Rasa manis berpadu hangat, seolah menjadi kombinasi sempurna yang Belva cecap sekarang ini. Sekali pun, dia adalah pria yang pernah mencicipi semua rasa itu bersama Anin. Akan tetapi, kali ini rasanya berciuman dengan gadis yang amatir justru membuat hatinya berdesir hebat.
Di dalam setiap pergerakan bibirnya, dalam setiap napas yang dia ambil guna mengalirkan oksigen di dalam tubuhnya, Belva seolah ingin melupakan Anin sejenak, dan fokus dengan Sara yang juga adalah istrinya. Dia berhak atas Sara, karena dia adalah seorang suami. Istri adalah hak bagi suaminya, maka Belva pun berusaha memusatkan pikirannya untuk menikmati Sara malam ini.
Pria itu kemudian bergerak tanpa melepas bibirnya, sedikit menunduk kemudian mengangkat pinggang Sara. Menggendongnya dan kemudian menidurkannya di tempat tidur berukuran King Size itu.
Belva mengungkung gadis itu dengan bersandar pada kedua sikunya, kali ini tangan pria itu bergerak menyisir setiap kancing piyama yang digunakan Sara. Jari jemarinya seolah bergerak lincah untuk meloloskan setiap kancing dari sarangnya.
Sementara Sara hanya bisa memejamkan matanya, tak kuasa melihat dengan pelupuk matanya setiap apa yang dilakukan Belva atasnya. Namun, saat Belva hendak membuka kancing yang ketiga yang berada tepat puncak dadanya, mata Sara membelalak dan tangannya bergerak guna menghalau tangan Belva.
"Jangan, Pak." Sara bersuara dengan lirih. Gadis itu benar-benar berharap, bahwa Belva tidak akan melucuti pakaian yang dia kenakan.
Belva mengernyitkan, "Jangan panggil aku, Pak," pintanya kali ini kepada Sara. "Panggil aku, Belva atau Mas kalau kamu mau. Aku bukan Bapakmu." Lagi pria itu berbicara sembari tangannya menghalau tangan Sara untuk tidak mengganggu kegiatannya.
"Aku malu," ucap Sara yang benar-benar mengakui dirinya malu.
Akan tetapi, agaknya kedua mata Belva telah terselimut kabut. Tangannya bergerak lincah untuk meloloskan setiap kancing piyama itu dari tempatnya. Hingga terlihat bra berwarna hitam yang sangat kontras dengan warna kulit Sara yang putih.
Walaupun ini bukan kali pertama bagi Belva, tetapi hanya sekadar melihat area atas Sara sudah membuatnya turn on. Astaga, rasanya kabut putih kian menutup matanya. Hingga Belva pun segera melepas kaos yang dia kenakan. Melucuti celana juga yang dia pakai, hingga tersisa celana brief yang mencetak sempurna miliknya.
Pria itu sembari menindih Sara. Memberikan kecupan-kecupan dengan bibirnya di sepanjang kulit epidermis Sara, dengan tangannya yang bergerak untuk melepaskan pengait yang ada di punggung Sara. Mudah untuk melepaskan pengait itu, hingga terpampang dengan jelas buah persik berukuran serupa dengan puncaknya terlihat begitu menggoda.
"Sial," pria itu mengumpat dengan rahangnya yang kian mengeras.
Tanpa mengulur waktu, dia menyingkirkan tangan Sara yang berusaha menutupi area atasnya. Kemudian meremas pelan gundukan buah persik yang masih terlihat kecil di tangannya. Ibu jari dan jari tangannya bergerak untuk memutar bahkan memilin puncak buah persik itu.
Sementara di atas sana Sara memejamkan matanya kian rapat, dengan kakinya yang bergerak gelisah dan juga dia menelengkungkan sepuluh jari kakinya. Tak kuasa menahan rasa asing yang menjalari seluruh tubuhnya.
Penyusuran Belva kian turun dan melepaskan pakaian Sara yang lainnya. Membiarkan kepolosan mutlak yang menjadi panorama terindah yang dia nikmati untuk beberapa saat ke depan. Kemudian Belva pun, mengambil posisi di antara kedua Sara. Pria itu menunduk dan kemudian menyapukan ujung lidahnya guna menyusuri lembah yang berada di bawah sana.
Setidaknya Belva tau, mungkin ini kali yang pertama bagi Sara. Oleh karena itu, dia akan memberikan pelayanan terbaiknya bagi Sara. Membiarkan hasrat dan gairahnya yang membawa keduanya untuk menikmati permainan panas guna mendapatkan buah hati seperti yang diinginkan Belva.
Lidah itu menusuk masuk, mengusapnya atas dan bawah, layaknya badai yang menerpa dan memporak-porandakan Sara.
"Akh, Pak..." teriak Sara dengan rasa asing yang membuatnya terengah-engah. Seolah nyawanya tercabut begitu saja. Meninggalkan kelimbungan yang membuatnya berusaha menahan suara-suara yang seolah-olah mencekat tenggorokannya.
"Jangan panggil aku, Pak." Belva masih menyahut. Akan tetapi, penjelajahan pria itu di bawah sana kian brutal, hingga membuat tubuh Sara bergetir hebat. Menggelinjang dengan berusaha menyingkirkan kepala Belva dari bawah sana.
Itulah pelepasan Sara yang pertama. Seumur hidup, baru kali ini dia merasakan semua rasa itu. Rasa geli berbalut panas yang menjalar ke seluruh tubuhnya.
Merasa bahwa Sara sudah siap, Belva lantas melepaskan kain yang tersisa di badannya. Kemudian dia memegangi pinggang Sara. Menghentak hingga membuat tubuh Sara bergetar. Berusaha melakukan invansi terbesar yang dia lakukan bersama Sara.
Melihat Sara yang merintih kesakitan hingga terisak, Belva menahan sejenak hentakannya, pria itu sedikit menunduk guna menyeka air mata Sara.
"Tunggu sebentar, hanya kali ini saja sakitnya." Pria itu kembali berbicara, kali ini suaranya lebih lembut.
Belva membiarkan Sara untuk lebih tenang, dan kemudian dia bergerak perlahan. Membawa pusakanya untuk bergerak masuk dan keluar perlahan. Tangannya sekarang bukan hanya sekadar memegangi pinggang Sara, tetapi juga tangannya meraba dan meremas buah persik milik Sara.
Pria itu kian menunduk dan membawa satu kaki Sara untuk melingkari pinggangnya supaya dia bisa menghujam kian sempurna. Mendesakkan masuk hingga terasa begitu penuh bagi Sara.
Hingga akhirnya Belva menggeram, dia kian terlecut untuk bergerak di bawah sana. Hingga peluhnya seolah membasahi seluruh tubuhnya. Pria itu beberapa kali mendongakkan kepalanya ke atas, tak kuasa dengan cengkeraman yang dia rasakan di bawah sana.
"Ah, astaga." Pria itu masih menggeram, hingga merasa dirinya tak mampu lagi bertahan.
Hingga miliknya di bawah sana berkedut, dan membuat pria itu rubuh seketika. Dia jatuh di atas tubuh Sara yang seolah begitu lemah dan tidak bertega.
Membiarkan deru napasnya stabil, dan kemudian dia melepaskan pusakanya dari bawah sana. Kemudian dia masih menahan badannya di atas Sara dengan kedua sikunya. Pria itu menelisipkan untaian rambut Sara yang menutupi keningnya dan mengecup kening Sara.
"Terima kasih."
Jika mereka yang usai memadu kasih atas dasar cinta akan menyelesaikan pergulatan panas di atas ranjang dengan mengatakan ucapan cinta. Akan tetapi, tidak bagi Sara dan Belva.
Setidaknya, ucapan Terima kasih sudah cukup untuk Belva ucapkan usai mengambil mahkota Sara dan segera membuat gadis itu hamil.
Belva menarik selimut putih yang telah terkoyak dan menyelimuti tubuh polos keduanya. Dia menghela napas dan kemudian kembali menatap Sara.
Sebenarnya Belva tidak berniat mengambil mahkota Sara, tetapi dia sudah terlanjur ingin memiliki seorang anak. Ada rasa bersalah yang membuat pria itu kemudian berdiri begitu saja dan masuk ke dalam mandi.
Sementara Sara memiringkan tubuhnya, mengeratkan cengkeramannya di selimut putih yang membungkus dadanya. Gadis yang baru saja terkoyak mahkotanya itu menangis, semua rasa yang dia lalui malam ini sekalipun membakar dirinya dengan gairah yang baru kali pertama dia rasakan, tetapi ada hal lain yang membakar dirinya yaitu saat melakukan aksi panas yang tidak berlandaskan pada cinta.
Sesaat tadi dirinya terbakar dengan buaian Belva, dan kali ini dirinya pun terbakar dengan rasa sakit dan perih yang menjalari hatinya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 320 Episodes
Comments
Masiah Cia
Belva baik koq....dia tetap berterima kasih
2023-09-07
0
Bzaa
aihhh sembari sarapan aku baca ini thor...
pagi2 jdi hareudang😄🤣...
2022-10-19
0
Isti Qomah
cepat jd y matax baby
2022-08-31
1