Malam dilewati Abim dengan penuh rasa kecewa. Matanya sulit untuk terpejam, hingga malam berganti pagi.
Selesai mandi dia hanya memakai kaos seadanya, sepertinya sudah bekas pakai yang ia ambil dari lemari. Mungkin, ini pakaian milik Adit. Sebab, rumah ini miliknya. Belum ada satu pakaian pun yang Abim bawa kesini.
Jam menunjukkan pukul setengah tujuh pagi, Diah masih tertidur pulas. Abim tidak berniat membangunkan istrinya itu. Nanti malam baru akan menuntut kejujuran dari istrinya siapa yang sudah mengambil mahkotanya.
Abim menarik napas panjang. Sudah hampir jam tujuh, kenapa istrinya belum mandi wajib. Diah tidak tahu, atau memang pura-pura tidak tahu?
Abim berdecak kesal, lalu menuruni tangga.
Abim memesan ojek, menunggu beberapa menit, lalu pergi menuju rumah Papa.
******
Sampai dirumah papa, Abim mendorong pintu, ternyata tidak dikunci. "Eh Aden, Non Diah mana?" tanya bibi yang sedang menyiapkan sarapan pagi. Pasalnya, majikanya datang hanya sendiri.
"Tidak ikut Bi, Papa sama Mama kemana?" Abim balik bertanya.
"Beliau mandi Den." jawab Bibi sambil berlàlu ke dapur.
Abim pun menapaki anak tangga, ia berniat ganti pakaian lebih baik berangkat kerja, daripada diam dirumah kepalanya pusing.
Bruk"
"Kakak"
"Loe"
Abim dan Intan bertabrakan, ketika Abim memijak tangga terakhir, Intan yang sudah rapi keluar dari kamar. Keduanya pun jatuh. Syukurnya tidak tergelincir ke bawah.
"Ih! kakak kenapa sih... jalan meleng?" Intan mlengos kesal sambil mengusap-usap lutunya.
"Loe tuh yang meleng!" Abim mengusap sikutnya yang membentur daun pintu. Keduanya, masih meringis menahan sakit, duduk didepan pintu kamar.
"Eh kakak, kenapa kesini? kak Diah kemana?" tanya Intan heran, masa pengantin baru yang seharusnya sedang hangat-hangatnya malah kesini.
"Nggak ikut." sahut Abim pendek, lalu berdiri masuk kekamar.
"Kakak, tunggu!" Intan mengejarnya, ikut masuk.
"Loe mau ngapain ikut kesini Tan? gw mau ganti baju, dodol!"
Abim menoyor kepala adiknya, memang biasa begitu jika bertemu. Tetapi mereka saling menyayangi.
"Kak, ceritain dong? bagaimana sikap Diah, terhadap kakak?" cecar Intan. Intan hanya ingin tahu saja bagaimana sikap Diah jika dengan kakaknya. Sebab, Diah dengan Intan seperti Kucing dengan Anjing tiap kali bertemu.
"Memang ada apa gitu?" tanya Abim dahinya berkerut.
"Pasti Kak Abim, kecewa kan sama Diah? ngaku!" todong Intan.
"Kepo loe, loe keluar sana! gw mau ganti baju." Abim berjalan menuju lemari.
Intan pun diam menatap punggung Abim, Intan berpikir pasti dihari pernikahanya. Kakaknya itu sudah ada masalah dilihat dari wajah Abim yang terlihat tidak ceria seperti biasa.
"Cepat keluar Tan, gw mau ganti baju!" suara Abim naik satu oktap membuat Intan terkejut.
"Iya, iya" Intan ngacir meninggalkan kakaknya langsung bergabung dengan papa dan mama hendak sarapan pagi.
"Tan, kata Bibi kakakmu kesini, mana Abim?" tanya mama Sahina yang sudah duduk di meja makan bersama papa.
"Masih salin baju Ma, lihat Ma, tadi masa kak Abim menabrak Intan" Intan menaikan baju gamisnya keatas.
"Kalian ini kaya di sinetron saling tabrak- tabrakan." Papa berseloroh lalu menyeruput susu untuk kesehatan tulang.
"Pa, Papa merasa aneh nggak? kenapa ya, Abim kesini, mana sendirian lagi,"
"Paling ambil motornya Ma"
Mama terlihat resah seraya menoleh tangga. Abim belum juga turun. mama tidak yakin dengan jawaban papa. Dimana-mana pengantin baru biasanya lebih senang di rumah apapun alasannya.
"Paling ambil pakaian Ma, dia tidak punya ganti kali?" sambung papa dari tadi, menyahut santai.
"Iya Ma, tidak usah risau, kakak itu sudah dewasa, sudah berkeluarga sekarang." Intan menenangkan Mama. Padahal dia sendiripun berpikiran sama.
Di tengah perbincangan terdengar suara sepatu. Semua menoleh kearah tangga. Abim sudah rapi mengenakan kemeja, dasi dan celana bahan.
"Bim, kamu sudah mau kerja? bukankah kamu masih cuti?" tanya Mama semakin terkejut.
"Daripada dirumah mau apa Ma" sahutnya lemah.
Mama tidak mau tanya lagi, papa pun masih mendiamkan anaknya. Dimeja makan terasa sunyi, hanya terdengar dentingan sendok.
Mama sesekali menatap Abim yang tampak tidak berselera untuk makan, hanya menyuap sedikit-sedikit.
"Bertengkar kamu sama istrimu?" tanya papa Wahid pada akhirnya setelah selesai sarapan. l
Rupanya dari tadi walaupun diam Papa memperhatikan anaknya.
"Tidak Pa, hehehe... masa bertengkar," Abim tertawa hambar.
"Mau berangkat bareng," ucap papa sambil mengencangkan dasi.
"Ngga Pa, Abim kesini tadi mau sekalian ambil motor."
"Daripada tinggal sama mertua, kamu merasa tidak nyaman, istrimu diajak tinggal disini saja Bim." mama Sahina yang baru keluar memberi saran anaknya.
Mama berniat mengajari menantunya itu untuk bersikap lebih baik kedepanya.
"Iya Ma, Abim mau kontrak rumah saja, biar kami mandiri, tapi kalau terpaksa belum dapat Abim tinggal di sini untuk sementara waktu." alasan Abim masuk akal. Mama hanya mengiyakan saja.
Mama Sahina berangkat bersama Papa kekampus. Intan mengendarai motor ke butik, saat ini Intan yang mengelola.
Abim mengendarai sepeda motor menuju PT Primajaya. Ia masih bekerja dikantor pak Johan sahabat papanya. Sebagai karyawan biasa gajinya tidak terlalu besar.
Dulu sebelum Abim ada masalah dengan orang tuanya. Papa selalu meminta agar Abim mengambil alih memimpin Garmen. Tetapi Abim, masih belum siap.
Tetapi saat ini jangankan ditawari, uang jatah bulanan dari Papa pun hangus karena di tarik.
******
Jam sepuluh pagi Diah membuka mata, tangannya meraba-raba ranjang di sebelah. Merasa kosong Diah bangun, duduk mengamati tubuhnya yang polos, ia tersenyum mengingat pergulatan dengan suaminya tadi malam.
Diah membuka selimut lalu kekamar mandi. Dua puluh menit kemudian, ia sudah keluar. Diah menggosok-gosok rambut basahnya hingga tidak menetes lagi sambil mematut diri didepan kaca.
Setelah ganti pakaian, Diah mencari suaminya di bawah meninggalkan kamar yang masih berantakan. Sampai dibawah, sepi. "Mas Abim kemana sih? gumamnya.
Diah membuka handphone mencari nomer yang bertuliskan. Ayang. Berkali-kali menghubungi Abim namun tidak diangkat.
"Mas... angkat dong," ia bicara sendiri. Bosan telepon Diah menulis pesan.
Mas Abimanyu, kamu kemana sih? masa aku di tinggal sendiri. Aku lapar nih.
Satu menit dua menit hingga mendekati makan siang, Abim tidak membaca pesannya.
Diah kesal menghentak-hentakan kakinya. Lalu ambil uang lima ribu yang tergeletak diatas gesfer biasanya ibu Reny memang selalu menyimpan di tempat itu.
Ia membuka pintu berjalan kaki keluar rumah, mencari warung terdekat membeli sebungkus mie instan, dan satu butir telur.
Dengan cepat karena perutnya sudah terasa keroncongan, sambil menenteng kantong plastik hitam ia kembali pulang.
Cklak.
Kompor menyala yang sudah diisi dengan air lalu menggodok mie tersebut. Setelah matang menuangnya kedalam mangkok.
Diah duduk didepan televisi menyuap mie yang masih ngebul, sambil meniup-niup agar mengurangi rasa panas, setelah menjepret mie dalam mangkok lalu mengirimkan kepada suaminya.
******
Abim yang sedang dikantin memesan makan siang, membuka handphone membaca chat dari istrinya tidak berniat membalasnya. Abim kini meratapi nasipnya menjadi pengantin nelangsa.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 106 Episodes
Comments
Amelia Harianja
rasakan
2023-05-15
0
mom mimu
penyesalan memang selalu datang di akhir bim... semangat 💪🏻
2022-07-13
0
Buna_Qaya
kapok gak tuh
2022-07-13
0