Melati berkutat dikasir Minimarket hingga sore hari. Ia menyingkap lengan bajunya melihat jam sudah hampir jam empat sore.
"Shory Mel, aku terlambat, macet soalnya." kata Kenanga yang tampak ngos ngosan. Ia karyawan sift sore yang akan menggantikan Melati dan Irawati.
"Santai Nga, belum jam empat kok, ngaso saja dulu" sahut Melati sambil merapikan uang di laci setelahnya akan di serahkan kepada Mawar.
"Aku salin baju dulu ya Mel" jawab Kenanga, ingin mengganti baju seragam, dan hanya diacungi jempol oleh Melati.
"Setelah ini, kamu mau langsung berangkat kuliah Mel?" tanya Irawati yang sudah menylempang tas kecil dipundak.
"Iya Ra, sudah nggak masuk seminggu aku," sesal Melati tanpa menatap Ira masih menghitung uang lalu mencocokkan omset hari ini, dimesin kasir. Khawatir ada selisih penghitungan, ada yang hilang, dan lain sebagainya.
"Ya ampun, Mel... nggak capek apa? aku aja rasanya badan sudah lelah begini." Keluh Irawati, membayangakan betapa lelahnya Melati. Sedangkan dia hanya kerja saja badanya sudah capek sekali, ingin cepat pulang dan istirahat. Tetapi, Melati masih harus kuliah, berpikir pula. Ira geleng-geleng kepala.
"Hais! kasih semangat dong Ra, dukung aku, jangan malah membuat semangat aku mengendor." sahut Melati lantas berdiri. "Yuk ah, kita pulang" ia menambahkan.
"Okay... semangat sahabatku..." ira menoel dagu Melati sambil rersenyum, kemudian bergegas pulang.
Sementara Melati kerumah Mawar menyerahkan hasil penjualan hari ini.
"Sebelum kekampus, makan dulu Mel, perutnya harus sering diisi," Mawar mengingatkan adiknya lalu kekamar menyimpan uang.
"Iya kak" Melati lantas mandi, mengganti seragamnya dengan baju yang ia pakai tadi pagi. Setelah rapi membuka tudung saji. Menelisik masakan Mbok Paijem banyak sih, tapi bingung mau makan apa.
Seketika ia ingat pesan Bu Riska, tidak boleh makan yang pedas. Melati memutuskan makan sayur sop saja.
"Non Melati sedang makan? kok tidak bilang?" Mbok Paijem muncul dari ruang penatu. "Kalau tau mau makan, tadi saya hangatkan dulu Non," Imbuh Simbok.
"Nggak apa-apa Mbok, nanti di perut juga hangat, hehehe" Melati mentertawakan kata-katanya sendiri.
"Non bisa saja," Simbok lantas pergi melanjutkan pekerjaannya.
Makan sudah selesai, Melati mencuci piring bekas sendiri lalu berangkat kekampus setelah shalat ashar, kemudian pamit Mawar, Bapak dan Ibu.
"Bu, Pak. Melati berangkat dulu" ucapnya mendekati Ibu Riska, dan Pak Sutisnya yang sedang meracik bakso di kiosnya.
"Ya nak, hati-hati" pesan Ibu, singkat.
Melati bergegas mengendarai motor setelah salim tangan Bapak, Ibu.
******
Selepas magrib, di salah satu kampus. Kelas jurusan ekonomi manajemen, tampak ramai. Para mahasiswa dan mahasiswi sedang menunggu dosen masuk kedalam kelas.
Melati berjalan terburu-buru, ia baru saja selesai shalat berjamaah di masjid kampus.
"Waa... primadona kampus sudah datang..." seru Bombom salah satu mahasiswa yang berbadan gendut duduk paling depan. Bersebelahan dengan pria tampan yang bernama Alex.
"Katanya loe sakit?" tanya Bombom lalu memutar kursi menghadap Melati.
Alex lalu menoleh melirik Melati yang baru menarik kursi ingin duduk, berdekatan dengan Risda.
"Loe ini Bom, orang baru sampai sudah di cecar pertanyaan," Ujar Risda sahabat kampus Melati.
"Sudah sembuh kok, Bom?" Melati menyahut Ramah.
"Yee... orang Melati aja mau jawab kok, loe yang sewot sih!" Bombom bersedekap dada.
"Berisik kalian ini, kalau ketemu ribut melulu, nanti gw kawinin loe," Alex yang dari tadi diam menyahut.
"Mau nggak Ris, loe kawin sama gw?" seloroh Bombom berkedip-kedip.
"Nggak ah, nikah sama loe ngabisin nasi tahu! harusnya gw masak satu gelas. Eh jadi empat gelas," Risda senyum meledek.
"Nikah ma nggak pakai nasi. O,on, tapi pakai saksi" Bombom nggak mau kalah.
"Loe mau kan jadi saksi gw lek?" Bombom masih tidak mau diam. Padahal Risda sudah kesal.
"Mau, sekarang juga boleh." Alex menyahut sekilas menatap Melati yang sedang chating dengan seseorang.
"Loe sakit apa Mel?" tanya Alex mulai serius.
"Sakit lambung Bang" jawab Melati pendek, seraya menyimpan handphone kedalam tas.
"Dari kemarin dia kebingungan terus Mel, nggak ada loe," Bombom buka kartu. Seketika kakinya di injak Alex.
"Ouw.... sakit dodol" Bombom menoyor kepala Alex. Melati dan Risda mentertawakan mereka.
Ditengah perbincangan dosen bertubuh tiggi, wajah hitam manis, rambut disisir klimis, dengan langkah pasti masuk kedalam.
"Assalamualaikum" suara bariton itu mengucap salam, sambil meletakkan buku tebal diatas meja.
"Waalaikumsalam" semua mahasiswa menyahut.
Para wanita menatap kagum rerhadap beliau.
Termasuk Melati, tetapi bukan karena kagum, melainkan familiar dengan wajah dosen baru itu. Melati lantas nenoleh Risda yang masih menatap dosen dengan mulut menganga.
"Iihh, sadar Ris, nanti ngiler loh" Melati menyikut, membuat Risda tersadar, lantas tersenyum menutup mulutnya.
"Selamat malam semua... perkenalkan, nama saya Rony Sianturi, yang menggantikan Pak Prabowo." dosen itu memperkenalkan diri. Sejak pertama tadi tidak jarang melempar pandang kearah Melati.
Alex yang menyadari itu kesal sendiri.
Setelah perkenalan, lanjut membahas materi diselingi lelucon. Dosen ini, sangat humoris, sehingga tidak membosankan ketika menyampaikan materi.
Perkuliahan selesai waktu sudah jam sembilan lantas membubarkan diri.
"Mel, dosen tadi keren ya," puji Risda kagum.
"Kamu naksir ya? masa lihat dosen sampai ngiler" seloroh Melati berjalan cepat menuju parkiran motor.
"Hihihi... " Risda menjawab dengan kekehan. "Kamu tadi juga lihatin terus," Risda membalikkan kata.
"Bukan! sepertinya aku sering melihat dosen itu, tapi dimana... gitu" Melati tampak berpikir.
Keduanya lantas menyalakan motor masing-masing, kemudian berpisah. Mereka berjalan lain arah.
Melati melajukan motornya gadis berjaket coklat pasta itu, menjalankan motornya dengan kecepatan sedang. Lampu merah berhenti, matanya tidak sengaja menangkap sosok wanita yang dikenalnya dengan seorang pria diatas mobil karena kaca mobil tersebut dibuka setengahnya. Kedua pria dan wanita itu terlihat akrab.
Diah? ia berguman. Dalam hati bertanya kenapa pengantin baru itu malam-malam bersama pria lain, apakah Abim mengetahuinya? ah peduli amat. Pikirnya. Lampu merah berganti hijau, mobil yang ditumpangi Diah kekiri, sedangkan Melati lurus.
********
Jam 10 malam Diah sampai halaman rumah, mencari kunci dari dalam tas.
Kunci terbuka, Diah membuka pintu pelan, agar tidak terdengar. Ruang tamu sangat gelap, hanya ada sorot lampu dari celah lubang angin ruang kerja Abim. "Aman" monolognya dalam hati.
Ia hendak menginjak tangga pertama. Namun tiba-tiba lampu menyala. Diah menatap kearah dimana sakelar. Sosok Abim berdiri bersedekap dada mata elangnya tertuju kepadanya. Kaki Diah terasa kaku untuk melangkah.
"Darimana kamu?" tanya Abim masih terdengar pelan.
"Ha- habis ja-jalan-jalan" ucapnya patah-patah sambil menunduk.
"Siapa yang mengijinkan kamu jalan? bukankah baru dua hari yang lalu kamu menjilati kakiku minta maaf, dan tidak akan mengulangi?!" tanya Abim sarkastis.
Setelah pertengkaran seminggu yang lalu, sampai tiga hari, Abim mendiamkan istrinya itu.
Diah tidak tahan, lantas memohon maaf hingga mencium kaki Abim. Abim memaafkan dengan cacatan Diah tidak akan mengulangi. Diah mengangguk patuh, mereka berbaikan walaupun masih tidur terpisah. Abim selalu tidur dikamar tamu.
Namun bukan Diah namanya jika tidak melanggar, pergi dalam keadaan rumah berantakan. Bahkan pulang larut malam.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 106 Episodes
Comments
mom mimu
hadeuhh Diah... kamu tuhh cari penyakit sendiri tau 🤦🏻♀️😁
2022-07-30
0
Buna_Qaya
talak tilu talak tilu
2022-07-13
0
Ufika
diah itu gak ada kapoknya bngt sih
2022-07-05
0