Ānaru dan Airyung kembali ke desa utama hari itu juga. Berbeda dengan sebelumnya, perjalanan pulang mereka tidak terlalu tergesa-gesa. Airyung banyak menyempatkan waktunya untuk melatih Ānaru setiap pagi dan malam. Mereka hanya bergerak setelah makan siang hingga senja datang. Lima hari akhirnya berlalu hingga keduanya berhasil sampai di desa tempat tinggal Ānaru.
Ngaio menyambut kedatangan mereka berdua. Dan meski Kaharap terus bersungut-sungut, namun Ngaio tetap memaksa Ānaru dan Airyung untuk tinggal di kediamannya. Ānaru sempat mencoba untuk pulang ke rumahnya sendiri, namun matunya langsung mengusir Ānaru dengan marah begitu melihatnya. Pada akhirnya Ānaru pun harus menurunkan harga dirinya dan setuju untuk tinggal di rumah mantan kekasihnya itu.
Kabar meninggalnya Tangaroa pun sudah sampai di desa utama. Para uluwero tampak sibuk mempersiapkan pemilihan pimpinan mereka yang rencananya diadakan bersamaan dengan seleksi perekrutan anggota baru. Waktu Ānaru tinggal sepuluh hari lagi sebelum upacara penobatan. Pagi dan siang dia berlatih dan sedikit demi sedikit Ānaru mulai bisa mengimbangi kecepatan Airyung.
Hari yang ditunggu pun tiba. Setidaknya ada enam belas anak muda seusia Ānaru yang mendaftarkan diri mereka sebagai kandidat uluwero. Dan betapa sebalnya Ānaru karena ternyata Kaharap adalah salah satunya. Keluarga Kaharap memang banyak menghasilkan uluwero. Selain kakaknya, dua paman Kaharap juga merupakan uluwero senior di Khitai. Tapi itu bukan masalah besar. Ānaru akan mengalahkan Kaharap pada kesempatan ini. Ia akan mempermalukan Kaharap di depan semua orang.
Ujian diadakan di padang gersang di dekat desa. Padang itu berada di atas bukit landai yang serupa lapangan luas. Pagar bambu dipasang melingkar di tengah lapangan. Nantinya di dalam pagar itu, para kandidat akan bertarung satu lawan satu hingga tersisa satu orang terkuat yang akan mendapat posisi tertinggi di antara kandidat lainnya. Posisi masing-masing kandidat ditunjukkan melalui rajah yang akan mereka dapat setelah lolos ujian.
“Bagaimana menentukan lolos atau tidaknya orang-orang ini?” tanya Airyung yang turut mendatangi tempat ujian bersama Ānaru. Tempat itu sudah cukup ramai oleh penonton yang tertarik menyaksikan pertarungan anak-anak muda kandidat uluwero.
“Biasanya orang-orang yang kalah pada putaran pertama dianggap tidak lolos,” terang Ānaru.
“Kalau begitu kau sudah pasti diterima menjadi uluwero. Kalau hanya perlu menang pada putaran pertama, berarti hanya akan ada delapan orang yang masuk. Bukankah itu terlalu mudah,” balas Airyung.
“Aku tidak berniat untuk sekedar lolos. Aku harus menjadi yang terbaik,” ucap Ānaru ambisius.
“Semangatmu boleh juga. Dengan kemampuanmu yang sekarang kurasa itu tidak mustahil. Musuh-musuhmu tampak lemah,” komentar Airyung sembari memindai beberapa kandidat yang sudah berbaris di seberang lapangan untuk menerima ikat kepala penanda calon uluwero.
“Semua itu berkat bantuanmu, Airyung. Terimakasih,” kata Ānaru sembari tersenyum.
Airyung mendengus pelan. “Jangan kecewakan aku,” ucapnya memberi semangat.
Ānaru mengangguk lantas pergi menuju seberang untuk berbaris bersama kandidat lainnya.
Setelah semua prosesi selesai, maka putaran pertama pertarungan pun dimulai. Ānaru mendapat giliran ketiga. Pemuda itu menunggu gilirannya sambil melihat pertarungan pertama dan kedua bersama Airyung.
“Ini tidak masuk akal. Yang seperti ini memangnya bisa disebut pertarungan? Dua orang lemah itu kenapa berkelahi lama sekali? Ini sangat membosankan,” beragam komentar semacam itu terus terlontar dari mulut Airyung.
Ānaru tidak menyanggah komentar gadis itu. Ia kini sedikit banyak mengerti kenapa Airyung selalu berkata bahwa orang-orang Khitai sangat lemah. Setelah hampir satu bulan mejalani latihan bersama Airyung, Ānaru bisa melihat teknik pertarungan orang-orang di sukunya memang sangat tidak efisien. Pertahanan mereka punya banyak celah, kecepatan mereka juga terbilang lambat dan kekuatan serangannya pun tidak berdampak signifikan.
Ia tidak mengira kalau ternyata memang ada banyak kekurangan dalam kemampuan para uluwero di Khitai. Mereka memang terlalu lemah.
Saat matahari sudah berada tepat di atas kepala, giliran Ānaru pun tiba. Ia dipanggil ke tengah lapangan untuk menghadapi seorang pemuda bertubuh gempal yang Ānaru kenal bernama Tayn. Ānaru tidak mengenalnya secara personal, namun pernah beberapa kali bertemu saat menggembala ternak. Tayn tinggal di desa seberang bukit. Ia merupakan keluarga gembala yang jatuh miskin karena kehabisan ternak akibat dimangsa kinokambe.
Nasib mereka berdu memang mirip, tapi Ānaru sama sekali tidak berniat mengalah dari Tayn. Begitu siulan panjang tanda dimulainya pertarungan berbunyi, Ānaru segera melesat menyerang Tayn tanpa ampun. Gerakannya sangat cepat hingga sulit diprediksi. Pukulan Ānaru lagsung mengenai perut Tayn. Pemuda gempal itu terhuyung mundur beberapa langkah, tapi tidak terjatuh.
Ānaru tidak menyerah, sekali lagi Ānaru menyerang dengan tendangan ke arah kepala Tayn. Serangan kedua Ānaru berhasil ditangkis dengan lengan besar Tayn yang berlemak. Sekali lagi Tayn berhasil mempertahankan tubuhnya tetap berdiri. Selama beberapa saat Ānaru terus melancarkan serangan tanpa memberi kesempatan pada Tayn untuk menyerang balik.
Kecepatan Ānaru sudah jauh meningkat sejak sebulan yang lalu terutama karena selama ini dia berlatih menggunakan pemberat. Staminanya juga tetap stabil meski telah melakukan banyak maneuver serangan. Berondongan serangan itu akhirnya mencapai puncaknya. Tayn yang sedari tadi hanya bisa bertahan akhirnya mulai lengah. Kecepatan Ānaru semakin sulit diimbangi.
Pada satu titik, Ānaru menemukan satu celah fatal yang terbuka di sisi atas Tayn. Sambil melompat tinggi, Ānaru berputar di udara lantas menghantamkan tendangan langsung ke kepala Tayn. Pemuda gempal itupun roboh tak sadarkan diri. Ānaru menang telak tanpa menerima satupun serangan.
Sembari tersengal, Ānaru mendengar namanya dikumandangkan sebagai pemenang di putaran pertama. Ānaru tersenyum puas. Napasnya memburu tapi ia sangat gembira karena ia sudah pasti diterima sebagai uluwero.
Airyung menyambut kemenangan Ānaru dengan senyuman yang merekah. Ia kelihatan terlampau riang hingga Ānaru merasa Airyung tengah menahan diri untuk tidak melompat kegirangan.
“Seharusnya kau bisa mengalahkannya dengan lebih cepat. Kau terlalu banyak mengulur waktu,” komentar Airyung mencoba melontarkan kritik. Namun dengan wajah sumringah itu Ānaru sama sekali tidak menangkap kesan kritikan dalam kalimat Airyung.
“Badannya dua kali besar dari badanku. Dan dia cukup kokoh. Untungnya dia sangat lambat,” jawab Ānaru seadanya.
“Tapi ini menyenangkan. Melihatmu menang entah kenapa membuatku merasa antusias. Inikah rasanya membesarkan seorang murid?” ucap Airyung tersenyum bangga.
“Ujian belum selesai. Aku masih harus melawan orang-orang yang lebih kuat lagi, ternasuk Kaharap. Keluarganya terkenal sebagai uluwero ulung secara turun temurun,” ujar Ānaru.
“Tenang saja, dengan kekuatanmu sekarang, kau pasti bisa melawan semua kandidat itu. Aku sudah memperhatikan pertarungan mereka. Tidak ada satupun yang bahkan mendekati kemampuamu,” balas Airyung.
“Aku jadi lebih tenang setelah kau mengatakannya.”
“Tentu saja, siapa dulu gurunya,” ucap Airyung sembari mengedip riang. Ānaru hanya mendengus kecil membalasnya. Ia menjadi lebih optimis sekarang.
...***...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 131 Episodes
Comments
ilfindazaka ochtafarela
keren banget
2022-05-25
1