Acara demi acara pernikahan Abim dan Diah kini telah selesai. Para kerabat membubarkan diri, pulang kerumah masing-masing.
Hanya tinggal sepasang pengantin yang sedang bersenda gurau didalam kamar pengantin.
Pak Renggono bersama bu Reny pun turut pulang ke Ruko uko. Beliau berniat menginap disana saja, memberi ruang untuk anak dan menatunya, sebab sepertinya mereka tidak akan ada bulan madu. Mengingat pernikahan anak dan menantunya yang di adakan tanpa pesta.
Saat ini sudah jam tujuh malam. "Mas, tolong bukain." ucap Diah manja. Ia sedang kesusahan membuka retsleting kebaya.
"Baik istriku..." dengan semangat Abim menarik retsleting hingga terlihat bahu mulus Diah. Sesaat Abim terdiam meneguk saliva.
"Sudah... kamu mandi dulu," titah Abim. Abim saat ini sudah mandi terlebih dahulu karena akan melaksanakan shalat isya.
"Mas Abim nggak mencium aku?" Diah melingkarkan tangannya ke leher Abim.
Iris mata mereka saling bertemu, bibir Abim maju lalu memberi ciuman yang kedua kali setelah akad nikah tadi. Tetapi saat ini durasinya lebih lama.
Diah rupanya sudah tidak sabar ingin segera bermesraan dengan suaminya. Terbukti Diah tidak mau melepas bibirnya. Diah kecewa saat Abim melepas pagutanya.
"Mandi dulu," Abim mengulangi ucapannya.
"Iya... iya. aku mandi!" ucapnya cemberut. Diah membuka gaunya lalu melemparnya kesembarang arah. Hingga tersisa pakaian dalamnya tanpa malu-malu.
Abim terkekeh melihat kelakuan istrinya yang seperti anak kecil itu. Ia merebahkan tubuhnya di ranjang masih bahu harum melati, bunga khusus yang di tabur di kamar pengantin. Setelah memunguti baju kebaya Diah lalu meletakkan di tempat baju kotor.
Ia mengecek handphone melipat lutut menunggu istrinya selesai mandi. Tidak ada ucapan selamat atau apapun dari para sahabat sebab, memang tidak mengundang.
"Ceklek"
Tampak Diah sudah mandi hanya mengenakan handuk yang melilit tubuhnya.
Abim mengangkat kepala menatap Diah yang berjalan ke arahnya lagi-lagi menelan saliva.
Diah kemudian duduk di samping ranjang. Kruk... kruk...
Abim terkekeh mendengar suara perut Diah. "Kamu lapar... ganti baju dulu gih..., aku pesan makanan dulu."
Diah mengangguk lalu menuju lemari, mengganti pakaian yang sering ia pakai.
Lalu Abim pesan makanan online.
"Mas... setelah ini... kita ada bulan madu nggak?" tanya Diah merebahkan kepala di pangkuan Abim mereka duduk di kursi sofa menunggu pesanan datang.
"Aku mengumpulkan uang dulu ya sayang... " ucapnya. Jujur tabungan Abim habis untuk biaya pernikahan.
"Ngumpulkan uang?" Diah mendadak bangun dari pangkuan Ambim. Menatapnya kecewa.
"Iya Diah... semua aset aku di sita Papa. Papa ingin aku mandiri." Abim beralasan.
"Ada sih... tabungan deposito aku, tapi cairnya enam bulan lagi. Itu pun rencana akan aku gunakan untuk membuka usaha sendiri."
"Usaha sendiri? terus usaha papa kamu untuk apa?" Diah terkejut yang ia tahu mertuanya orang kaya, lalu mengapa membiarkan anaknya kebelangsak.
"Kan sudah aku bilang, papa ingin aku mandiri." pungkas Abim. Tidak ingin menceritakan kepada Diah bahwa papa mencabut semua fasilitas karena menikahi dirinya.
Tidak lama kemudian pesanan makanan datang mereka makan bersama.
Selesai makan, Diah membiarkan bekas plastik berserakan di atas meja. Lalu kembali duduk di kursi. Ia ingat penuturan Abim bahwa semua fasilitas di cabut mertua. Artinya Abim akan memulai dari nol. Diah merasa kesal.
Sementara Abim menatap istri yang baru sah sehari ini. Hanya menggelengkan kepala. Abim heran mana ada seorang istri selesai makan lalu pergi begitu saja. Tetapi ya sudahlah... hanya membereskan meja makan toh, tidak berat.
Abim membuang sampah pada tempatnya. Mengelap meja kaca hingga bersih.
Abim kemudian ke wastafel mencuti tangan. Selesai makan terasa ada yang kurang, jika belum membuat kopi.
Abim lantas membuka kitchen set mencari kopi, setelah menemukan yang dicari. Ia menyalakan kompor memasak air seperlunya lalu menyeduh kopi.
"Tak" Abim meletakkan gelas kopi di atas meja. Lalu duduk di samping Diah. Yang sedang senyum-senyum menatap layar handphone.
"Chat siapa sih? seneng banget" Abim menarik tangan Diah.
"Teman kampus dulu." Diah menjawab tanpa menatap Abim.
"Oh" Abim tidak bertanya lagi. Ia menyeruput sedikit kopi. Keduanya saling diam hingga waktu jam 10 malam.
"Ya Allah... sudah jam 10 Diah... kita belum shalat isya. Sholat dulu yuk." Abim mendadak berdiri.
"Mas saja yang shalat" ucapnya enteng.
Lagi-lagi Abim dibuat terperangah baru sehari menikahi Diah sudah tiga kali di kecewakan.
"Ya sudah... kita ke kamar saja" Abim menarik pelan tangan Diah.
Abim lalu Ambil air wudhu menjalankan shalat hanya sendiri, impian mengimami istri, selama ini pun gagal. Jika dirumah bersama keluarga Abim tidak pernah terlambat menjalankan shalat jika bukan karena sesuatu yang tidak bisa ditunda.
*******
Malam semakin larut, kedua pasangan itupun melakukan malam pertama. *******, lenguhan, rintihan, dari mulut Diah, seperti musik terdengar syahdu ditengah malam yang sunyi.
Abim menjelajahi tubuh indah yang polos tanpa sehelai kain di tubuh Diah. Sebagai seorang pria dewasa tentu Abim mengetahui tempat-tempat sensitif Diah, walaupun Abim baru melakukan ini yang pertama kali. Inilah yang di tunggu-tunggu Abim melakukan hubungan intim yang halal.
Tibalah saat terakhir yang di tunggu-tunggu Abim berbisik. "Boleh ya" dan hanya di angguki oleh Diah.
Abim membuka pintu bersegel milik Diah menurut Abim. Namun kekecewaan abim membuncah tatkala pintu itu sudah di bobol orang sebelumya.
Tidak merasakan sensasi malam pertama seperti yang pernah Abim baca di buku-buku atau artikel-artikel.
Tidak ada, kesakitan bagi Diah dimalam pertama, sudah seperti biasa melakukan itu. Tidak ada noda darah di atas sepray.
Abim menutup tubuh Diah yang polos dengan selimut, karena Diah sudah tidur pulas.
Dengan tertatih-tatih Abim jalan ke kamar mandi. Mengguyur tumbuhnya, dengan air shower. "Tidaaakk... ini hanya mimpi Diah masih suci, belum ada yang menyentuh." Rancauanya. Ia menepis keraguanya sendiri.
Bukan masalah Janda atau perawan bagi Abim. Jika sudah mengetahui sejak awal bahwa ia menikahi seorang Janda, tidak akan menjadi masalah. Tetapi gadis yang ia bela mati-matian telah mengkhianati dirinya.
Abim menyudahi mandinya waktu tepat dini hari. Ia keluar dari kamar mandi memandangi Diah yang tidur mendengkur tanpa dosa.
Setelah berganti pakaian Abim merebahkan tubuhnya di sofa, menutup matanya dengan satu lengan. Ia mengingat semua nasehat Mama Sahina sebelum menikahi Diah.
"Anakku Abim... kamu sekarang sudah dewasa nak, dari kecil saat, masih TK, SD, SMP, hingga SMA, tidak pernah sekalipun membantah perkataan Mama, maupun Papa.
Tetapi... setelah kamu mengenal Diah, seolah kamu lupa, siapa Mama, siapa Papa."
Semoga kamu mendapatkan kebahagiaan dengan Diah nak. Walaupun Mama, Papa tidak merestui mu untuk menikahi Diah. Jika memang kamu bahagia, Mama juga merasakan.)
Abim menitikkan air mata. "Maafkan Abim Mama... hu huuu...😢😢😢.
******
Assalamualaikum reader. Selamat hari raya idul fitri mohon maaf lahir dan batin. 🤝
Budhe menulis kisah Abim tentang istri pilihanya sendiri. Mempermasalahkan tentang kesucian istrinya yang baru dinikahi dan digauli semalam.
Tetapi budhe menulis hanya keluar begitu saja, dari imajinasi. Mohon maaf jika ada kesamaan cerita ini hanya fiktif.
Semoga bisa di petik hikmahnya. Tidak semua yang pahit itu beracun. Kadang orang menilai dari luarnya saja, belum tahu isi didalamnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 106 Episodes
Comments
Buna_Qaya
nyesel kan ,coba sama melati
2022-07-13
0
mom mimu
semangat kak 💪🏻💪🏻💪🏻 masih nyicil ya...
2022-07-11
0
Lady Meilina (Ig:lady_meilina)
duh nyesek, dpt ampas 😥
2022-06-19
0