"Halo... reader yang baik hati dan tidak sombong. Budhe senang sekali kalian sudah memberi komentar yang membuat Budhe semangat,💪💪💪 menulis, terimakasih untuk semuanya.❤❤❤.
"Jangan lupa hari senin minta hadiah vote 🤣🤣🤣 budhe ngarep kom🙈
*******
Motor sport tentu berbeda dengan motor mak, mak, jika untuk berboncengan pasti sempit. Namun terasa indah untuk pasangan maupun kekasih.
Motor besar, namun jok sempit yang biasa Abim kendarai saat belum menikah dulu, tampak gagah dan serasi antara motor dengan tubuh Abim yang atletis.
Motor itu kini tampak membelah jalan, yang diterangi gemerlapnya lampu-lampu malam dipinggir jalan. Namun kali ini Abim tidak sendiri seperti dulu. Tetapi, memboncengkan Diah yang sepanjang jalan tersenyum terlihat dari kaca spion.
Kesempatan itu digunakan Diah sekedar memeluk tubuh kekar yang selalu ia damba dan dia puja-puja. Jika dirumah tidak akan ada kesempatan mencium aroma wangi tubuh pria yang kini masih Diah cintai.
Kadang setengah berdiri memegang pundak Abim. Yang lebih menggelikan adalah; pipinya ia tempelkan di tubuh sang suami. Tanganya gerayangan kemana-mana, membuat Abim merinding untungnya Abim masih selalu dalam kesadaran, jika tidak apa jadinya jika sampai menabrak.
("Ini yang lebay budhe apa Diah sih?)🤣🤣🤣
Sampai lah motor didepan rumah dimana mertuanya tinggal.
"Assalamualaikum..." Abim mengucap salam tampak Diah bergelayut dilengan Abim.
"Waalaikumsalam..." Pak Renggono menjawab sallam netranya menangkap tangan Diah yang sedang menggandeng Abim. Senyum merekah dibibir tua beliau.
Pak Renggono senang ternyata Abim sungguh mencintai Diah. Yang ada dalam pemikiran beliau.
Bapak tidak tahu, bahwa anak dan menantunya ini bukan lagi seperti kucing dengan Anjing. Melainkan kucing dengan tikus. 🤣🤣🤣.
"Duduk Bim" kata bapak menunjuk kursi didepanya.
"Terimakasih... ibu kemana Pak?" tanya Abim Netranya menyapu sekeling tidak nampak ada bu Reny di rumah.
"Lagi ke Rose shop Bim" jawab bapak, beliu ingin istrinya sekedar membeli cemilan karena Abim mau datang.
Abim berbincang-bincang dengan mertua laki-lakinya, kadang diselingi tawa.
Tidak lama kemudian Bu Reny datang bersama Mawar dan juga Adit.
"Sudah lama Bim?" tanya Adit lalu duduk berhadapan dengan Abim disusul Mawar.
Bu Reny bukanya menyapa justeru melewati Abim berjalan kedapur.
"Ibu mau bikin apa? saya saja yang membuat, sebaiknya ibu kedepan ngobrol dengan Abim,"
Mawar ternyata menyusul ibu kedapur lalu ambil cangkir, dari tangan bu Reny membuat 6 cangkir teh. Mawar tidak enak kepada Abim pasalnya. Abim ingin bertemu beliau tetapi justeru tidak dihiraukan.
"Ibu senang Maw, akhirnya pria kere! itu, ingin segera meninggalkan rumahmu." ucapnya dengan mimik wajah yang menyebalkan siapapun yang melihat, kecuali Mawar.
Mawar tidak menjawab hanya menggeleng mendengar ucapan mertuanya itu.
Astagfirlullah..., kapan ibu bisa berubah.
Batinya sambil mengaduk teh.
"Ibu ke depan dulu ya"
"Iya Bu" selesai membuat minum Mawar segera keluar meletakkan di atas meja, menyuguhkan satu persatu.
Lalu memindahkan cemilan kedalaman piring yang ia ambil dari toko miliknya. Mawar meletakan nampan dikolong meja lalu duduk kembali disamping Adit.
"Bapak... Ibu... juga kak Adit, dan kak Mawar." Abim mulai bicara mengabsen satu persatu.
"Terimakasih, kami sudah diizinkan tinggal dirumah kak Adit. Mulai besok, saya akan tinggal dirumah Mama, untuk sementara waktu," terang Abim, menatap Mawar dan Adit bergantian.
"Loh, kenapa musti pindah Bim? tinggal saja kalian dirumah itu, jika tidak ada yang menempati, Justeru akan rusak," Mawar menjawab.
Andai kak Mawar tahu, boro-boro Diah mau bersih-bersih rumah, menyapu lantai saja tidak mau. Abim membatin.
"Iya Bim, sebaiknya tidak usah pindah, daripada tinggal dirumah Tante Sahina, khawatir Diah malah merepotkan." kata Adit menatap Diah yang sedang menatapnya merengut kesal.
"Biar saja Dit, kalau Abim mau pindah rumah, toh rumah itu bisa kita kontrakan!" ketus bu Reny, tidak tahu jiga Diah sebenarnya tidak mau tinggal dirumah mertuanya. Tetapi ibu menyindir Abim terus menerus itulah yang membuatnya diam dari tadi.
"Bu!" Pak Renggono memperingatkan istrinya, bahwa mereka tidak berhak ikut campur.
"Apa salah, saya bicara begitu pak? nggak kan?" Ibu membuka kedua telapak tangan.
"Abim kan anaknya orang kaya, biar saja tinggal dirumahnya yang mewah," sindir Bu Reny, mulutnya menyan menyon.
Spontan Abim mengangkat kepala menatap mertunya ingin menjawab. Namun urung, walaupun bagaimana mertuanya orang tua yang harus dia hormati.
Adit pun tidak menjawab ibu, setelah mengetahui jika bu Reny bukan ibu kandungnya. Justeru sekarang menjadi kikuk untuk membantah.
"Ibu!" bapak mengulangi, menatap ibu geregetan.
"Benar yang dibilang Ibu Pak, kalau gitu saya permisi." pungkas Abim.
"Diminum dulu Bim, kamu mau kemana?" Adit menahan lengan Abim yang sudah berdiri.
Abim pun kembali duduk menghargai yang sudah membuatkan minum, lantas menyeruput teh hangat.
"Saya mau kerumah Mama dulu kak, memberi tahu sekali lagi jika besok saya akan pindah" Abim beralasan, matanya mengerling kearah Diah, tumben! dari tadi bisa diam, biasanya nerocos seperti petasan.
"Besok saya antar Bim, sekalian bantu bawa barang," Adit berniat membawa mobil bak yang biasa untuk mengangkut barang di Rose shop.
"Hehe... saya pindah tidak membawa apa-apa kak, kecuali pakaian Diah,"
Benar kata Abim semua fasilitas rumah itu milik Mawar. Abim hanya membawa beberapa kaos sedangkan pakaian yang lainya, masih di rumah Mama.
Perbincangan pun berakhir setelah Abim pamit pulang.
Jam 10 malam motor besar itupun kembali melesat menuju rumah Mama. Abim sebenarnya risi karena Diah dari tadi memegangi perutnya. Namun tidak ada pilihan lain baginya kecuali diam daripada ribut di jalanan.
"Abim... Diah... kalian baru sampai nak" Mama menyambut kehadiran anak dan menantunya hangat.
"Iya Ma, tadi kerumah Bapak dulu" ucap Abim lalu mencium punggung tangan Mama. Di susul Diah.
"Diah kamu apa kabar nak?" tanya Mama ramah mengusap kepala Diah.
"Baik" jawabnya lagi-lagi memamerkan kemesraan dengan menggandeng tangan Abim.
"Papa sudah tidur Ma?" Abim menatap pintu kamar orang tuanya.
"Sudah, Papa kecapek-an kali?" Jawab Mama.
Papa memang capek, tadi sedang ada wisuda, sebagai rektor beliau berdiri diatas panggung hingga seharian.
"Kalian sudah makan belum? kalau belum makan saja," titahnya.
"Sudah" jawab Abim singkat.
Sedangkan Diah dari tadi hanya diam. Ia masih terkesima matanya mengitari seisi rumah mertuanya. Rumah besar banyak pernak pernik pajangan, tertata rapi. Tetapi bukan pernak pernik itu yang membuatnya tertarik.
Namun otaknya sedang menghitung seberapa besar kekayaan yang dimiliki mertuanya? bibirnya menganga.
Diah tidak menyadari semua gerak geriknya tidak lepas dari tatapan Mama Sahina.
Mama hanya tersenyum menggeleng.
"Sebaiknya kalian beristirahat, Mama juga mau istirahat," pungkas Mama kemudian masuk kedalam kamar menyusul Papa. Setelah dijawab Abim.
Abim menapaki anak tangga. Diah mengikuti dari belakang bibirnya tersenyum. Diah baru menyadari ia tinggal dirumah ini. Itu artinya... ia akan tidur satu kamar dengan suaminya.
ia benar-benar merasa naik kelangit ketujuh.
Diah senang tidak seperti siang tadi
******
"Apa ya? kira-kira yang akan terjadi... jika Diah tinggal ditumah mertua?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 106 Episodes
Comments
Buna_Qaya
dasar norak
2022-07-15
0
Ufika
keputusan abin kayaknya benar biar diah berubah dulu kayaknya memang perlu meraskn tinggal sma mertua kali
2022-07-15
0
Ufika
kayaknya budhe😅
2022-07-15
0