"Ih! Nyebelin. Dasar ustadz rese."
Hawa, terus menggerutu sepanjang jalan. Dari mulai keluar kelas hingga masuk asrama putri. Mulutnya terus bersungut-sungut namun tetap menghapus tulisan yang ada ditangannya.
"Aneh deh! Itu cowok tahu saja kebohongan gue. Mau kabur ketahuan terus. Kalau gini caranya mana bisa gue pergi. Kayanya tuh ustad punya mata batin, atau bisa membaca pikiran orang lain. Itu sebabnya dia tahu aku nyontek. Ish … nyebelin banget deh."
Dengan bibir mencebik, tubuhnya terlentang di hamparan kasur yang cukup empuk, karena dibandingkan di rumahnya sangat berbeda.
Hawa, masih belum terbiasa dengan kehidupannya di pondok ini. Kerudung syar'i yang menutupi rambutnya langsung dibuka, dan di lempar ke sembarang arah.
Mata belo itu langsung terpejam. Rambut hitam bergelombang dibiarkan terurai, kedua kaki ia lentangkan, bersamaan dengan sepasang tangan yang terbuka.
Para santri lain sedang bersiap-siap untuk sholat ashar, namun Hawa malah bersantai rebahan. Tiba-tiba suara deringan ponsel terdengar, membuat matanya mengerjap.
Pupil hitam di pertengahan mata coklat yang paling dalam, bergerak memutar menyapu setiap sudut ruangan. Dengan cepat tangannya mengambil ponsel di bawah bantalnya. Karena Hawa diam-diam menyembunyikan ponsel itu.
"Sherly!" ucapnya yang langsung membuka pesan dari sahabatnya itu.
[Wa, kamu kemana sih! Lama ngilang gak masuk sekolah, aku denger kamu pindah kok gak bilang? Sepi tahu gak ada lo]
Satu pesan dari Sherly, ia baca. Jempolnya mulai bergerak menari-nari di atas layar datar itu.
[Sorry Sher, gue gak pamit. Gue dipaksa yokap buat mondok. Dan sekarang gue ada di pesantren]
[Serius loh! Jadi lo gak akan balik lagi? Padahal gue mau ngajak lo besok, ada konser. Gue udah beli tiketnya juga VIP lagi.]
Hawa tertergun sejenak. Mengingat konser Hawa jadi ingin pergi dan nonton idolanya langsung. Mereka memang sering menonton konser musik, hingga bolos sekolah dan pulang malam.
Bahkan Hawa sempat di ajak merokok oleh teman-temannya. Namun ia tolak karena tidak terbiasa atau takut ketahuan ayahnya. Karena asap rokok itu sangat khas dan akan tercium juga.
[Mau sih nonton. Tapi gue gak bisa pergi penjagaan di sini sangat ketat. Dan gak ada kendaraan juga untuk ke sana.]
[Lo kirim saja alamatnya. Nanti gue jemput. Masa lo gak berani, biasa juga lo kabur-kaburan dari yokap dan bokap lo. Asal lo tahu, Gio akan datang katanya sih, dia mau ngajak lo.]
"Gio," gumam Hawa.
Gio, adalah cowok yang Hawa suka. Cowok populer di sekolah, tinggi, tampan anak basket pula. Namun rasa sukanya tertahan, karena Gio sangat dingin padanya.
Gio, pun salah satu anak band. Pria yang berbakat. Dirinya sempat akan mengungkapkan isi hatinya namun semua terhalang karena kedua orangtuanya. Marwan selalu melarang Hawa untuk pergi bersama teman pria. Itu sebabnya Hawa selalu mengekang karena hidupnya tidak sebebas teman-teman yang lain.
Setelah lama berpikir Hawa, pun membalas pesan Sherly, jawabannya sangat mengejutkan dan menantang.
[Oke Sher, gue ikut. Gue sherlok ya. Besok lo bawa baju ganti buat gue, masa iya gue pakai gamis ke sana. Yang ada di ketawain nanti. Nama pesantrennya An-nur, tapi lo jangan di dekat gerbang ya lo tunggu jauh dari pondok pesantren nanti gue ke sana.]
[Oke. Soal baju nanti Mira yang bawa, kita couple.]
[Oke, sudah dulu ya. Bentar lagi sholat ashar nih]
[Lo kaya ustadzah saja Wa, biasanya juga lo kagak ingat sholat. Ya udah nanti malam gue jemput]
[Ya, pukul 9 malam. Biar para santri sudah tidur]
[Oke, bestiku]
Hawa langsung menyembunyikan ponsel itu kembali. Bersamaan dengan nafas yang berhembus. Suara adzan berkumandang memanggil para umatnya untuk menjalankan sholat ashar. Hijab yang di lempar Hawa, di pakainya kembali.
Seperangkat alat sholat ia bawa, lalu melangkah pergi meninggalkan kamarnya.
****
Malam sudah tiba, setelah selesai sholat isya Hawa, kembali menuju asrama bersama Aisyah dan Asiyah. Malam kedua santri itu merasa aneh karena Hawa, tidak bicara dan hanya diam.
Namun Hawa mengatakan jika dirinya hanya lelah, dan harus menghapal beberapa ayat surat al-baqoroh yang harus di setor besok pada Adam.
Tanpa mereka tahu Hawa, sedang mempersiapkan untuk kepergiaannya malam ini.
"Hawa belum tidur?" tanya Aisy yang sudah terlentang di atas tempat tidurnya.
"Belum, aku masih harus menghapal," jawab Hawa, yang berpura-pura membaca qur'an.
"Semangat ya, tapi jangan terlalu malam. Aku saranin mending kamu tidur, nanti lanjut saja setelah sholat tahajud. Biasanya menghapal yang cepat dalam waktu sepertiga malam." Aisyah memberi usul.
"Iya, deh. Bentar lagi aku tidur," ujar Hawa. Aisyah pun melanjutkan tidurnya.
Al-Quran yang sempat dibuka ia tutup. Di simpannya di atas lemari. Tangannya mulai mengambil ponsel dibawah bantal. Memastikan jika Sherly sudah mengirim pesan.
Hawa menuruni ranjang tidur, di tariknya selimut tipis untuk menutupi guling panjang di atas tempat tidur. Biar terlihat jika guling itu adalah dirinya.
Satu persatu teman kamarnya di lihat, di cek, apa sudah terlelap atau tidak. Setelah sudah memastikan mereka terlelap, Hawa bergegas pergi dengan cara mengendap-ngendap.
Setelah sampai di luar, dirinya memastikan jika tidak ada yang melihat atau pun para penjaga asrama berpatroli. Kakinya berlari ke arah taman menjauhi asrama putri.
Jarak pondok menuju gerbang cukup jauh. Harus melewati beberapa kelas juga melewati asrama laki-laki. Hawa, terus mengendap-ngendap seperti orang mencurigakan. Terkadang langkahnya berlari dan langsung bersembunyi saat ada orang yang melewati jalannya.
Seperti saat ini Hawa, menunduk di bawah tembok saat melihat dua santri masih berada di luar asrama.
Dan ternyata santri itu adalah Adam, yamg sedang mengecek para santrinya sudah tidur atau belum.
"Duh! Ngapain sih tuh ustadz ada terus. Belum tidur apa!" gerutu Hawa, yang bersembunyi di bawah tembok.
Merasa ada yang melewatinya Adam, memindai area pondok sesaat. Begitu pun dengan halaman sekitar yang cukup gelap.
"Kaya ada yang lewat siapa ya?" monolognya. "Ah, sudahlah. Mungkin perasaanku saja, ini sudah jam 10 mana mungkin masih ada santri yang berkeliaran, mereka pasti sudah pada tidur."
Adam, melanjutkan langkahnya menuju rumah Kiyai, yang jaraknya cukup jauh dari asrama santri. Hawa, bernafas lega saat Adam, sudah menjauh pergi. Kini giliran Hawa yang melanjutkan langkahnya menuju gerbang asrama.
*****
Sebuah mobil sedan terparkir di ujung pesantren. Kedua gadis muda turun dari mobil itu yang berpakaian tidak layak. Rok mini di atas lutut, serta kaos switer yang menutupi atas tubuhnya. Rambut diikat di atas kepala yang memanjang seperti ekor kuda.
Sherly dan Mira sudah berada di depan pesantren An-nur. Kini mereka masih menunggu kedatangan Hawa, sahabatnya.
Cukup lama mereka menunggu, seorang perempuan barpakaian Syar'i berlari dari ujung gerbang. Sherly, tertawa merasa aneh melihat penampilan temannya itu.
Mira, pun begitu syok, pakaian kuno yang menutupi tubuh temannya. Namun bagaimana cara Hawa lolos dan keluar. Bukan Hawa, namanya jika tidak pintar.
Manjat-memanjat adalah keahliannya. Jik pagar tinggi dirumahnya bisa ia panjat kenapa tidak dengan gerbang pesantren. Di saat para penjaga lengah Hawa, langsung beraksi.
Dengan nafas tersengal-sengal langkahnya terhenti di depan Sherly dan Mira.
"Kalian kenapa ketawain gue? Senang ya lihat nafas gue ngos-ngosan gini."
"Sumpah, gue gak bisa nahan tawa lihat pakaian lo ini, kuno." Kata Sherly yang terus tertawa.
"Rese loh! Mana sini pakaian gue."
"Mir, kasih bajunya," titah Sherly. Mira pun memberikan satu rok dan satu switer yang sama dengannya.
"Nih, pakaian yang cocok buat loh," ujar Mira.
Hawa langsung mengambilnya, saat tangan itu hendak membuka hijab, tiba-tiba …
"Hawa!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 88 Episodes
Comments
Tatik Roviani
nah Lo ketahuan sama Adam lu hawa 🤣🤣
2023-10-26
0
Yuli Purwa
Nah Lo,,, kamu ketauan 😅😅😅😅
2023-05-23
0
Sri Mulyati
Adam kah yang memanggil itu?
Semangat 💪💪💪 juga up nya Thorrr 😘😘😘😘😘😘😘😘
2022-12-10
0