

Ia tidak tahan dengan mual dan akhirnya ia muntah-muntah.

"Kenapa Kavi?"

Tomi terjun dari tempat duduknya menyusul Kavi dengan cepat.

"Gak tau Tom, mungkin masuk angin" Kavi mengurut lehernya agar muntahnya tidak naik kepermukaan. Ban karetnya dibawa ombaj ketengah. Anak- anak berebut menyelamatkan ban tersebut.

"Makanya Kav, jangan kayak anak kecil" ledek Feya tertawa. Ia ikut turun kebawah menyusul Kavi dan Tomi.

Tomi memeriksa dahi Kavi, terasa panas dan bibirnya kelihatan pucat. Ia membuka kemejanya dan membalutkan ke tubuh Kavi. Untung kemejanya masih kering sedangkan celananya sudah basah karena ikut mencebur ke air.

Feya berdecak, demi Kavi Tomi rela pakai singlet doang. Kavi memang paling bisa membuat Tomi menderita.

Tomi merangkul Kavi untuk menuju sebuah warung sederhana tidak jauh dari sana. Feya mengikuti dari belakang. Ia sudah lama mencium bau ini, bau-baunya Tomi suka pada Kavi tapi dirinya tetap memaksakan kehendak sampai menyerah. Untuk marah dan cemburupun pada Kavi secara terang-terangan ia tidak berani. kavi adalah temannya dan lagi pula ia tidak salah. Feya mencoba berpikir dewasa meskipun rasa sakitnya luar biasa.

"Minta air teh panas Rere" seru Tomi pada pemilik warung tersebut.

"Berapa gelas Tomi?"

"Kamu mau Fey?" tnya Tomi pad Feya. Feya menggeleng.

"Satu saja dulu Re, cepetan!" teriak Tomi pada pemilik warung tersebut

Pemilik warung setengah baya tersebut melaksanakan permintaan Tomi dengan cepat. Setelah selesai ia meletakkan dimeja. Tomi membantu Kavi untuk minum.

"Kavi kenapa?" tanya Rere. Kelihatannya Tomi cemas sekali terhadap Kavi.

"Masuk angin rere " balasTomi . Ia meletakkan gelas dimeja.

"Bawa ke puskesmas Tom " saran feya.

"Gak deh Fey, aku mau pulang saja " tolak Kavi "nanti dibuatkan obat oleh ibu juga bakal sembuh"

"Baiklah, aku antar pulang" Tomi jongkok didepan Kavi. tanpa pikir panjang Kavi naik kepunggung Tomi. Pemuda itu menggendong Kavi pulang kekampung nelayan yang jaraknya tidak jauh dari sana.

Feya mengikuti dari belakang dengan langkah tertatih. Ia mencoba membuang pikiran buruknya. Dari dulu Tomi juga begini, ia memproritaskan kavi dari apapun. Feya berbelok ke dermaga dengan alasan ia menyongsong kedatangan adik dan ayahnya.

"Turun disini Tom" pinta Kavi diujung jalan

"kenapa turun disini? nanggung"

"Nanti dilihat orang"

"Memangnya kenapa kalu dilihat orang? mereka punya mata"

"Turun Tom" ujar Kavi setengah memaksa. Tomi tidak bisa membantah apapun kata Kavi. ia menurunkan Kavi.

"Kamu masih lemah Kav, tidak ada apa-apa kalau mereka tau kamu sakit"

"Jalan saja Tom"

Kavi memaksakan untuk melangkah. Bumi yang dipijaknya seperti berguncang. Panas demamnya meninggi. Tomi menemani disampingnya merangkul menuju rumah.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!