Sepulang mengajar kiyai Abdullah meluangkan waktunya bersama Adam, putra semata wayangnya yang baru saja pulang dari kairo. Mereka berbincang, bercanda, melepaskan semua rasa rindunya.
Ummi memasak masakan kesukaan Adam, yang di bantu santriwati, setelah selesai semua masakan pun di hidangkan di atas meja makan. Bau aroma masakan begitu menggiurkan membuat perut Adam, keroncongan karena cacing dalam perutnya minta untuk segera di isi.
"Ini pasti Ummi, yang masak. Wanginya enggak berubah, pasti enak,"
"Kangen masakan ummi ya?" tanya Kiyai, Adam hanya menjawab dengan senyuman.
"Ayo, kita makan dulu sebelum sholat dzuhur."
"Iya Aby."
Kiyai Abdullah, merangkul Adam, menuju ruang makan. Sesampainya di ruang makan mereka pun makan siang bersama, Ada banyak hidangan di atas meja termasuk plecing kangkung, sayur asem, dan ikan nila goreng kesukaan Adam. Melihat, makanan kesukaannya Adam, pun tidak ingin menundanya lagi, satu sendok nasi putih ia tuangkan di atas piring lalu di campur dengan beberapa lauk dan sayuran.
"Alhamdulillah, meuni raos pisan Ummi ( Alhamdulillah, begitu nikmat ummi)"
"Masakan ummi mah paling enak,"
"Alhamdulillah, Ummi senang jika kalian suka dan menikmati masakannya," balas ummi saat mendapat pujian dari anak dan suaminya.
Setelah makan siang selesai, Adam dan Kiyai pergi ke mesjid untuk menjalankan sholat berjamaah dzuhur.
****
Hawa, masih merasa sakit di area sikutnya. Namun, itu tidak membuat Hawa, menyerah Hawa, tetap akan mencari jalan keluar agar dirinya dapat keluar dari pesantren ini.
Di saat semua santri berjamaah dzuhur Hawa, malah asik bermain gedgetnya di dalam kamar. Di pesantren ini memang sangat di larang menggunakan ponsel, walau pun ingin menghubungi keluarga para santri bisa menggunakan telepon di kantor.
Tetapi Hawa, dia menyembunyikan ponselnya di bawah kasurnya sehingga tidak ada yang bisa menemukannya.
"Hawa,"
Hawa, terperanjat dan langsung menyembunyikan ponselnya saat seseorang memanggilnya.
"Hawa, kamu tidak ke mesjid?" tanya Asy saat mendekat. Hawa bernafas lega karena beruntung bukan ustadzah yang memanggilnya.
"Apa kamu sedang berhalangan Hawa?" tanya Aisyah, yanh duduk di ranjang tidurnya.
"Ah, iya aku sedang berhalangan. Dan tadi aku terjatuh jadi masih terasa sakit." Hawa, menunjukan sikutnya.
"Ya Allah, Hawa, sikutmu kenapa begini? Kamu jatuh darimana?" tanya Aisyah cerewet.
"Tadi saat piket."
"Kok bisa?" Hawa, memutar bola matanya malas, menjawab pertanyaan dari teman-temannya.
"Ya, namanya jatuh gak ada yang tahu, kan!" sanggah Hawa.
"Kamu udah obati? Nanti infeksi loh."
"Belum sih!"
"Segera obati ayo kita ke klinik," ajak Aisyah, dan Asy. Mereka bertiga pun pergi ke klinik. Di tengah koridor kelas Hawa, tak sengaja melihat Adam, yang sedang berbincang bersama para ustad dan santri di dekat mesjid.
"Dia siapa?" tanya Hawa, membuat langkah Aisyah, dan Asy, berhenti. Lalu mata keduanya tertuju pada Adam.
"Itu mas Adam, anaknya pak kiyai baru pulang dari mesir." Jelas Asy.
"Kenapa? Suka ya?" Goda Aisyah. Yang langsung di tepis Asy.
"Hust, Aish jangan begitu. Istigfar." skak Asy.
"Loh, kenapa?"
"Karena kamu baru saja mengagumi seseorang yang bukan mahrom, itu tidak boleh."
"Astagfirullah. Aish khilaf."
"Kalian ini kenapa sih! Suka sama cowok wajar aja kali, malah gue pernah pacaran."
"Astagfirullah," ucap Asy dan Aish kompak.
"Banyak banget ya istigfarnya," skak Hawa.
"Kamu pernah pacaran Hawa?" tanya Aish, penasaran.
"Iya, memang kenapa?"
"Pernah peluk-pelukan, kitu?" tanya Asy.
"Kenapa sih! Jangan, kan pelukan ciuman aja gak masalah."
"Astagfirullah." Sontak Asy dan Aish, di buat kaget. Dan hanya bisa geleng-geleng kepala.
Bagi Hawa, itu hal biasa bagi anak remaja di kota. Bahkan, mereka sudah tidak malu lagi untuk mengumbar kemesraannya. Tetapi tidak di kota santri ini, mereka harus menjaga jarak juga pandangan kepada pria yang bukan mahrom.
Tidak ada istilah pacaran di kota santri ini. Mereka yang menikah kebanyakan melalui taaruf atau perjodohan. Hingga menikah dengan orang yang tidak mereka kenali.
"Hawa, kamu tahu pacaran itu tidak boleh. Jangankan bersentuhan, memandang pria bukan mahrom itu di larang apalagi sampai ciuman dan pelukan. Na'udzu bilah."
"Ih, kalian itu gak gaul." Skak Hawa, yang langsung pergi ke klinik meninggalkan Aish dan Asy.
"Ya Allah lindungilah hambamu ini dari godaan syetan yang terkutuk, Aamiin." Asy dan Aish berdoa serempak. Lalu pergi mengikuti Hawa, menuju klinik.
****
Sepulang dari mesjid Adam dan keluarga berkumpul di ruang keluarga. Ummi dan Kiyai terlihat gelisah juga gugup. Sepertinya mereka ingin menanyakan suatu yang penting pada Adam.
"Ummi Aby, ada apa?" tanya Adam yang sedari tadi hanya diam.
"Adam, apa kamu sudah memutuskan perihal perjodohan itu? Apa kamu sudah menemukan jawaban dari sholat istikhoroh mu?" tanya kiyai perihal perjodohannya dengan Asma.
Adam, terdiam.
"Insya Allah, sudah Aby. Tapi … Adam tidak yakin keputusan Adam ini akan di terima."
"Jodoh hanya Allah yang tahu. Apapun itu keputusanmu, di terima atau tidak tetap sampaikan, walau pun itu menyakitkan." Kiyai tahu apa maksud dari ucapan putranya. Adam pun mengangguk mengerti.
Malam ini, keluarga kiyai kedatangan seorang tamu yaitu bapak HJ. Anshor dan ibu Zaenab, mereka orang tua dari Asma, yang sudah lama menunggu jawaban Adam.
Kiyai dan Ummi menyambutnya dengan baik. Mereka pun duduk dengan di suguhkan beberapa jamuan.
"Saya dengar Adam sudah pulang." ujar Hj. Anshor.
"Iya, alhamdulillah. Sebentar lagi Adam keluar dia sedang menyelesaikan dulu pekerjaannya di dalam," jelas Kiyai.
"Adam sudah bekerja? Ternyata menantu kita ini sudah siap iya, kan ibu." ucap Hj Anshor kepada istrinya.
"Adam hanya ada sedikit tugas. Alhamdulillah Adam mengajar ngaji untuk muridnya disana."
"Masya Allah pekerjaan yang sangat mulia." seru Bu Zaenab. Tak lama kemudian Adam pun keluar dan bergabung bersama mereka. Adam bersalaman pada Zaenab dan Hj. Anshor.
Hj. Anshor terlihat bangga melihat Adam, yang sebentar lagi akan jadi calon mantunya. Padahal Adam, belum memberikan jawabannya. Hj. Anshor langsung memberitahukan tujuan dan niatnya.
"Pak Kiyai, saya sudah menentukan tanggal pernikahannya. Bagaimana jika bulan depan, saya rasa niat baik tidak boleh di tunda-tunda."
"Begini pak haji sebelum itu kita dengarkan jawaban Adam, terlebih dahulu. Biar Adam, memberitahukan hasil dari sholat istikharohnya."
"Saya yakin jawabannya iya. Iya kan nak Adam?" tanya Hj. Anshor penuh percaya diri.
"Maaf sebelumnya, jika keputusan saya ini menyakiti hati kalian. Tapi jawaban dari istikhoroh saya, Asma bukan jodoh yang di pilihkan tuhan untuk saya, maaf."
Hj. Anshor dan Bu Zaenab tercengang. Jawaban Adam, membuat mereka kecewa. Apalagi seorang santriwati yang tak sengaja mendengar ucapan itu.
Asma, yang sengaja datang ke rumah Kiyai, karena penasaran dengan jawaban Adam, tapi Asma, tidak percaya akan mendengar jawaban yang begitu membuat hatinya pedih. Penolakan yang Adam berikan.
"Apa maksudmu Adam? Kamu menolak lamaranku? Apa kalian mempermainkan putriku? Selama empat tahun kami menunggu apa hanya untuk mendapatkan hinaan ini." HJ. Anshor begitu kecewa dan sangat marah besar, merasa putrinya telah di permainkan.
"Pak haji tolong sabar," Ummi dan Kiyai mencoba menenangkan, namun Hj. Anshor tetap emosi.
"Saya tidak terima putri saya di permalukan seperti ini." Tanpa mereka tahu ada seseorang yang mendengarkan perkataan mereka. Asma yang sedari tadi berdiri di depan pintu terus menangis dan berlari pergi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 88 Episodes
Comments
Yuli Purwa
lah kan blm deal pak haji
2023-05-22
3
Qaisaa Nazarudin
Belum di berikan jawaban aja,udah mengklim menantu aja..ntar shock deh kalo ditolak,,
2023-03-28
0
Qaisaa Nazarudin
Udah lama nunggunya,Hujung2 nya di tolak, Mending berikan jawaban waktu utu juga,biar Asma bisa cari yg lain..
2023-03-28
0