Keesokan harinya, Sara bangun lebih pagi. Saat Surya belum menampaknya wajahnya, Sara terlebih dahulu bangun. Kemudian dia turun ke bawah, berniat membantu ART yang ada di rumah itu untuk menyiapkan sarapan.
“Pagi Nona Sara, apa yang Anda butuhkan?” tanya seorang ART yang saat itu tengah menyeduh kopi di dapur. ART yang dikenal dengan nama Bibi Wati itu.
Sara nampak tersenyum dan menganggukkan kepalanya. “Pagi Bibi … apa ada yang bisa saya bantu?” tanya Sara dengan ramah.
“Nona Sara tunggu saja di kamar, jika sarapan sudah siap nanti saya akan memanggil Nona.” ucap Bibi Wati yang seolah tidak mengizinkan Sara untuk turun ke dapur.
“Panggil aku Sara saja, Bi … aku justru tidak enak dengan Bibi. Jadi, apa yang bisa kubantu Bi?” lagi Sara memaksa untuk bisa terus berada di dapur dan membantu Bibi Wati.
Sementara Bibi Wati masih terlihat tidak rela apabila Sara menemaninya di dapur. Selama ini sang Nyonya Rumah yaitu Anin tidak pernah menginjakkan kakinya ke dapur. Dia turun ke dapur hanya untuk sekadar sarapan dan makan saja jika dia berada di rumah. Selebihnya jika ada jadwal pemotretan, Anin akan makan di lokasi pemotretannya. Sebagai seorang model, jumlah kalori yang dikonsumsi pun harus ditimbang, sehingga apa yang dia makan tidak menjadi lemak. Oleh karena itu, sayuran segar dan buah selalu tersedia di kediaman Belva.
“Oh, iya Bi … saat Sarapan biasanya apa yang akan disiapkan untuk Pak Belva?” tanya Sara dengan ragu-ragu.
Namun entah mengapa Bibi Wati justru tersenyum saat Sara menanyakan menu sarapan Belva. Sebab, selama bekerja untuk Belva, Bibi Wati lah yang menyiapkan sarapan dan makan malamnya. Sementara istrinya yang memiliki jam kerja sebagai seorang model memang jarang berada di rumah.
“Tuan Belva terbiasa hanya meminum kopi saat pagi, roti bakar, dan telor rebus saja, Non. Hanya itu saja untuk setiap pagi.” jawab Bibi Wati.
Sara nampak menganggukkan kepalanya dan mengingat-ingat menu sarapan harian seorang Belva Agastya.
“Sekarang bisa aku rebuskan telornya, Bi. Aku terbiasa hidup sendiri dan tidak ada yang melayani. Badanku justru sakit semua jika hanya untuk tiduran saja. Terlalu banyak tidur dan rebahan justru membuat tulangku sakit semua.” keluh Sara kepada Bibi Wati itu.
Mendengar ucapan Sara, Bibi Wati justru tertawa. Dengan sigap, Sara mengambil dua butir telor dari lemari es lalu merebusnya. Gadis itu bahkan menunggu di depan kompor untuk memastikan tingkat kematangan telor yang sedang dia rebus.
Sembari menunggu, Bibi Wati pun bertanya kepada Sara tentang sarapan yang ingin dia makan.
“Non Sara mau sarapan apa? Biar Bibi siapkan.”
Dengan segera Sara menggelengkan kepalanya. “Aku bikin sendiri saja sarapanku, Bi. Sesungguhnya aku tidak terbiasa sarapan dulu. Sekarang biar ku siapkan sarapan untuk diriku sendiri.”
Bibi Wati ingin mencegah, tetapi Sara tetap saja bersikeras tidak ingin dilayani.
“Bi, apakah ada susu di lemari es? Bolehkah aku minta?” tanya Sara yang nampak sedang berpikir ingin membuat sarapannya sendiri.
“Boleh Non, biar Bibi ambilkan. Akan tetapi, di sini hanya ada susu rendah lemak, jika susu full cream tidak ada. Nyonya Anin hanya meminum susu rendah lemak.” penjelasan Bibi Wati kepada Sara.
Dengan segera Sara menerima susu rendah lemak itu. Kemudian, Sara nampak membuat takaran untuk minuman yang ingin dia nikmati. 4 sendok makan sirup cokelat, 4 sendok makan choco cips, dan 4 sloki (gelas kecil tawarkan kopi - biasa disebut shoot) kopi seduh. Kemudian Sara memblender semuanya itu, hingga menghasilkan Frappuccino. Tidak lupa, Sara membuat krim kocok yang akan melengkapi Frappuccino buatannya.
“Minuman apa itu Nona?” tanya Bibi Wati yang nampak mengamati pada satu gelas berisi Frappucino yang menghasilkan aroma harum dan nampak sangat menarik itu.
“Ah, ini Frappuccino, Bi. Dulu waktu kecil Ibuku sering membuatkan Frappuccino untukku karena membeli kopi seperti ini sangat mahal, jadi Ibu yang sering membuatkanku di rumah.” Sara mengena pada memorinya saat kecil dulu, hidup di bawah garis kemiskinan hanya sekadar membeli minuman seperti itu sangat mahal, sehingga Ibunyalah yang membuatkan sendiri Frappuccino untuk Sara dan Ayahnya di rumah.
Cerita Sara itu nampaknya terdengar oleh Belva yang baru saja turun dan sedang menuju ke meja makan yang berada tidak jauh dari dapur.
“Pagi Bi ….” sapa Belva begitu sudah mendudukkan dirinya di kursi.
“Pagi Tuan Belva. Sebentar saya akan siapkan sarapan untuk Tuan.” jawab Bi Wati dengan gugup.
Sementara Sara yang masih berdiri di dapur seolah melihat kode dari mata Bi Wati yang memintanya untuk segera duduk bersama Belva.
Tidak mengindahkan, Sara justru berbisik kepada Bi Wati. “Biar aku saja yang bawakan sarapannya Pak Belva, Bi.” ucap Sara yang segera mengambil nampan dan menaruh kopi hitam dengan 3 sendok teh gula, 2 buah telur rebus, dan 2 sisir roti bakar.
Dengan hati-hati, Sara menyajikan sarapan itu ke hadapan Belva.
“Silakan Pak, sarapannya….” ucap Sara sembari menaruh satu per satu menu sarapan wajib seorang Belva Agastya.
Perilaku Sara hanya diamati oleh Belva, biasanya Bibi Wati lah yang akan melayaninya dan menyiapkan sarapan untuknya, tetapi kali ini justru Sara yang menyiapkan sarapannya.
Setelahnya, Sara kembali ke dapur dan mengambil secangkir Frappuccino miliknya, lalu dia pun duduk di sisi Belva.
“Terima kasih, tetapi kenapa kau repot-repot untuk turun ke dapur? Bukankah sudah ada Bibi Wati di sana?” tanya Belva dengan wajah datarnya.
Sara yang ingin meminum Frappuccino pun mengurungkan niatnya, dia kembali menaruh cangkir Frappuccino panas itu di atas meja. “Jika tidak melakukan apa pun, badan saya akan sakit, Pak. Saya terbiasa bekerja setiap hari, sejak kemarin justru saya tidak melakukan apa-apa.” jawab Sara yang masih menundukkan kepalanya, dia enggan untuk menatap Belva.
Belva nampak mendengarkan jawaban dari Sara itu, tetapi pria itu tetap saja berwajah datar dan seolah mengeluarkan aura dingin dari sorot matanya. “Baiklah, kamu bisa melakukan apapun di rumah ini. Namun ingat, saat kamu sudah mengandung anakku nanti jangan terlalu menyibukkan dirimu. Fokus saja ke janin yang kamu kandung.” ucap Belva.
Sara pun hanya menganggukkan kepalanya dan gadis itu melanjutkan untuk menikmati Frappuccino buatannya.
Keduanya menikmati sarapan dalam diam, hingga akhirnya Belva berdiri dan dia segera menuju ke kantornya. Sementara Sara hanya duduk di kursi nya. Sesungguhnya Sara ingin mengantarkan Belva hingga ke depan pintu, tetapi dia mengurungkan niatnya karena dia tahu bahwa dia berada di dalam rumah ini hanya untuk mengandung benih dari Belva.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 320 Episodes
Comments
Silva
bnyk bngt gulanya Belva...kan uda yg manis2
2022-11-14
2
Bzaa
ntar lm2 belva lebih condong ke sara, udah sholehah normal pula
2022-10-19
0
Riami
kasihan lihat sarah yg sabar sarah
2022-10-07
0