Usai pergulatan hebat bersama Sara yang membuatnya benar-benar terselimuti kabut gelora. Pria itu lantas berlalu begitu saja menuju kamar mandi. Membiarkan dinginnya air shower mengguyur badannya malam itu. Pria itu hanya diam, dengan kedua tangan yang menyentuh dinding.
Sesekali memejamkan mata, sekalipun dia baru saja mencapai puncak asmara bersama Sara. Akan tetapi, menyisakan rasa bersalah di dalam dadanya.
"Aku benar-benar telah mengambil mahkotanya. Dia sungguh seorang perawan. Aku pikir waktu kali pertama aku menolongnya, dia hanya gadis yang bekerja di bar pada umumnya. Akan tetapi, semua salah. Sekalipun aku telah menikahinya, kenapa justru kini aku merasa bersalah. Harusnya aku bahagia bukan, karena dia pun juga adalah hakku. Selama dia menjadi istriku, bukankah aku berhak atas tubuhnya? Namun, apa arti rasa ini? Kenapa aku justru merasa bersalah." Belva bergumam.
Diselimuti rasa bersalah, akhirnya pria itu memukul dinding dengan tangannya hingga beberapa kali. Belva pun mulai berpikir bagaimana dia harus menghadapi Sara.
Sekilas bayangan mulai muncul di benaknya mulai dari rintihan gadis itu, hingga air mata yang menyelubunginya. Semua itu menimbulkan rasa bersalah di dalam hati seorang Belva Agastya.
Hampir setengah jam, Belva mengguyur badannya di bawah guyuran shower. Kemudian pria itu keluar dengan bathrobe yang membungkus tubuhnya.
Matanya mengedar dan hal pertama yang dia cari adalah Sara. Pria itu lantas menaiki ranjang itu, menyentuh bahu Sara.
"Kamu tidak mau bersih-bersih?" tanyanya dengan lirih. "Hei, Sara ... Kamu tidak ingin membersihkan dirimu terlebih dahulu?" dipanggilnya lagi nama gadis itu, tetapi tidak ada sahutan dari Sara.
Sekalipun dihinggapi rasa bersalah, rupanya Belva masih perhatian pada Sara. Terlihat dari bagaimana pria itu bertanya apakah Sara ingin membersihkan diri terlebih dahulu.
Pria itu merapikan juntai rambut Sara dan kemudian melihat gadis yang baru saja terenggut mahkotanya itu memejamkan matanya. Dengkuran halus menyertainya dengan air mata yang masih berlinangan begitu saja.
"Apa kamu sesakit itu? Maafkan aku, Sara. Aku hanya ingin mendapatkan darah daging yang terlahir dari rahimmu. Istirahatlah, Sara." Belva bertanya dengan lirih dan kemudian merapikan selimut yang menutupi tubuh polos Sara.
Setelahnya, dia mengganti pakaiannya dan berbaring di sisi Sara. Membiarkan malam ini berlalu dan memberikan waktu bagi Sara untuk menerima semuanya.
***
Saat pagi menjelang, Belva lebih dahulu bangun. Pria itu mencoba mendekati Sara yang masih memejamkan matanya. Sejenak Belva mengumpulkan semua kesadarannya, berupaya mengingat apakah semalam benar-benar menyakitkan hingga Sara terlihat hanya terus-menerus tidur. Bahkan menurutnya, dalam semalam tampak Sara yang tidak bergerak. Hanya dengkuran halus yang menyertainya.
Belva mendekat dan meletakkan tangannya di atas puncak kepala Sara, berusaha merasakan suhu tubuh Sara. Rupanya kening Sara terasa panas di telapak tangannya.
Layaknya seperti orang yang paranoid, Belva juga menyentuhkan tangannya di hidung Sara guna merasakan deru napas gadis itu, dan juga memegang pergelangan tangan Sara untuk mengecek denyut nadi. Akan tetapi, dalam benak Belva kenapa dia merasakan detak nadi Sara yang terasa begitu lemah.
Mengambil risiko, akhirnya Belva mengenakan pakaian kepada Sara. Kemudian Belva menelpon sekretarisnya Hendra untuk menjemputnya di sebuah hotel, karena dia perlu ke rumah sakit segera.
"Hen, tolong jemput saya ke Hotel dan antarkan saya segera ke Rumah Sakit." Belva berbicara melalui sambungan teleponnya.
Pria itu berjalan mondar-mandir sembari menunggu kedatangan Hendra. Begitu sebuah pesan dari Hendra sudah masuk, Belva segera mengangkat tubuh Sara yang terlibat begitu lemas dan kemudian menggunakan sebuah lift khusus yang terhubung ke parkiran basement.
"Antar saya ke Rumah Sakit terdekat," pinta Belva dengan panik. Dia memberi perintah kepada Hendra untuk bisa mengantarkannya segera menuju ke Rumah Sakit terdekat.
"Baik Pak, tetapi dia siapa?" tanya Hendra yang juga cukup penasaran dengan wanita yang sedari tadi matanya terpejam dan terlihat begitu kesakitan di dalam rangkulan atasannya itu. Jujur saja, banyak pertanyaan yang ingin Hendra tanyakan.
"Kamu tidak perlu tahu dia siapa, yang pasti dia adalah milikku." Belva menyahut dan menekankan bahwa Sara adalah miliknya.
Sehingga Hendra pun mengangguk, kendati demikian masih banyak pertanyaan yang berputar-putar dalam dirinya. Menurut sepengetahuannya, atasannya itu sudah beristri. Lalu, kenapa sekarang Belva mengatakan bahwa Sara adalah miliknya. Padahal juga menurutnya, Belva adalah sosok CEO yang tidak pernah terlibat skandal dengan wanita mana pun. Pria bersih yang hanya setia dengan istrinya. Akan tetapi, sekarang Belva justru mengatakan bahwa wanita yang terlihat begitu lemah dan tak berdaya itu adalah miliknya.
Di tengah-tengah upayanya memecah kemacetan Ibukota sembari menuju Rumah Sakit terdekat, Hendra hanya diam dan berharap bisa segera mencapai Rumah Sakit. Wanita yang tergolek lemas itu mungkin saja dalam kondisi yang kritis dan memerlukan pertolongan medis sesegera mungkin.
Sementara Belva beberapa kali memejamkan matanya, berharap Sara akan baik-baik saja. Dia tidak menyangka jika hanya satu kali melakukan hubungan suami istri, dan Sara berakhir seperti ini.
"Kumohon bersabarlah, Sara. Kita akan segera menuju Rumah Sakit. Bangunlah, kenapa sejak semalam kamu hanya memejamkan mata?" gumam Belva dalam hatinya.
Besar harapannya untuk bisa melihat Sara yang bangun dan membuka matanya. Kali ini, rasa bersalah itu kembali menyeruak melingkupi dadanya hingga rongga paru-parunya terasa kian sesak. Tidak mengira, bahwa Sara hingga tergolek lemas, seolah tanpa daya seperti ini.
"Maafkan aku, Sara. Jika, seperti ini, aku jadi merasa bersalah telah menyentuhmu dan menaburkan benih di dalam rahimmu. Aku hanya takut waktu kita semakin habis. Jika harus menunggu kamu sampai siap, itu artinya semakin banyak waktu yang terbuang dan aku pun tidak akan bisa menimang buah hati. Cukup berikan aku buah hati, dan usai ini aku akan melepaskanmu, Sara."
Setelah berputar-putar dengan pikirannya sendiri, Belva kemudian kembali memanggil Hendra.
"Ayo cepat sedikit, Hen ... Rasanya denyut nadinya kian melemah." Belva berbicara dengan terlihat begitu panik.
"Baik, Pak ... saya akan mencoba mencari jalan yang lain untuk mendapatkan Rumah Sakit," sahut Hendra.
"Jangan sampai terlambat, Hen. Keselamatannya jauh lebih penting, tambah kecepatannya supaya kita bisa segera tiba di Rumah Sakit." Belva memberikan instruksi dan meminta Hendra untuk menambah kecepatan berkendaranya.
Di dalam hatinya, Belva merutuki peristiwa semalam hingga membuat Sara seperti ini. Sekaligus pria itu menyebut Tuhan dalam hatinya, berharap Sara bisa selamat dan bisa mendapatkan pertolongan secepatnya. Jika terjadi apa-apa dengan Sara, maka dia tidak akan bisa memaafkan dirinya sendiri.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 320 Episodes
Comments
Decey Aja
tegangannya terlalu tinggi buat sara... 🤔
2023-04-26
0
Bzaa
sara tegang bener kyknya jdinya langsung tekparrrr 😉☺😊
2022-10-19
0
Sri Wahyuni
trllu lbay s sara dia kan bkn umur 17 taun udah 24 dah dewasa dah ckup punya suami
2022-08-29
2