ketika orang tau

Bushra kesal pada ponakannya yang selalu membangkang apa yang ia suruh. Seperti hari ini ia meminta Dera untuk pergi kekantornya membicarakan tentang Hiroko. Tapi anak itu tidak muncul. Ia bertanya pada Amapola kemana anak itu dan Amapola juga tidak tau.

Sementara itu Irata sang istrinya tidak hentinya merepet seperti ayam habis bertelur. Istrinya itu suka ikut campur apapun jenis pekerjaan yang sedang ia lakukan. Tapi ia tidak berdaya untuk melawannya.

"Anak itu liar seperti ayahnya yang mungkin saja gembel jalanan" ujar Irata merendahkan Dera. Kata itu sering terucap olehnya.

Pikiran waras Bushra tau kalau Dera tidak salah. Mana ada seseorang lahir sesuai dengan permintaan. Tapi karena yang bicara itu adalah Irata maka dia bungkam.

"Lebih baik kamu datangi Hiroko untuk bekerja sama, kalau pantai itu dapat kita juga akan dapat bagian" saran Irata.

"Kau sadar dengan apa yang kamu ucapkan? kalau ibu tau habislah kita"

"Tidak akan,..coba kamu pikirkan" Irata memperbaiki duduknya dan menghadap ke Bushra "kita tidak mungkin bisa menang melawan Hiroko apalagi Amapola, pantai itu akan terlepas dari keluarga kita"

Ucapan Irata ada benarnya juga. Amapola tidak akan bisa melawan kekuatan Hiroko.

"Kalau kita punya uang, kita bisa membangun perusahaan baru dan membuka cabang di Asia" Irata mengasih Bushra bayangan hebat masa depan. Mimpi dan angan mereka akan kesampaian.

Bushra tidak menampik dan akhirnya atas desakan Irata juga ia meminta Mireya untuk mengambil data resort secara diam-diam.

Irata puas dengan kinerja Bushra. Ia menghadiahkan sesuatu yang terbaik untuk suaminya hari itu.

Sementara itu disebuah apartement. Seseorang tersenyum. Bushra dan Mireya telah masuk kedalam perangkapnya.

***

Kavi duduk melamun di atas bukit estrella dibawah hujan. Dipinggir jurang curam dengan pikiran buntu. Mulutnya perih tidak terhingga. Makan nenas bukannya membuat ia menstruasi melainkan ia muntah-muntah nyaris keracunan. Anak ini tidak bisa ia enyahkan. Pikirannya mulai singkat. Dalam otaknya hanya satu yaitu, mati.

Ia ingin terjun kebawah sana agar semua malunya hilang tanpa sisa. Agar tidak ada seorangpun yang tau kalau dirinya membawa aib.

Tapi bagaimana dengan ibunya. Ibunya akan sedih karena tinggal sendirian didunia ini. Ibunya adalah yang terbaik. Ingatan masa kecilnya dengan ibunya berputar disertai dengan air mata berderai.

Kasih sayang ibunya tidak ternilai dengan apapaun. Lalu bagaimana dengan dirinya? ia juga bakal menjadi seorang ibu. Tapi dia tidak mau,..anak ini.

Kavi mengusap perutnya. Janin ini tidak berdosa. Pasti dia juga tidak ingin terlahir tanpa seorang ayah.

Tapi ibunya membesarkannya juga tanpa ayah, ibunya kuat dan hebat. Ibunya selalu jadi tameng ketika ia berada dalam masalah. Lalu bagaimana dengan dirinya? ternyata ia tidak sekuat ibunya.

Perlahan, kabut dalam pikiran Kavi mulai musnah meskipun dibawah guyuran hujan, angin dan tubuh mengngil tapi hati serta pikirannya agak mendingan.

Ombak didepannya mulai bergulung menggila. Angin bertambah kencang juga hampir menjatuhkannya dari sisi tebing . Kavi berpegangan erat pada bebatuan cadas merangkak menyingkir dari sana.

"Badai" desis Kavi ketakutan. Ia teringat dengan almarhum ayahnya yang meninggal karena terkena badai dilautan.

Ia berpegang erat pada salah satu pohon yang nyaris tumbang dan melihat keluatan. Kapal nelayan tidak ada satupun yang terlihat karena angin dan hujan.

Kavi menjadi sangat cemas. Bagaimana dengan para nelayan, Tomi dan juga perumahan mereka? ada banyak orang-orang disana.

Kavi berlari pulang melewati jalan pintas. Ia melihat penduduk sudah mulai panik melihat keluatan menunggu kapal para nelayan menepi. Kavi tidak melihat ibunya. Semoga saja ibunya cepat berlindung ketempat yang aman.

Tiba-tiba Kavi merasakan perutnya sakit tidak tertahankan. Matanya dan bekunang lalu ambruk.

***

Kavi tidak tau berapa lama ia pingsan. Ketika ia siuman hidungnya langsung diterjang oleh bau obat-obatan yang membuat ia mual.

"Anda sudah sadar nona?" seorang perempuan cantik memakai baju biru tersenyum padanya.

"Saya ada dimana?"

"Puskesmas, kemaren anda pingsan ditengah hujan"

"Apa badainya sudah reda suster?"

"Sudah, diluar sudah cerah" suster itu menyibakkan kain gorden. Sinar matahari langsung menerpa wajah Kavi.

"Seharusnya nona tidak lari-larian dalam kondisi hamil, itu bisa membahayakan kandungan nona apalagi kandungan nona masih sangat muda"

"Apa ada orang lain yang tau suster?" tanya Kavi kemudian dengan penuh kecemasan.

"Ada, orang yang membawa nona kesini"

"Siapa?"

"Beberapa orang ibu-ibu"

Mampus!

Apa yang ditakutkan Kavi akan terjadi. Kampung nelayan pasti sudah heboh sekarang. Bagaimana dengan ibunya? ibunya tidak ada disana, mana dia?

Kavi bergegas bangun tidak menghiraukan panggilan suster yang memintanya untuk jalan pelan. Setiba diluar ia dihadang oleh beberapa orang pria dari kampung nelayan.

"Kau hendak kemana Kavi?"

"Mana ibuku paman?" tanya Kavi.

"Ibu mu....dia ada dirumah"

"Terima kasih paman, aku mau pulang dulu"

"Kamu tidak boleh kesana, Kaav!!"

Para pria itu melarang Kavi untuk pulang. Kavi tidak menghiraukan. Ia ingin bertemu dengan ibunya. Setiba dirumah ada segerombolan orang disana.

Kavi menyelinap masuk untuk melihat apa yang terjadi. Ternyata ibunya sedang menghadapi tetua kampung, Amirago dan beberapa orang pria. Ternyata warga sudah pada tau kalau Kavi hamil tanpa suami. Mereka mengatakan kalau bencana kemaren adalah karena Kavi yang hamil diluar nikah.

"Kavi tidak mungkin seperti yang kalian tuduhkan, anak aku anak baik-baik" sanggah Safa dengan suara lantang. Kavi terharu, tanpa bertanya dulu ibunya sudah membela dirinya. Bahkan ia belum sempat bicara pada ibunya.

"Kau masih mengelak Safa? kau tidak ingat kejadian tempo hari? kampung ini hampir habis diterjang badai, dewa marah dengan dosa anak kamu, tapi kamu masih membelanya"

"Dia anakku, ..anakku!" Safa menangis histeris didepan banyak orang. Amirago tersenyum sinis "untung saja aku tidak jadi menikah dengan anak kamu Safa ternyata anak kamu adalah wanita ******!"

"Kau jangan hina anakku Amirago!!" balas Safa marah. Amirago tertawa keras "bukan aku yang hina anak kau Safa tapi anak kau yang menghinakan diri, kau saja tidak tau siapa ayah bayi yang dikandung oleh anak kau,...sudah tetua usir saja mereka agar kampung ini aman"

"kalian mengusir kami kemana? ini rumah kami" teriak Kavi pada mereka keras-keras. Ia mendekap ibunya menghadapi orang-orang itu. Ibunya adalah kekuatannya. Tidak peduli seberapa besar yang ia hadapi.

"Terserah kalian mau kemana, demi keamanan kampung ini! kalau tidak kampung ini akan terus mengalami musibah" usir seorang pria langganan Safa di dermaga. Biasanya para pria ramah-ramah tapi sekarang mereka beringas seperti tidak kenal sebelumnya.

Hujan batu entah datang dari mana memandikan Safa dan Kavi. Orang-orang yang ada disana berlarian terasuk tetua kampung dan Amirago. Tinggallah Kavi dan Safa yang jadi bulan-bulanan. Dari ujung jalan segerombolan pemuda berlari kesana menuju tempat itu. Safa dibantu Rajes dan Poli untuk berlindung sedangkan Kavi dilindungi oleh Tomi yang menjadikan tubuhnya jadi tameng.

"Stop!!"

Tomi berteriak lantang pada mereka yang menghujani mereka dengan batu.

"Tomi!! mundur kau dari sana!!" teriak ibunya dari teras rumah mereka. Ibunya terlihat cemas melihat anaknya menerjunkan diri ketengah-tengah melindungi Kavi.

"Tidak ibu...aku harus melindungi Kavi,...dia hamil anak aku!"

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!