Dera kembali kepulau itu setelah beberapa bulan setelah kejadian . Ia datang untuk membantu mengembangkan resort itu untuk lebih baik lagi meskipun ibunya bilang percuma karena resort itu hampir bangkrut dan tidak tertolong.
Semula ia ingin membiarkan saja apa yang dimau keluarga besarnya yaitu melihat ia dan ibunya angkat kaki dari sana lalu jadi gembel . Tapi setelah melihat kegigihan ibunya untuk bertahan ia berbalik untuk mengukuhkan resort itu kembali dengan mengikuti alur keluarga besarnya.
Ia sibuk menyusun ulang dan menata tempat itu agar kelihatan indah dipandang dan di promosikan lewat media sosial. Ia menggunakan skill fotografernya untuk memotret para model di tempat itu. Hasilnya resort itu lumayan ada peningkatan tiga persen diminggu ini.
Sudah dua minggu ia berada disana kerja mononton. Di hari libur munggu ketiga ia rehat sejenak dan pergi keluar untuk menghirup udara yang berbeda sembari melihat apa saja list yang akan dimasukkan kedalam perencanaan berikutnya mulai dari mengubah resep restorant dan merenovasi beberapa bagian.
Dera mengabaikan godaan para model untuk bersantai ditepi pantai sambil menikmati sinar mentari. Sebenarnya itu adalah penolakan terbodoh yang pernah ia lakukan apalagi sejak putus dari Sania ia bagai hilang kendali, mengedepankan hasrat tanpa pakai hati.
Ia mengendarai mobil cruisenya melewati tempat lucnut beberapa bulan yang lalu tapi dia tidak begitu memikirkannya lagi apalagi dia sudah tidak aneh lagi. Mungkin saja wanita itu sudah melenyapkan kandungannya, baguslah!. Ia tidak perlu tersandung hukum dan merasa bersalah dengan keadaan. Ia juga sudah mulai melupakan itu semua. Ia menganggap hal itu wajar karena kecelakaan. Apalagi yang begituan juga udah biasa. Ia sudah tidak peka lagi dengan yang namanya hati.
Siang itu ia jalan-jalan dekat perkampungan yang menjorok kelautan atau yang dikenal dengan perkampungan nelayan. Perkampungan sederhana itu sangat lengang hanya beberapa orang ibu-ibu menggendong anak kecil.
"Hey bung! kau tidak sopan memasuki kampung orang!!" seorang pria tua meneriakinya dari jendela mobil karena Dera lewat dekat mobil si tua itu.
Dera menjulurkan kepalanya ingin membalas. Beberapa orang pria melihatnya seperti hendak menerkam. Sepertinya mereka baru terima gaji dan pria tua itu mungkin adalah seorang bos. Wajah mereka sangat sumringah apalagi pria berkulit agak gelap dekat dengan seorang wanita yang rambutnya agak gimbal.
"Kau yang harus membungkuk menyambut aku pak! aku kan tamu!" balas Dera dibarening klason panjang. Biar tau rasa situa itu bersama kesombongannya.
Gerombolan itu terlihat kesal. Dera malas meneruskan keributan.
Tidak jauh dari sana ia melihat ada sepasang manusia yang duduk melipatkan tangan didada menghadap keluatan seperti sedang ritual. Dera tertarik dengan hal itu karena baru kali ini melihat yang demikian.
Ia turun dari mobil dan bertanya. Menurut salah seorang nelayan hal itu jarang terjadi karena mereka menjaga kehormatan mereka sebelum menikah dan sesudah menikah. Pasangan yang sedang menjalani ritual itu adalah pemuda dan pemudi yang tidak menjaga diri.
Nelayan itu juga bercerita kalau di hari belakangan ada badai menerjang. Itu ulah pasangan itu yang berbuat dosa. Nelayan itu bercerita dengan detai tentang mitos- mitos apa saja yang berhubungan dengan dosa dam cara penebusannya.
Dera hanya mengangguk, tapi tidak bisa dipungkiri kalau ia selalu melihat perkiraan cuaca dari BMKG setempat untuk jaga-jaga. Kepercayaan dan logika adalah dua hal yang berbeda. Sebagian orang lebih mengedepankan sebab dan akibat dari pada logika yang menganggap itu adalah fenomena alam.
Ia undur diri dari nelayan tersebut dan melihat pasangan itu. Ternyata yang melanggar adalah wanita yang pernah membuatnya kesal beberapa bulan yang lalu. Dera tidak lupa dengan wajah itu. Gadis dekil banyak tingkah.
Tapi wanita itu boleh juga, *** before mariage.
Dan baru ia masuk mobil, beberapa orang panik menghampirinya dengan menggotong wanita tadi yang sudah pingsan.
Ia tidak berniat untuk menolong tapi karena wajah memelas dari perempuan yang mungkin saja ibunya perempuan yang bernama Kavi itu membuatnya terpaksa menolong untuk membawa ke puskesmas terdekat.
Dan lagi-lagi untuk kedua kalinya ia kerepotan yaitu menggotong perempuan itu untuk masuk kedalam puskesmas. Perempuan ini terbilang kurus tapi beratnya luar biasa. Mungkin karena tengah hamil.
"Dia harus meneruskan ritualnya, kalau tidak dewa laut akan marah"
Calon mertua Kavi mengomel panjang lebih mementingkan ritual dari pada kesehatan calon menantunya yang tengah mengandung.
"Sabar mama, Kavi butuh istirahat" bela ibu Kavi menenangkan calon besannya.
"Ini demi mereka juga agar mereka kembali bersih dan kita terhindar dari bencana"
"Yang benar saja ibu, anda juga perempuankan? anda juga pasti merasakan apa yang dirasakan oleh perempuan yang tengah hamil" sela Dera.
"Hey, kau tidak usah ikut campur! ini adalah persoalan keluarga kami"
"Tadi saja ibu minta bantuan pada aku tanpa ada ikatan keluarga"
kontan saja wajah perempuan nyinyir itu terdiam lalu pergi keluar dengan tersungut-sungut. Ibunya Kavi mengikuti dari belakang mungkin membujuk calon besannya itu.
Ketika hendak pergi juga dari situ, Dera melihat mata Kavi bergerak, perempuan itu telah sadar dari pingsannya. Setelah semuanya pergi keluar timbul niat Dera untuk mengerjainya.
"Bilang saja kamu pingsan boongan!"
Bola mata wanita itu langsung terbuka dengan lemah. Bibirnya memucat seketika seperti melihat setan. Seandainya dia bisa lari mungkin ia sudah lari.
"Kkkkau?" mata Kavi membola "mengapa..kau ada disini?..."
Pasti perempuan yang bernama Kavi ini ingat dengan hutangnya makanya dia ketakutan, pikir Dera.
"Iya, kenapa? kau melihat penampakan dewa?" balas Dera menahan tawa pasti kavi tida tau kalau ia yang menolongnya membawa kesini makanya kaget "aku masih baikkan? membantu kamu, gadis yang tidak tau diri"
"Dewa apa? dewa j*hanam?" sahut Kavi lemah tapi telak membuat Dera tersinggung berat.
"Benar-benar nih ya, udah ditolongin bukannya berterima kasih malah marah"
"Aku tidak pernah minta bantuan padamu, meskipun nyawaku diujung tanduk sekalipun!"
"Sombong! lain kali kalau kau kesulitan aku tidak akan menolong kamu!"
"Siapa yang minta tolong? pergi!!"
Diusir demikian dengan hati dongkol akhirnya Dera keluar bertepatan dengan itu suster juga sudah kembali dengan peralatan ditangannya. Dua orang wanita tadi dengan setia menunggu di kursi tunggu depan dengan raut wajah berbeda.
Calon mertua Kavi masih dongkol padanya. Wajahnya cemberut.
"Terima kasih nak sudah membantu membawa anak ibu kesini" ujar salah seorang wanita itu, ibunya Kavi.
"Iya ibu, sama-sama"
"Ini ada sedikit untuk beli minyak,..." ibu Kavi mengeluarkan uang dari sakunya. dengan cepat Dera menolak.
"Tidak usah bu"
"Tapi nak"
"Aku ikhlas membantu ibu"
"Sekali lagi terima kasih"
Wanita paruh baya itu sangat lembut berbeda dengan anaknya yang ceroboh dan bermulut pedas tidak tau terima kasih. Dan juga wanita disebelahnya yang hanya memikirkan tentang ritual tanpa kasihan pada kondisi seseorang
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 37 Episodes
Comments