Disaat para santri sedang melakukan piket, Hawa, yang saat itu bertugas menyapu halaman mencari kesempatan untuk mencari celah agar bisa pergi dari tempat itu. Kedua tangannya sibuk memegang sapu lidi dan serok, sedangkan kedua matanya menatap setiap sudut pekarangan pondok.
Senyum licik Hawa, terpancar saat melihat sebuah tembok pagar yang tingginya sekitar 1,5 meter. Pagar yang tak begitu tinggi. Hawa, pun berencana akan keluar dari sana apalagi saat melihat lingkungan pesantren yang cukup sepi, dan semua santri sedang fokus melakukan piketnya.
"Ini saatnya gue kabur, bodo amat ah sama bokap, disini juga gue di jadiin babu, masa harus nyapu-nyapu kaya gini," ketus Hawa, yang siap beraksi.
Hawa, pun melihat keadaan sekitar, setelah terlihat aman, Hawa mulai melancarkan aksinya. Di mulai dari menyingkap gamisnya mengikatnya di atas pinggang, beruntung hawa memakai celana panjang hitam di dalamnya atau biasa di sebut lejing. Lalu, Hawa mengikat kerudungnya kebelakang, biar tidak terlalu panjang. Setelah selesai Hawa, mulai memanjat dengan menaiki batang pohon jambu yang kebetulan tumbuh dekat pagar, hingga Hawa, pun bisa sampai di atas pagar.
Bukan untuk pertama kalinya Hawa, melakukan tindakan tersebut. Hawa, sudah ahli dalam manjat memanjat karena sering melakukannya dengan Sherly dan Mira, saat kabur dari sekolah. Jadi bagi Hawa, itu hal yang mudah.
Hawa, pun tersenyum licik saat melihat jalanan di bawahnya. Hingga saat akan meloncat tiba-tiba kaki Hawa, terpleset hingga membuatnya terjatuh.
"Akh, sakitnya!" Hawa, mengusap-ngusap bagian sikut tangannya yang sakit karena terbentur aspal.
"Aduh, gara-gara baju panjang ini nih, gue jadi terpleset," gerutu Hawa, karena saat itu Hawa, menginjak bagian gamisnya yang panjang.
Dari ujung sana terlihat sebuah taksi dengan plat nomor B melaju ke arahnya. Tiba-tiba taksi itu pun berhenti, tak lama kemudian turunlah seorang pemuda berparas tampan, manis, kalem, dan tinggi berjalan ke arah Hawa, yang masih terduduk di atas aspal.
Pemuda itu pun mendekat dan berdiri di depannya.
"Assalamualaikum, maaf apa ukhti baik-baik saja?"
Mendengar suara seseorang yang bertanya padanya Hawa, pun langsung mendongak melihat siapa yang baru saja bertanya padanya. Namun, bukannya Hawa, menjawab Hawa, malah terdiam terkesima melihat pemuda tampan di depannya. Bahkan artis bollywood pun kalah menurutnya.
"Ukhti?" Pemuda itu kembali berkata, membuat Hawa, sadar dari lamunannya.
"Ah iya, ada apa?" jawab Hawa.
'Kelihatannya dia santri sini' batin pemuda itu, yang melihat pakaian Hawa, juga berada di lingkungan pesantren.
"Maaf, apa anda anda baik-baik saja? Tangannya terluka?"
'Aduh, gimana nih, gak mungkin juga gue bilang mau kabur, kalau ternyata dia anak santri juga gimana' batin Hawa yang takut jika ada yang melaporkan kelakuannya.
"Ah, ini. Saya tadi jatuh, terpeleset. Tadi saat membersihkan itu pohon itu," tunjuk Hawa, pada pohon jambu yang ada di dalam pesantren.
"Jangan lupa obati lukanya biar tidak infeksi. Lebih baik kamu segera masuk karena sebentar lagi jadwal kelas," ujsr pemuda itu seraya menatap arlojinya.
"Ah, iya," jawab Hawa, lalu bangun dan berdiri. Setelahnya Hawa, pun berlari memasuki pesantren lewat gerbang depan.
Pemuda itu pun kembali ke mobil taksinya, untuk mengambil koper dan tas ranselnya. Setelahnya pemuda itu memberikan selembaran uang kepada supir taksi, lalu melangkah berjalan memasuki pondok pesantren An-nur.
Di depan gerbang pemuda itu cukup lama berdiri menatap bangunan pondok di depannya. Saat itu keadaan pondok begitu sepi karena semua santri sudah memasuki kelas untuk mengikuti belajar mengajar di pondok itu.
"Tidak ada yang berubah," ucap pemuda itu yang mengulum senyum. lalu melangkah memasuki pondok lebih dalam hingga sampai di pelataran rumah kiyai Abdullah, pemilik pondok pesantren An-nur.
"Assalamualaikum" ucap pemuda itu.
"Waalaikumsalam." jawab Ummi khodijah. Dari dalam rumah.
Mata ummi terbelalak hingga berkaca-kaca. Rasa haru dan bahagia menjadi satu saat melihat senyum seorang pemuda yang selama ini ia rindukan.
"Adam," panggil Ummi penuh haru.
"Apa kabar Ummi," Adam pun mencium tangan ummi khodijah, sosok ibu yang sangat ia rindukan.
"Alhamdulillah, ummi baik. Bagaimana kabarmu Nak, sehat?"
"Alhamdulillah sehat Ummi."
"Ummi, sangat merindukan kamu Nak, kenapa kamu tidak bilang pulang sekarang biar Ummi dan Aby jemput."
"Adam, ingin beri Ummi kejutan," jawab Adam dengan senyuman.
"Ayo masuk, pasti kamu capek ya! Bagaimana belajarmu disana Nak?"
Ummi khodijah, langsung membawa Adam, untuk duduk di sofa, namun mulutnya tidak pernah berhenti melontarkan pertanyaan kepada anaknya itu.
Muhammad Adam Alfatih, itulah nama lengkapnya. Empat tahun Adam, menempuh pendidikan di kairo, membuat sang ibu kehilangan sosok putranya selama itu.
Tak hanya sang ibu yang merasa kehilangan Adam, semua santri pun ikut kehilangan apalagi santri putri yang banyak mengagumi Adam. Ketampanan, kepintaran, keramahan, dan juga soleh membuat para kaum Hawa, mendambakannya sebagai calon imam mereka.
"Ummi Aby dimana?"
"Aby, sedang menggantikan, ustad Soleh, mengajar karena hari ini ustad Soleh, tidak bisa hadir karena sakit," jelas ummi, sersya meletakan satu cangkir teh untuk Adam.
"Aby, masih suka mengajar Ummi?"
"Tidak tiap hari, hanya menggantikan saja karena Aby, juga tidak sesehat dulu, dan yak semuda dulu. Malah Ummi berharap, setelah ini kamu tidak akan pergi lagi, gantikan Aby, mengajar jika ada seorang ustad yang berhalangan."
"Insya Allah Ummi."
****
Kabar kedatangan Adam, pun sudah di ketahui para santri. Membuat santri heboh terutama santri putri, yang begitu mengagumi sosok Adam.
Diantara santri putri, ada satu santri yang sangat memyukainya. Dia begitu merindukan dan juga menantikan hari kepulangan Adam, dari kairo. Sebab, ada sesuatu yang membuatnya menunggu..
"Asma,Asma," terisk Aminah, memanggil Asma, dengan suara yang begitu lantang.
"Astagfirullah, Minah, jaga sikapmu jamgan berteriak seperti itu," ujar Asma, saat Minah, datang ke kelasnya beruntung saat itu tidak ada mata pelajaran yang sedang berlangsung.
"Asma, mas Adam," ucap Minah, dengan nafas yang tersengal-sengal.
"Duduk dulu, Minah. Ada apa? Bicara pelan-pelan saja." Minah, pun duduk di bangku kosong yang berhadapan dengan Hawa.
"Mas Adam, sudah pulang. Tadi Minah, lihat Mas Adam, ada di rumah pak kiyai."
"Apa benar Minah?" Minah pun mengangguk sebagai jawaban.
'Ya Allah, Mas sekian lama aku menunggu, akhirnya kamu pulang juga Mas' batin Asma.
Senyum Asma, pun mengembang, rasanya sudah tak sabar ingin segera bertemu dengan Adam, walau pun tidak bisa bertemu langsung dan hanya bisa mendengar suaranya saja. Karena seorang muslim wanita dan lelaki tidak boleh bertemu, apalagi saling pandang sangat lama karena itu bukan mahrom.
Dan jika pun bertemu, harus ada keluarga yang menemani, dilarang untuk berduaan, dengan yang bukan mahrom.
Asma dan Adam memang di jodohkan, tetapi Adam, belum memberikan jawaban. Asma menyukai Adam, semenjak dirinya awal masuk pondok. Keinginannya itu ia utarakan kepada sang ayah. Mendengar putrinya menaruh hati pada seorang pria pemilik pondok sang ayah langsung mengutarakan niatnya kepada kiyai Abdullah, untuk menjodohkan mereka.
Namun kiyai Abdullah, tidak bisa memberi jawaban karena bagaimana pun keputusan ada pada Adam putranya. Yang saat itu sedang menempuh pendidikan di kairo.
...----------------...
Assalamualaikum readers, semoga kalian suka dengan ceritanya. Terima kasih sudah menyempatkan untuk mampir baca 'Kisah kasih Anak Santri' Jangan lupa untuk klik Favoritnya ya🙏. Maaf jika masih ada typo, dan kata juga tulisannya yang belum baik dan sebagus novel yang lain.
Jangan sungkan-sungkan memberi komentar dan sarannya ya 🤗.
Salam Dini_Ra
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 88 Episodes
Comments
Qaisaa Nazarudin
Wah wah cewek yg melamar cowok,,😅😅
2023-03-28
0
Qaisaa Nazarudin
🤣🤣🤣🤣 Ngapain pohon di bersihin cobak😂😂😜😜
2023-03-28
0
Qaisaa Nazarudin
Astaga,, Kayak anak SMA yg suka nolos skolah manjat tembok🤣🤣Tapi ini pake gamis dan kerudunh ckck🤦🏻♀️🤦🏻♀️
2023-03-28
0