Bab 14- Kedatangan Yusuf

Hawa kembali ke kelas dengan raut wajah yang tidak bersahabat. Bibirnya mengerucut, wajahnya di tekuk hingga sampai di tempat duduknya. 

Beruntung belum ada guru yang mengajar, sebab Hawa masuk tanpa memberi salam dan menghiraukan teman yang lainnya. Kehidupan Hawa yang sangat bebas kini tidak bisa ia dapatkan lagi. 

"Tempat apa ini? Semua serba di larang. Bahkan ponselku sekarang di sita. Ini bukan sekolah namannya tapi penjara," gerutu Hawa dalam hati. 

"Sherly dan Mira pasti semalam mereka nonton. Ih … sebel! Seandainya ada kak Yusuf, mungkin aku tidak akan ada di tempat ini." 

Yusuf adalah kakaknya yang sekarang menempuh pendidikan di negeri Cairo. 

"Assalamualaikum." 

"Waalaikumsalam."

Adam memasuki kelas, para santriwati begitu antusias, mereka terlihat senang karena Adam yang mengajar. Berbeda dengan Hawa, yang langsung menutup wajahnya dengan buku, seolah tidak sudi melihat wajah Adam. 

*****

Suara gemuruh dari sayap burung besi terdengar keras. Di langit yang biru burung besi itupun bebas berterbangan seakan udara adalah tempat mereka. 

Dari arah timur sebuah pesawat meluncur dan mendarat mulus di hamparan aspal hitam yang luas dan besar. Sedetik roda-roda kecil keluar dari dalam tubuh itu mendarat menyentuh jalan. 

Seketika sebuah pintu terbuka, menciptakan sebuah tangga untuk memudahkan para penumpang turun. Puluhan manusia pun muncul dari balik pintu. 

Seorang pemuda tinggi, dengan pakaian casual yang ia kenakan. Hanya kemeja army dan celana jean, serta sepatu vanz sebagai alas kakinya. 

Tidak lupa kacamata hitam yang menutupi mata indahnya, hanya hidung mancung dan bibir tipis yang terlihat begitu menawan. Kulit putih yang menyilaukan saat sang surya menyoroti cahaya pada tubuhnya. 

Tidak ingin kalah angin pun ikut menyambut kedatangannya menerpa rambut hitam lebatnya yang terayun-ayun. Tas gendong hitam melengkapi gayanya yang melekat di pundak kanan itu. 

Perlahan kaki jenjang itu menuruni anak tangga yang sudah di siapkan, berjalan lebih dalam memasuki gedung besar yang di kelilingi dinding kaca. 

Sesampainya di dalam, kacamata itu ia lepaskan, membuat siapapun akan terpana melihat pupil indah yang tersembunyi dalam lautan biru yang cerah. Alis hitam tebal menambah kesempurnaan betapa tampan ciptaanmu Tuhan. 

Bibirnya melengkung seketika saat netra itu menangkap kedua sosok yang berjalan ke arahnya. 

"Mama, papa," ucapnya lalu berlari menghampiri mereka. 

"Masyaallah Yusuf." 

Satu pelukan mendarat pada tubuh wanita itu. Begitu hangat, kedua tangannya merenggang, untuk meraih dan memeluk tubuh sang putra yang ia rindukan.

Di usapnya punggung itu dengan perlahan, bersamaan dengan itu sebuah cairan bening menetes pada sudut mata yang terpejam. 

Sedih dan bahagia itulah yang di rasakan Marwah, setelah bertahun-tahun terpisah dari sang anak yang harus menempuh pendidikan di negeri Cairo-Mesir. 

Begitupun juga dengan Yusuf, yang sangat merindukan hingga tidak rela melepas pelukannya. 

"Ma, gantian Papa juga ingin memeluk Yusuf." 

Setelah Marwan berkata, barulah pelukan keduanya terlepas. Bersamaan dengan itu tangan keduannya mengusap lembut air mata yang telah turun. 

"Papa?" panggil Yusuf, lalu memeluk Marwan. 

Marwan hanya menepuk-nepuk punggung lebar putranya, lalu tersenyum. Namun, bukan berarti air mata tidak turun sebagai ayah Marwan pun tidak sanggup menahan tangis. 

Anak lelaki satu-satunya yang selalu ia banggakan. Kini telah kembali dengan prestasinya. Memang, kedatangan Yusuf sangatlah mendadak, entah ada apa tiba-tiba Marwan, meminta putranya untuk pulang. 

"Bagaimana kabarmu Nak?" tanya Marwan, setelah melepas pelukannya. 

"Alhamdulillah baik Pah. Bagaimana kabar Papa dan Mama? Kalian sehat?" 

"Alhamdulillah, sehat Nak," jawab Marwan dan Marwah serempak.

"Tunggu dulu," ucap Yusuf yang melirik ke sekitarnya seperti sedang mencari seseorang. 

"Dimana Hawa? Dia tidak ikut?" Yusuf menatap kedua orangtuanya yang hanya menggeleng. 

"Padahal aku ingin bertemu dan melihat adikku itu. Seperti apa dia sekarang? Apa tubuhnya tinggi? Apa adikku cantik?" 

"Nanya satu-satu." Kata Marwah, seraya mencubit lembut bahu putranya. 

"Mama, aku bukan Yusuf kecil lagi yang selalu di cubit." Seketika kedua orangtuanya terkekeh mendengar ocehan putranya. 

"Sudah-sudah. Sekarang kita pulang. Kamu pasti capek 'kan?" 

Yusuf langsung mengangguk. Mereka semua berjalan bersama meninggalkan bandara. 

*****

Yusuf terus memandangi jalanan kota yang semakin berubah karena perkembangnya zaman. Jalan yang semula lenglang kini menjadi padat dan macet. 

Taman-taman kota kini berjajar rapi menghias jalanan menjadi lebih hijau, segar dan sejuk. Namun, tetap saja gerah dan gersang semakin terasa akibat pencemaran polusi udara.

Gedung-gedung tinggi kini semakin banyak dan berdempetan menghimpit rumah-rumah penduduk. Jalanan semakin luas, dan semakin banyak persimpangan arah. 

Sungguh sangat berbeda dengan zamannya dulu, sebelum dirinya meninggalkan tanah air. 

Marwah dan Marwan menengok ke belakang. Sedetik bibirnya melengkung, melihat Yusuf yang terus menatap jendela mobil. 

"Tidak pegal leher kamu Nak? Melihat ke samping terus." 

Yusuf langsung menoleh, dan merubah posisi duduknya. Lebih tegak menghadap kedua orangtuanya yang duduk di depan. 

"Serasa berbeda saja Mah, Pah," ucapnya. 

"Bagaimana di Cairo Suf?" tanya Marwah, yang hanya melihat bayangan Yusuf dalam cermin. 

"Tidak di Cairo ataupun Jakarta, semua sama. Perkembangan zaman sangat pesat. Negara manapun tidak ingin tertinggal. Mereka semua mengikuti kemana zaman akan membawanya." 

Yusuf menghela nafas sejenak.

"Ya, kamu benar Suf." Marwan menimpali. 

"Jangankan Jakarta, kamu bisa lihat Timur Tengah, kota A bagaimana sekarang? Kota nabi yang dulu sangat ketat, pada aturan agama. Contoh yang kecil saja, dulu … para muslim wanita tidak sedikitpun membuka cadarnya apalagi pakaian, atau hijab mereka. Bahkan ke pantai sekalipun mereka selalu menutup aurat. Tapi sekarang … pantai itu di penuhi wanita bertelanjang, seolah mereka tidak malu lagi untuk memamerkan auratnya." 

Yusuf hanya mangut-mangut membenarkan perkataan sang ayah.

"Ya, Papa memang benar. Sekarang dunia sudah berubah, zaman semakin maju. Itu yang harus kita takutkan. Semakin majunya zaman, semakin rendahnya iman kita. Tidak sedikit kesalahan dan kebenaran yang tertukar. Perbuatan salah di benarkan, dan yang benar di salahkan. Ada juga di antara mereka yang menjual Aqidah demi harta. Naudzubillah, semoga iman kita selalu di kuatkan ya Mah, Pah?" 

"Aamiin," jawab Marwah dan Marwan bersamaan. 

"Itulah sebabnya Mama dan Papa memasukan Hawa ke pondok pesantren. Pergaulan yang bebas membuat Mama khawatir." 

"Jadi Hawa mondok?" 

Yusuf sedikit terkejut, mendengar adiknya masuk pesantren. Dirinya pikir Hawa tidak ikut karena sekolah, dan Yusuf merasa aneh. Karena Hawa, bisa saja bolos jika tahu bahwa akan bertemu kakaknya. 

"Iya, baru satu bulan." 

"Alhamdulillah," syukur Yusuf. "Yusuf senang, Mama Papa sudah melakukan yang terbaik. Kalau boleh tahu mondok di mana Mah?" 

"Pesantren An-nur." 

"Tempat mondok ku dulu Ma?" Marwah pun mengangguk.

"Masyaallah, rindu aku bagaimana kabar pak Kiyai sama Ummi?" 

"Alhamdulillah baik, nanti kita ke sana sekalian jenguk Hawa," ajak Marwah, sudah pasti Yusuf senang mendengarnya. 

Terpopuler

Comments

Yuli Purwa

Yuli Purwa

Aku kok ga diajakin jemput thor 🤣🤣

2023-05-23

0

lihat semua
Episodes
1 Bab 1 } Hawa
2 Masuk pondok
3 Hari pertama
4 Bab 4} Kedatangan Adam
5 Bab 5
6 Bab 6
7 Bab 7
8 Bab 8
9 Bab 9
10 Bab 10
11 Bab 11- Contekan Hawa.
12 Bab 12- Nonton konser
13 Bab 13- Gagal nonton.
14 Bab 14- Kedatangan Yusuf
15 Bab 15- Membantu Ummi memasak
16 Bab 16- Belajar Bersyukur
17 Bab 17- Mengajar
18 Bab 18- Tips menghapal
19 Bab 19-
20 Bab 20- Tabayyun
21 Bab 21- Berteman itu Indah
22 Bab 22- Bendera Kuning
23 Bab 23- Kabar Duka
24 Bab 24- Bertemu Gio
25 Bab 25- Amarah Yusuf
26 Bab 26- Kembali mondok
27 Bab 27- Permintaan Yusuf
28 Bab 28- Berserah Diri
29 Bab 29- Hasil Istikhoroh
30 Bab 30- Fitnah
31 Bab 31- Fitnah semakin menyebar
32 Bab 32- Sesuatu mengejutkan.
33 Bab 33- Gio Tertangkap
34 Bab 34-
35 Bab 35- Terungkap siapa di balik teror
36 Bab 36- Suka Duka di Kantor Polisi
37 Bab 37- Perjodohan
38 Bab 38- Di Khitbah
39 Bab 39- Naik Motor
40 Bab 40- Kegelisahan Adam
41 Bab 41- Potret Berdua
42 Bab- 42- Menikah
43 Bab 43- Malam Pertama
44 Bab44- Pagi Yang Mendebarkan
45 Bab 45- Pergi Honeymoon
46 Bab 46- Gara-gara Burung
47 Bab 47 Sinyal cinta
48 Bab 48-
49 Bab- 49 Malam Sunnah
50 Bab 50- Kebingungan Asma
51 Bab 51- Makan berdua.
52 Bab 52- Tamu Bulanan
53 Bab 53- Cemburu
54 Bab 54- Ungkapan Cinta
55 Bab 55
56 Bab 56- Jejak Cinta
57 Bab 57
58 Bab 58-
59 Bab 59
60 Bab 60
61 Bab 61-
62 Bab 62
63 Bab 63
64 Bab 64
65 Bab 65
66 Bab 66- Aborsi
67 Bab 67
68 Bab 68
69 Bab 69
70 Bab 70
71 Bab 71
72 Bab 72
73 Bab 73
74 Bab 74
75 Bab 75
76 Bab 76
77 Bab 77
78 Bab 78
79 Bab 79
80 Bab 80
81 Bab 81
82 Bab 82
83 Bab 83
84 The End
85 Pengumuman
86 Novel On Going
87 Badboy Untuk Tiara
88 Reveal Death Iseul
Episodes

Updated 88 Episodes

1
Bab 1 } Hawa
2
Masuk pondok
3
Hari pertama
4
Bab 4} Kedatangan Adam
5
Bab 5
6
Bab 6
7
Bab 7
8
Bab 8
9
Bab 9
10
Bab 10
11
Bab 11- Contekan Hawa.
12
Bab 12- Nonton konser
13
Bab 13- Gagal nonton.
14
Bab 14- Kedatangan Yusuf
15
Bab 15- Membantu Ummi memasak
16
Bab 16- Belajar Bersyukur
17
Bab 17- Mengajar
18
Bab 18- Tips menghapal
19
Bab 19-
20
Bab 20- Tabayyun
21
Bab 21- Berteman itu Indah
22
Bab 22- Bendera Kuning
23
Bab 23- Kabar Duka
24
Bab 24- Bertemu Gio
25
Bab 25- Amarah Yusuf
26
Bab 26- Kembali mondok
27
Bab 27- Permintaan Yusuf
28
Bab 28- Berserah Diri
29
Bab 29- Hasil Istikhoroh
30
Bab 30- Fitnah
31
Bab 31- Fitnah semakin menyebar
32
Bab 32- Sesuatu mengejutkan.
33
Bab 33- Gio Tertangkap
34
Bab 34-
35
Bab 35- Terungkap siapa di balik teror
36
Bab 36- Suka Duka di Kantor Polisi
37
Bab 37- Perjodohan
38
Bab 38- Di Khitbah
39
Bab 39- Naik Motor
40
Bab 40- Kegelisahan Adam
41
Bab 41- Potret Berdua
42
Bab- 42- Menikah
43
Bab 43- Malam Pertama
44
Bab44- Pagi Yang Mendebarkan
45
Bab 45- Pergi Honeymoon
46
Bab 46- Gara-gara Burung
47
Bab 47 Sinyal cinta
48
Bab 48-
49
Bab- 49 Malam Sunnah
50
Bab 50- Kebingungan Asma
51
Bab 51- Makan berdua.
52
Bab 52- Tamu Bulanan
53
Bab 53- Cemburu
54
Bab 54- Ungkapan Cinta
55
Bab 55
56
Bab 56- Jejak Cinta
57
Bab 57
58
Bab 58-
59
Bab 59
60
Bab 60
61
Bab 61-
62
Bab 62
63
Bab 63
64
Bab 64
65
Bab 65
66
Bab 66- Aborsi
67
Bab 67
68
Bab 68
69
Bab 69
70
Bab 70
71
Bab 71
72
Bab 72
73
Bab 73
74
Bab 74
75
Bab 75
76
Bab 76
77
Bab 77
78
Bab 78
79
Bab 79
80
Bab 80
81
Bab 81
82
Bab 82
83
Bab 83
84
The End
85
Pengumuman
86
Novel On Going
87
Badboy Untuk Tiara
88
Reveal Death Iseul

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!