Suasana menegang, Intan menatap Diah horor, yang di tatap pura-pura sibuk dengan handphone.
"Terus, apa gunanya dong! Tan, punya asisten? kan memang pesuruh, jadi wajar kalau kita suruh-suruh!" jawab Diah tanpa perasaan.
Dasar Diah masih juga berani menjawab. Membuat Intan rasanya ingin memaki-maki, jika tidak ingat Diah itu istri dari kakaknya.
"Dengar Diah, Bibi itu sudah kami anggap keluarga. Saya mendingan kehilangan kamu, daripada Bibi," Intan melotot kesal menekan kata ( Kehilangan kamu).
Diah melempar tatapan sekilas kearah Intan kemudian mengepalkan tangan dikolong meja.
"Okay... kamu boleh tinggal di sini, karena seburuk apapun kamu. Kamu adalah; kakak iparku." ucapan Intan terdengar santai tetapi menghujam dada Diah.
"Jika sampai Bibi tidak betah disini itu pasti gara-gara kamu!" ketus Intan lalu meninggalkan Diah. Intan ingat ketika Mbok Sarintem sampai kabur dari rumah Mawar, kerumah Tante Latania, gara-gara tidak kuat dengan omelan Diah dan Ibu Reny.
Intan lalu duduk diruang tamu menyalakan televisi, ia tidak berniat kekamar. Ingin tahu apa yang akan dilakukan Diah.
Diah kemudian beranjak menuju dapur.
Intan menoleh Diah yang sedang berjalan kedapur tersenyum meledek.
"Ada bawang Bi?" tanya Diah pada akhirnya. Walaupun dalam hatinya mengumpat, tetapi demi mengisi perutnya yang sudah keroncongan lebih baik menurut.
"Ada non, ini tempat bumbunya," Bibi menunjuk rak bumbu.
Diah lantas ambil cabe bawang ia iris-iris, tentu malas jika harus menguleg. Ia menyalakan kompor dan meletakan penggorengan yang sudah diberi mentega, lalu menumis bawang. Ambil nasi tiga centong ia beri garam, penyedap dan yang terakhir kecap.
Loe pikir gw nggak bisa Intan.
Diah menuang nasi kedalam piring lalu kembali mengoreng telur ceplok.
PROTT.
"Bibiiii..." Diah menutup wajahnya yang kecipratan minyak. Karena telur yang ia goreng meledak.
"Cepat cuci muka, non," titah Bibi mendekati Diah lalu membalik telur.
"Panas Bi..." sambil terus membasuh wajah.
Intan mendengar teriakan Diah lalu mendekat. Maaf Diah, ini untuk kebaikan kamu.
Intan lantas kekamar atas ambil salep.
"Terus saja non, basuh sampai berkurang panasnya," Bibi mengulangi.
Benar saja setelah lama membasuh, rasa nyerinya berkurang.
"Pakai ini, salep" Intan menyodorkan salep, untuk luka bakar, biar bagaimana kasihan juga melihat Diah yang kepanasan.
Namun Intan kembali dibuat geregetan bukanya terimakasih, Diah justeru ambil salep dari tangan Intan dengan kasar.
Intan lalu kembali duduk, tidak berniat kembali kekamar. Biar hari ini, hari khusus bagi Intan untuk memata-matai kakak iparnya sedangkan besok sudah harus bekerja.
Tak.
Diah meletakkan piring dimeja ruang tamu berhadapan dengan Intan. Ingin pamer bahwa tanpa Bibi pun Diah bisa membuat sarapan.
Intan melirik nasi goreng yang berpenampilan tidak menarik. Menahan tawa, pasalnya Diah ternyata makanya banyak juga. Tiga centong nasi ditambah telur ceplok plus lalapan sayur, piring nyaris tak terlihat.
Diah boro-boro menawari, walau ditawari pun tentu Intan tidak akan mau makan. Tetapi setidaknya Diah tahu etika.
Intan kembali melirik Diah yang sedang menyuap pertama kali, mengunyah dengan mulut seperti merasakan sesuatu yang aneh.
"Kenapa loe?" tanya Intan pada akhirnya.
"Nggak" sahut Diah, kali ini ia melahap nasi goreng dengan rakus masa bodoh walaupun nasi goreng buatanya rasanya seperti makan kue lapis. Ia pikir didalam toples tadi garam, ternyata gula, belum lagi ditambah kecap. 🤣🤣🤣
Makan telah selesai Diah meletakkan piring di wastafel lalu hendak pergi.
"Cuci dulu, baru pergi! enak saja!" suara Intan lagi-lagi menghentikan langkah Diah, seolah hantu gentayangan yang membayangi Diah.
Tanpa bicara lagi, Diah langsung mencuci piring padahal hatinya gondok bukan main.
Diah kemudian duduk sama-sama menonton televisi bersama Intan. Namun tidak ada yang saling bicara.
"Tan, aku boleh renang nggak?" tanya Diah pada akhirnya.
"Terserah, tapi jangan jorok. Bisa-bisa... kamu dimarahin kak Abim." pungkas Intan.
"Iya Tan, tenang saja, paling pipis dikolam renang itu wajar kan? ahahaha..." Diah tertawa ngakak dan mendapat acungan tinju oleh Intan. "Nggak sopan! perempuan sih tertawanya mangap!" Intan ngedumel.
Diah tidak perduli, lalu keatas ambil kaos dalam milik Abim, kali ini pelan-pelan khawatir roboh lagi. Sudah pasti sang pemilik akan memarahinya.
Diah lantas memakainya kemudian berjalan riang kebawah.
Intan yang sedang menonton kartun kesukaanya mendengar suara langkah Diah yang menuruni tangga melempar pandang kearah Diah.
"Astagfirlullah... Diah!" pekik Intan. Pasalnya Diah memakai kaos dalam memamerkan tubuhnya, dan memakai celana Abim yang biasa untuk basket hanya menutup anunya.
"Ganti" Intan melotot jengkel.
"Aku belum membawa baju ganti Tan, lagian wajar kan dikolam renang berpakaian seperti ini." Diah ngeles.
"Diam kamu disitu," Intan lantas keatas ambil training tidak lama kemudian kembali keruang keluarga lalu meletakan training di sofa.
"Pakai ini, disini tuh tidak hanya kita Diah, ada Papa, ada supir, sopan dikit dong!" ketus Intan.
"Shory..." ucap Diah lalu masuk kamar mandi dapur mengganti baju.
"Bi, kalau mau ke kolam renang lewat mana?" Diah bingung pasalnya tidak ada jalan, yang ada hanya jendela-jendela sepanjang lantai dasar di samping kolam renang.
"Lewat dapur sini bisa non, mau lewat depan juga bisa." Bibi menjelaskan.
Diah langsung keluar melalui pintu dapur lewat belakang rumah. Ternyata dibelakang juga ada taman dan juga gazebo.
Diah tersenyum senang dari tadi malam sampai bermimpi ingin berenang. Dan saat ini kesampaian juga.
Diah langsung menyebur pemanasan dulu.
Di jendela kamar. Intan memperhatikan musuh sekaligus kakak iparnya itu.
Maafkan aku Diah, seandainya kamu bisa bersikap seperti kak Mawar, seperti Melati, dan juga seperti teman-teman ku, kebanyakan. Aku tidak akan berbuat begini. Biar bagaimana kamu saat ini adalah kakakku, dan aku ingin kamu bisa sedikit merubah perilaku buruk mu.
Intan lantas meninggalkan jendela kembali membuat pola baru. Untuk menciptakan desain pakaian baru untuk butiknya.
.
Body Diah memang lumayan bagus, ia senang olah raga renang. Ia berenang berbagai macam gaya.
Gaya Dada, Punggung, Kupu-kupu, dan yang terakhir gaya bebas. Hingga terik matahari Diah kembali kerumah.
Ia melewati tempat yang tadi dan melihat Mama Sahina yang sedang meracik masakan.
"Diah, kamu habis renang nak?" tanya Mama.
"Iya, Mama sudah pulang?" Diah balik bertanya lalu berdiri disamping Mama.
"Sudah dari jam 11 tadi, sekarang bantu Mama memasak ya, Intan sedang ada kerjaan soalnya." kata Mama.
"Baik Ma" Diah lantas meletakkan baju kotor di tempat pakaian kotor.
Biar saja Mas Abim dengan Intan benci kepadaku. Yang penting mertua perempuan ku baik, aku akan ambil hatinya agar bisa menikmati fasilitas ini.
Diah menyeringai laku kembali menemui Mama.
"Kamu bisa masak apa?" tanya Mama, yang sedang mengoles daging teriaki dengan bumbu, dan akan membakarnya. Setelah di olesi mentega nanti, untuk hidangan makan siang.
"Hehehe... belum bisa," kali ini Diah jujur.
"Nggak apa-apa... belajar sedikit demi sedikit Mama akan ajari kamu, ini kamu yang mengolesi dagingnya dengan bumbu ya," titah Mama lantas Mama mencuci daun selada.
"Baik Ma." kali ini Diah menjadi penurut walaupun ada maksud terselubung.
"Perempuan itu... harus bisa memasak Diah, cinta suami kepada kita para wanita itu ada empat." tutur Mama seraya meniriskan selada.
"Satu. Dari mata, sudah pasti laki-laki mencintai kita dari paras kita. Wajarlah... karena itu nilai plus" Mama menoleh Diah yang sedang mengoleskan bumbu dengan koas.
"Yang kedua. Dari hati, suami kita pasti akan semakin mencintai kita, jika kita para wanita mempunyai hati yang baik."
"Yang ketiga. Memasak, kita harus bisa memasak, suami pasti semakin mencintai kita, dan betah dirumah." "Dia tidak akan jajan diluar, lebih baik pulang ingin segera berkumpul dengan istri dan menikmati masakan istri tercinta nya."
"Dan yang terakhir, ranjang. Sebagai wanita kita harus bisa memuaskan suami kita diranjang." pungkas Mama.
Klontang.
Diah menjatuhkan pisau bekas peranti mengiris daging tadi.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 106 Episodes
Comments
Senajudifa
diah ini dtng dr abad ke berapa sh ngga ngerti mana garam mana gula
2022-06-24
1
🌷💚SITI.R💚🌷
lanjuuut gmn ke depany apa diah smkin lenurut atau smkin liar
2022-05-27
1
VLav
haha, diah kebanyakan gaya aja, ga guna semua gaya punggung kupu2, kalau udah di depan kompor 😂😂
2022-05-25
1