Dari dalam kelas Asma berjalan keluar sambil membawa beberapa tumpukan buku. Itulah tugas yang harus di kumpulkan dan di serahkan kepada Yusuf.
Asma mendapatkan tugas untuk mengantarkannya selaku ketua kelas.
Tok, tok, tok.
"Assalamualaikum," ucap Asma setelah mengetuk pintu.
"Masuk," ujar salah seorang guru.
"Asma mau ketemu siapa?"
"Ini Bu, mau mengantarkan tugas pada pak Yusuf."
"Masuk saja, ruangannya ada paling ujung."
"Makasih Bu." Asma pun menunduk hormat lalu pergi ke ruangan Yusuf.
Sesampainya di ruangan Yusuf Asma meletakkan buku-buku itu di atas mejanya. Yusuf melirik sekilas ingin tahu siapa yang meletakkan buku itu.
Sedangkan Asma, hanya berkata datar jika tugas kelasnya sudah selesai. Tiba-tiba Yusuf teringat pertanyaan Asma tadi, membuatnya ingin bertanya.
Di simpannya buku yang sedang ia baca, lalu menghentikan langkah Asma yang baru saja ingin pergi keluar.
"Tunggu sebentar," tahan Yusuf. Sedetik tubuh Asma berbalik menghadapnya.
"Kadang harapan tidak sesuai kenyataan. Jika kamu tersakiti karena calon imammu tidak memilihmu karena hasil sholat istikhoroh nya jangan sedih. Mungkin Allah sudah siapkan jodoh yang lebih baik untukmu."
"Tahu apa bapak tentang jodoh? Apa bapak sudah pernah alami?" ketus Asma.
"Saya tidak pernah melakukannya. Tapi …."
"Jangan so memberi saran ya Pak. Kaya sudah pernah saja. Coba Bapak rasakan saat bapak mencintai seorang wanita dan ingin mengkhitbahnya lalu saat sholat istikhoroh ternyata jodoh bapak bukanlah wanita itu. Sedangkan Bapak sudah mengharapkannya apa yang akan di rasakan? Hati Bapak akan sakit dan kecewa."
Dengan panjang lebar Asma berkata, membuat Yusuf diam melongo. Entah kenapa Asma selalu kesal saat melihat Yusuf, mungkinkah karena pendidikan yang sama membuat Asma teringat Adam.
Asma pun melangkah pergi karena tidak ingin berlama-lama berhadapan dengan Yusuf. Namun, Yusuf kembali menghentikan langkahnya.
"Tunggu sebentar," ujarnya. Asma pun berbalik dengan kesal.
"Apalagi Ba …."
"Stop!" tegas Yusuf menghentikan ucapan Asma.
Sedetik Asma terbelalak saat Yusuf berkata dengan tegas.
"Panggil saya Ustadz, bapak terlalu tua bagi saya."
"Baru kali ini ada seorang guru yang menawar," gerutu Asma dalam hati.
"Memang Bapak sudah tua bukan?"
"Kamu tidak lihat saya masih muda, sudah cepat kembali ke kelas."
Tangan Asma sudah sangat panas ingin meninju wajah sang guru. Namun itu hanya dalam hatinya saja, karena tidak mungkin Asma melakukan itu.
Yusuf kembali membaca bukunya bersikap acuh pada sang murid yang ada di hadapannya. Asma pun melangkah pergi meninggalkan ruangan itu dengan kesal.
Di saat Yusuf sedang fokus memeriksa tugas muridnya tiba-tiba ponselnya berdering menandakan ada panggilan masuk. Saat di lihat ternyata sang ibu telah menghubunginya.
Di usapnya ikon hijau itu ke atas, panggilan pun tersambung, ponsel itu segera ia dekatkan pada telinganya.
"Assalamualaikum Ma?" sapanya.
"Waalaikumsalam Suf, sudah selesai ngajarnya? Kapan kamu pulang?"
"Sebentar lagi Ma, ini sedang periksa tugas anak-anak dulu."
"Cepat pulang ya Suf, kita jenguk Hawa di pondok. Kamu juga tidak sabar 'kan ketemu adikmu."
"Iya Ma. Tunggu setengah jam lagi aku pulang."
"Iya, hati-hati di jalannya jangan buru-buru."
"Iya Ma. Sudah dulu ya Ma, Yusuf mau selesain ini dulu."
"Ya sudah Mama tunggu. Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam." Sambungan telepon pun di akhiri dengan salam.
Yusuf segera mempercepat memberikan nilai pada tugas murid-muridnya.
*****
Pondok Pesantren An-nur
Di sebuah asrama Hawa, sedang merebahkan tubuhnya. Sesekali matanya ia tutup lalu di buka. Bibirnya terus kumat-kamit seperti sedang membacakan sesuatu.
Namun, ternyata Hawa sedang menghapal surah yang akan ia setorkan pada Adam. Berbeda dengan hari-hari sebelumnya, yang selalu santai dan tidak khusu. Tapi kini Hawa begitu khusu karena surah yang harus di hapalkan sebanyak 20 ayat. Dan Hawa harus mengulanginya dari awal.
"Lahumma pi …," ucap Hawa terhenti karena lupa dengan kalimat selanjutnya.
Segera dirinya kembali membuka halaman Qur-an yang berbunyi ayat tersebut. Berbeda dengan Hawa yang sedang sibuk, teman-teman satu kamarnya sedang tertidur.
"Enak banget mereka tidur. Lah aku, malah harus menghapal. Kesel banget tuh Ustadz, gak kira-kira apa minta 20 ayat." Kesal Hawa seraya melipat kedua tangannya di bawah dada.
Hawa berpikir bagaimana caranya agar bisa menghapal dengan cepat. Menulis salinan lagi? Itu tidak mungki nanti Adam tahu, karena Hawa pernah menulis contekan di tangannya.
Tiba-tiba Hawa teringat, pada seorang bocah kecil, salah satu santri di sini yang pernah di puji Adam karen kepintarannya. Di usianya yang masih 7 tahun sudah menghapal 30 Juz.
Hawa pun penasaran apa benar bocah kecil itu hapal 30 Juz. Karena rasa penasarannya akhirnya Hawa pergi menemui bocah itu.
Sudah hampir 30 menit dirinya berkeliling asrama putri. Namun tidak sama sekali menemukan bocah itu. Hingga saat Hawa mencari ke taman, halaman pondok yang luas di lengkapi dengan penuh bunga-bunga.
Bocah itu sedang bermain dengan santri lainnya. Dengan segera Hawa menghampiri.
"Hai?" kata Hawa seraya melambaikan tangan pada bocah itu.
"Assalamualaikum, kak." seru bocah itu protes, karena Hawa tidak mengucapkan salam
"Ya, Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam," jawab bocah tersebut.
"Nama siapa"
"Amira, kak."
"Oh Amira. Duduk di sana yuk!" tunjuk Hawa pada sebuah Kursi.
Amira pun melirik kursi itu, lalu bertanya untuk apa?. Bocah itu tidak dengan mudahnya di ajak pergi dengan siapa. Karena tidak mau di ajak duduk di kursi yang Hawa tunjukan.
Terpaksa Hawa mengatakan tujuannya langsung. Bertanya pada Amira, apa benar dirinya sudah menghapal 30 Juz, karena Hawa ragu jika Adam berbohong.
Dan Hawa pun bertanya bagaimana cara dirinya menghapal.
"Kakak tahu dari mana aku sudah hapal 30 Juz?"
"Dari Ustadz Adam, apa kamu benar sudah menghapalnya?"
"Jika itu kata Ustadz Adam, berarti benar kakak meragukan kata-katanya? Ustadz Adamlah panutanku, aku menghapal 30 Juz karena ingin seperti Ustadz Adam, pergi sekolah ke negri yang jauh, negrinya para nabi."
"Kakak tahu tidak ada berapa nabi yang di muliakan Allah SWT?
Sontak mata Hawa membulat sempurna. Dirinya yang bertanya kenapa malah bocah itu yang bertanya. Gengsilah jika tidak bisa menjawab.
"Jangan pikir kakak tidak tahu, nama nabi yang di muliakan Allah itu ada 25 nabi," jawab Hawa dengan bangga.
"Ya, masa kakak lupa itu pelajaran madrasah anak SD juga hapal." Seketika nyali Hawa menciut saat di rendahkan oleh anak 7 tahun.
"Sombong banget sih ini bocah," batin Hawa.
"Sudahlah jangan bahas nabi lagi. Sekarang kakak mau tanya bagaimana caranya kamu menghapal dengan cepat? Sebab kakak selalu lupa."
"Aku mendapat saran dari guruku. Beliau pernah berkata 'Menghapal itu tidak perlu di bulak-balik. Cukup baca 7 kali berulang-ulang setelah itu tutup halamannya dan cobalah di baca lagi dengan cara di hapal' Insya Allah bacaan yang kita hapal akan kita ingat di hati dan di pikiran kita."
"Sama, aku juga melakukan hal yang sama."
"Kapan kakak menghapalnya?"
"Baru saja."
"Coba kakak hapal pada waktu tengah malam, tepatnya setelah sholat tahajud sebelum subuh. Karena pada waktu tersebut pikiran kita kembali tenang, dan bersih. Akan sangat mudah bacaan yang kita hapal untuk di ingat," jelas bocah itu Hawa hanya diam merasa di nasehati oleh anak kecil.
"Masa adikku ini kalah sama anak kecil." Tiba-tiba sebuah suara mengejutkan Hawa.
******
Ayo di sini ada yang pernah ngalamin gak seperti Hawa? Apalagi saat menghapal soal-soal ujian. Ayo siapa?
Bisa di coba nih sahabatku, saran dari Amira.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 88 Episodes
Comments
Yuli Purwa
kak Yusuf 🥰🥰🥰🥰🥰
2023-05-23
1